9 - Remuk

16.2K 847 17
                                        

Keesokan harinya, setelah temen-temen gue bangun. Gue ceritain kejadian semalam. Tapi mereka bilang gue ngelindur. Padahal jelas-jelas gue nggak tidur sama sekali.

Gue udah lupakan kejadian semalam dan gue fokus ke magang dulu. Magang hari pertama terlewati dengan baik. Sepulang dari magang, Tama memberi gue CD film Harry Potter lengkap dari awal sampai akhir. Dia bilang kalau gue nggak bisa tidur, nonton film aja.

Malam inipun gue nggak bisa merem. Gue tukeran tempat tidur dengan Renta. Kasur Renta terletak paling pojok sedang kasur gue sudah gue turunin dari ranjang dan ada di bawah bareng Alice.

Kasur Rani di depan kamar mandi sedangkan Yanti di sebelah Renta. Guepun tidur di kasur Renta. Pukul 01.00 mata gue baru bisa terpejam. Namun gue merasa ada sesuatu yang berat menimpa badan gue. Gue nggak bisa jerit, gue nggak bisa bergerak sama sekali. Makin lama gue rasa makin berat. Perlahan gue buka mata, gue melihat ada sesosok samar-samar menindih tubuh gue. Gue takut banget tapi nggak bisa jerit. Tangan gue aja nggak bisa digerakin.

Gue berpikir dalam hati apa gue ini kena stroke. Tapi nggak mungkin karena jelas ada yang nindih gue. Gue cuma bisa baca doa terus menerus sambil berusaha menghilangkan rasa takut. Perlahan sosok itu menghilang dan gue bisa bernapas lega.

Langsung gue turun dari kasur, gue nyelip diantara Renta dan Alice. Gue nggak peduli, gue kelonin si Renta. Biar dia juga nggak jalan sambil tidur. Sepertinya memang ada yang aneh di kasur Renta.

Tiba sudah minggu-minggu terakhir magang. Waktu yang tepat untuk jalan-jalan muterin kota. Malam Jumat kita putuskan mengunjungi lawang sewu.

Gue niatnya nggak mau ikut. Gue takut, tapi kalau gue nggak ikut. Sendirian gue di mess. Nggak mau juga. Terpaksalah gue ikut.

Setiba di lawang sewu, kita dapat tour guide yang lumayan cakep. Namanya Mas Kenzie. Temen-temen gue yang cewek pada sibuk ngegodain.

Saat di lorong lawang sewu si Renta nyeletuk,"Mas-mas jangan cuma lorongnya dong yang disenterin. Hati aku juga gelap nih, mau dong disenter masnya."

Nggak mau kalah Ranipun ikutan "Mas-mas kok disebut lawang sewu sih?"

"Karena pintunya banyak, mbak." ucap Kenzie.

"Oh, kalau pintu hatiku cuma satu mas, masih terbuka buat masnya," sahut Rani.

"Sejarah lawang sewu itu gimana sih mas?" tanya Yanti.

"Dulunya lawang sewu ini pusat perkreta apian swasta. Di lantai satu ada dokumen-dokumen tentang perkereta apiannya. Lalu masa penjajahan Belanda beralih fungsi sebagai penjara. Bahkan ada penjara jongkok. Tempatnya sangat sempit, banyak yang meninggal di penjara tersebut," jelas Kenzie.

Tama yang mendengar penjelasan mas Kenzie nampak antusias, "Mas boleh kita lihat penjaranya?"

"Boleh penjaranya ada di bawah sana, siapa saja yang mau ikut?" tanya Kenzie.

Hanya gue dan Yanti yang nggak mau melihat ke penjara. Tama maksa gue ikut tapi gue bener-bener takut, "Tenang aja, gue bakal jagain lo, ayolah!" Rayunya tapi gue tetep nggak mau.

Selesai melihat ke penjara, aura temen-temen gue yang tadinya ceria berubah suram semuanya. Akhirnya Kita selesai mengitari lawang sewu, berhubung kita datangnya malam jadi kurang bisa jelas melihat sudut per sudut bangunannya.

Sesampai di mess, Rani, Alice dan Renta yang juga turun ke bawah melihat penjaranya bercerita pada gue dan Yanti. Mereka merasa sesak dan perasaannya nggak enak. Bahkan Renta sempat mendengar suara tangisan. Dengar cerita mereka aja bulu kuduk gue berdiri. "Sudah besok pagi aja lanjutin ceritanya," ucap gue.

Magangpun telah usai, saat perjalanan pulang barulah Renta, Alice dan Rani bercerita detail kejadian di Lawang Sewu. Renta melihat sosok wanita di ruang bawah tanah mengikuti Adit hingga sampai ke mess. Namun Renta nggak berani cerita karena dia juga takut, "Serius lo! Sekarang masih ngikutin nggak?" Renta menggelengkan kepalanya.

Sebulan magang, gue merasa makin dekat dengan Tama. Entah kenapa gue merasa nyaman, apa gue bener-bener jatuh cinta sama Tama? Haruskah gue ngomong jujur ke Tama? Tapi itu nggak mungkin. Cukup gue sembunyiin aja perasaan gue.


Beberapa minggu kemudian,

Gue melihat sendiri Tama menyatakan cinta pada Tessa. Disitu hati gue hancur, rasanya pingin nangis. Nggak ngerti kenapa bisa seperti itu. Padahal gue bukan pacar Tama. Dia aja nggak pernah nyatakan cinta ke gue. Jadi gue nggak ada hak melarang mereka pacaran. Walaupun gue mulai jatuh hati dengan tama sejak gue kelas 10.

Gue ikhlasin Tama dengan Tessa. Bahkan terkadang Tama sering curhat ke gue kalau ada masalah dengan Tessa. Gue rasa Tama sangat menyayangi Tessa. Gue harus kuat dan tetap menjadi teman yang baik untuk Tama. Sebab, nggak ada satupun yang tau tentang perasaan gue.

My (Ex) Boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang