16 - Magang di RSJ

12.1K 712 57
                                    

Gue mulai mendapat teman. Gue mulai membentuk geng bernama seven morons bersama Renta, Gina, Sari, Febri, Sany dan Widi.

Kita bertujuh selalu bersama kemanapun. Bahkan karena rumah gue, Gina dan Renta berdekatan. Kita sering bonceng bertiga.

Gina yang paling galak dan sering marah-marah tapi dia paling perhatian. Dia tipe yang nggak betah jomblo lama-lama. Paling pinter kslau ambil darah.

Renta, sahabat gue dari jaman SMK. Dia suka menyanyi, berjiwa ingin tahu, senang ngebantu temen dan memberi saran. Dia lebih memilih pendidikan daripada pacaran. Paling pinter kalau disuruh menghafal.

Sari, sahabat gue yang dewasa, bijak, dan cerewet tapi dia gokil abis. Dia tipe susah move on. Dia paling rajin.

Sany, dia paling muda diantara kami. Paling peka dan sensitif sehingga apapun dipikirkan baik-baik. Paling suka mikir dan hitungan.

Febry, sahabat gue yang satu ini loyal banget. Kalau ngomong ceplas-ceplos. Tapi ngangenin. Dia hobi fotografi. Pinter juga kalau ambil darah.

Widi, dia supel, banyak temen, banyak komunitas dan pandai bergaul. Dia paling cerdas diantara kami. Semua sahabat gue ini pinter-pinter. Gue aja yang rada eror.

Suatu hari gue dikenalin sama temen Widi, namanya Adi. Berhubung gue lagi jomblo dan apa salahnya tambah temen. Gue mau berkenalan dengan Adi.

Adi, anaknya unik sih. Menarik. Dia adalah mahasiswa pariwisata. Banyak pengalaman dia yang belum pernah gue alamin. Dari situ gue tahu kalau dia tipe pejuang dan nggak gampang nyerah.

Enam bulan kemudian, Adi nyatain cintanya ke gue. Bersamaan dengan Rangga yang lagi-lagi nembak gue.

Gue bingung. Di satu sisi Rangga sosok pria dewasa, bijak dan sepertinya mampu ngebimbing gue yang kadang-kadang jalannya zig zag. Sedangkan Adi, dia pria pejuang, unik dan menyenangkan.

Gue curhat ke sahabat-sahabat gue. Mereka semua mendukung gue untuk jadian dengan Adi.

Gue terima cintanya dan waktu itu gue ajak dia nonton film Sugija. Di depan sendiri pula karena salah pesen tiket.

Satu tahun hubungan kita berjalan tanpa kendala. Tahun kedua, gue sibuk ngurusin magang. Gue dapat tugas magang di PMI, Balai Lab Kesehatan, RS Swasta dan RS Jiwa.

Ada cerita lucu di RSJ tempat gue magang.

Waktu itu gue diajak untuk cek darah di ruang VIP. Sekitar ada 6 pasien disana. Kebanyakan pasien masih muda, dilihat-lihat sih seumuran sama gue.

Saat gue masuk ke kamar terakhir, gue terkejut karena gue sepertinya kenal dengan pasien itu.

"Bob!"

Gue melangkah mendekati papa si Bob. Gue udah kenal dengan orang tua Bob, pernah gue sekali diajak ke rumah dia.

"Katherine?" ucap papa si Bob.

"Kenapa Bob, om?" tanya gue penuh iba.

"Om sudah berulangkali ingetin dia supaya berhenti balap liar! Dia kalah balapan nak, Duccati barunya dijadiin taruhan. Sekarang dia depresi."

"Oh! Om, saya ambil darahnya dulu ya." Guepun mempersiapkan jarum suntik dan antiseptik.

"Om keluar sebentar ya." Papa Bob pergi meninggalkan kami berdua. Sepertinya ia mau mencari makanan.

"Bob! Lo masih inget gue?" Sambil mengambil darahnya gue coba ajak ngobrol dia. Bob hanya terdiam saja.

"Bego ya lo, Bob! Kenapa lo masih balap liar sih? Pake acara taruhan segala. Sekarang nyesel kan lo? Gue udah coba ingetin lo dulu. Jangan kaya gini, lo tambah nyusahin orang tua lo. Kenapa lo nggak mati aja sekalian dari pada kaya gini?" Gue terus mengomel sambil memasukkan darah ke tabung reaksi.

My (Ex) Boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang