36 - Haruskah Berpisah?

9.4K 476 167
                                    

Gue memulai pekerjaan baru dengan teman-teman yang baru pula. Awal bekerja tidak terlalu banyak kendala, semua berjalan baik dan normal. Gue bisa beradaptasi dan menyesuaikan diri.

Gue bersyukur di tempat yang baru ini kebanyakan karyawan sudah berkeluarga. Tak ada berondong, tak ada pria agresif. Gue rasa lebih aman untuk iman gue yang kadang goyah.

Kos yang gue tempati jaraknya sangat dekat dengan pabrik tempat kerja gue.  Hanya butuh 10 menit berjalan kaki.

Tiga bulan menjalani kehidupan perantauan di Tangerang, gue masih hepi dan baik-baik saja. Gue bisa fokus bekerja dan merencanakan hubungan gue dan Adi ke depannya.

Sampai saat musim hujan tiba. Kos gue yang tadinya aman, tentram dan terkendali tiba-tiba saja kemasukan air. Barang-barang gue yang ada di bawah kerendam air semuanya.

Hari itu gue ijin nggak masuk kerja. Gue telepon Adi. Gue harap dia bisa membantu gue mencari kos baru yang aman dari banjir. Repot kalau musim hujan terus-terusan kebanjiran. Bisa jamuran barang-barang gue.

Saat gue telepon Adi ternyata dia mendadak dipindah tugaskan ke Surabaya. Hari itu juga ia harus berangkat. Gue merasa sedih, kesel dan marah.

Tentu saja gue marah. Gue datang merantau ke Jakarta untuk bisa lebih dekat dengan Adi dan melangkah ke jenjang yang lebih serius. Tapi gue ditinggal pergi lagi.

Gue jadi merasa dipermainkan. Apakah benar Adi bakal nikahin gue? Huh! Ini sih bukan cuma hujan yang bikin kosan gue banjir, air mata gue pun ikut deres ngalir.

Akhirnya gue beroleh solusi dari rekan kerja gue. Dia rela bantuin gue pindahan ke kos yang baru. Kos gue yang baru lebih dekat lagi dari pabrik. Hanya butuh 5 menit jalan kaki.

Gue pun kembali lagi menjalin hubungan jarak jauh dengan Adi. Semakin hari kita semakin sering bertengkar. Apalagi saat membahas rencana pernikahan.

Gue dan Adi terkendala perbedaan. Gue penganut Kristen Protestan sedangkan Adi Katholik. Ya, kita selalu pusing dengan pemberkatan pernikahan kita. Apakah ikut gue atau ikut Adi. Itulah hal paling kritikal yang menjadi alasan kenapa ayahanda tidak menyetujui pernikahan kami.

Pada titik dimana gue dan Adi tidak menemukan solusi yang terbaik dan diantara kami tidak ada yang mau mengalah. Akhirnya kami sepakat untuk berpisah.

Saat itu hati gue hancur lebur. Gue yang minta putus dari Adi tapi gue tersiksa batin luar biasa.

Gue bener-bener frustasi. Gue sudah merasa nggak ada semangat hidup lagi. Capek kalau gue harus mulai membina hubungan yang baru lagi. Gue hanya merasa semua sia-sia dan nggak ada guna bertahan selama 5 tahun dengan Adi kalau akhirnya harus berpisah.

Waktu itu gue bener-bener kaya orang gila! Nangispun udah nggak bisa...


My (Ex) Boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang