21 - Belajar Ngajar

11.5K 758 53
                                    

Liburan semesteran gue galau. Bingung gue liburan mau ngapain. Akhirnya gue ngikut ibunda ngajar.

Ibunda adalah guru SLB, ngajar anak berkebutuhan khusus dan autis. Untungnya gue normal meskipun gue lairnya premature.

Sesampai di Kelas gue bingung mau ngapain. "Bun, aku suruh mereka ngapain?" tanya gue.

"Suruh mereka mewarnai aja, bisa bedain warna aja udah bagus." Ibunda ngajar di kelas autis. Gue disuruh bantu ngajar di Kelas SLB-C, untuk tuna grahita atau lambat belajar atau down syndrome.

"Anak-anak sekarang saya bagi tugasnya ya! Kalian warnai rumah ini tapi jangan sampai keluar garis! Mewarnai dengan pensil warna coklat, kuning dan biru. Jelas!" perintah gue sambil membagi kertas.

Dalam Kelas ada sekitar 8 murid. Kalau muridnya normal enak-enak aja. Ini beda guys! Gue harus ekstra sabar.

"Bu Guru cantik, namanya siapa?" tanya salah satu murid. Assek deh ah! Down syndrome aja tau kalau gue cantik #kibasrambut

Gue cari siapa yang tanya, "Ehm pantes aja dia bilang cantik, orang di dalam ruangan dia pakai kacamata item!"

"Eh siapa namamu? Itu lepas dulu kacamatanya. Mewarnai dulu yang bener mana pensil warna coklat!"

"Arip, bu!" Dia mengambil pensil warna hijau. "Ini bu!"

"Itu warna hijau, Arip." Gue ambilin pensil warna coklat. "Ini coklat!" Gue tunjuk itu pensil warna. "Ini hijau! Jelas gak?"

"Ya, bu!" Arip melanjutkan mewarnai. Gue teriak lagi, "Arip kan ibu bilang yang diwarnai rumahnya bukan luarnya!" Gue acak-acak rambut frustasi. Si Arip malah mewarnai zona Kosong di luar rumah, "Ampun deh, terserah aja lah gimana..."

Gue datengin kursi di depan si Arip, "Namanya siapa?" Itu anak langsung noleh ke arah gue, "Didit bu!"

"Didit, anak pinter. Itu pensil warnanya kebalik sayang. Gimana bisa mewarnai kalo pensilnya aja kebalik." Tensi gue bisa naik sejam bertahan disini.

"Oh dibalik ya bu!" Didit lanjut lagi mewarnai. Kali ini seluruh kertas full dia warnai biru.

"Ampun Gusti!!" Gue nepok jidat. Gue harus sabar ngadepin mereka.

Gue datengin lagi kursi depan Didit, "Wah bagus!" Kali ini ada siswi yang bener mewarnainya. Warnai rumah. Nggak keluar garis tapi kertasnya basah. Gue keluarin tisu gue suruh lap dulu itu. Gue harus sabar dan tetap tenang.

Gue menuju ke meja sebelahnya, "Kok masi Kosong? Namamu siapa?"

"Rani, bu! Iya saya ga punya pensil warna coklat. Saya cuma bawa pensil warna abu-abu." Rani menunjukkan kotak pensil warnanya.

Gue nggak boleh marah. Gue harus sabar. "Rani ini warna coklatnya." Gue kasih di atas kertas gambarnya.

"Ibu guru gimana sih, itu kan abu-abu, bu. Kan saya udah bilang pensil warnanya abu-abu semua!" ucap Rani.

Aish! Pengen gue gigit tuh meja, gue nggak kuat. Ampun deh. "Ya udah diwarnai pakai abu-abu semua juga gak papa." Nyerah gue ngadepin Rani.

"Didit!!!"

Pletak...

"Arip"

Plak...

Arif melempar kotak pensilnya ke arah Didit, pas mengenai kepalanya. Didit yang nggak terima menghampiri Arip lalu menampar pipinya.

"Berhenti!" teriak gue, tapi Arip dan Didik masih saja berantem. Akhirnya gue jewer telinga mereka berdua.

"Bisa dengerin ibu nggak!"

"Ampun bu!" ucap Arip.

"Mau ibu hukum!"

"Hukumannya apa bu?" tanya Didit.

"Ibu sunat kalian kalau masi berantem!" Gue benar-benar stres ngajar mereka ini.

"Hah! Abis dong bu!" teriak Arip.

"Makanya diem! Kerjain kalo udah selesai kumpulin ke depan terus kalian boleh istirahat."

"Siap beb! Jangan marah dong!" seru Arip lagi.

"Belajar kata-kata itu dari mana?" Gue natap heran ke Arip.

"Dari sibetron bu abis ibu mirip artis sih?" ucap si Arip.

Aish coba itu yang ngomong cogan normal pasti dah gue gabruk... Haha #canda

"Kamu nonton sinetron?"

"Iya dong beb!" ucap dia pede abis.

"Halah bedain warna coklat sama ijo aja nggak beres nggak usah panggil-panggil beb! Udah istirahat aja kalian semua!" Gue nyuruh semua murid istirahat. Lelah tapi asyik juga. Gue salut sama bunda gue yang super sabar.

Gue samperin ibunda, "Udah selesai, bun. Kusuruh istirahat aja semua. Biarin nggak usah masuk juga nggak papa."

"Gak kuat?" Tanya bunda dan Gue ngangguk.

Tiba-tiba ada yang narik terus nyakar tangan gue, "Aduh!" teriak gue.

"Bagas! Lepasin!" Si Bagas paling nurut sama bunda.

Tak lama kemudian dia naik kursi terus ngejambak rambut gue! "Wadaw!"

"Bagas! Jangan nakal, nak!" seru bunda lagi.

"Udah kamu diluar aja!" kata bunda. Habislah gue kalau ngajar kelas mereka. Bagas itu kalau liat anak baru dia gemas hanya saja kalau dia gemas dan ingin mengekspresikan jadinya nyakar atau ngejambak.

Kasian dia sebenarnya. Di ultah yang ke-11 dia meninggal. RIP Bagas, maafin gue ya suka sebel sama lo. Gegara tiap ketemu pasti dijambak kalau nggak dicakar.

Gue kadang lupa bersyukur dan masih sering ngeluh tapi liat anak down syndrome dan autis gue jadi ngerasa sedih. Mereka hanya hidup di dunia sampai umur belasan. Tapi mereka selalu bahagia. Mereka polos. Nggak munafik. Tapi seringkali diolok-olok bahkan ditipu orang yang nggak tahu diri.

Bahkan murid bunda ada yang berumur 10 tahun dan dia diperkosa delapan orang biadab tak punya otak! Dia memang cantik, kulitnya bersih meskipun dia down syndrome dan gampang dibohongi bukan berarti bisa seenaknya. Mereka juga manusia yang pantas untuk dikasihi.

Maap gue nulis sambil emosi....
Ini curahan hati gue...
Pesen gue, jangan kalian merasa jijik dengan down syndrome.
Mereka juga pantas untuk disayangi.
Mereka juga ciptaan Tuhan.
Justru sebaiknya kita harus belajar ketulusan dari mereka.... 😘😘😘

Salam sayang dari gue...
Katherine


My (Ex) Boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang