B . 5

15.7K 803 1
                                    

Setelah memastikan barang-barang dan keperluan lainnya tertata rapi, kini sepasang sejoli tersebut menghampiri Revan, Rehan dan juga Mba Sari yang sudah duduk manis di meja makan.

"Kalian habis ena-ena?" semprot Rehan begitu Bintang dan Bumi duduk di kursi.

"Bacot lo ah." Bumi menatap Rehan jengkel.

"Punya bini mah beda yah, ada yang ngambilin makan." lagi mulut Rehan berkoar begitu melihat Bintang menyajikan makanan di piring Bumi.

"Makanya kawin." ujar Bumi.

"Gue kan bilang nikah dulu baru kawin." sela Revan.

"Sama ae, yang penting ena-ena." ucap Rehan penuh semangat.

Mba Sari hanya menggelengkan kepalanya melihat ketiganya, sedangkan Bintang hanya diam tak mengerti pembahasan ketiganya. Ia baru saja tiba dari London tiga hari yang lalu, Bumi sedikit bersyukur berkat itu. Karena ia tak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Bintang memahami bahasa kekinian yang di gunakan Rehan. Mungkin saja Rehan akan di berikan ciuman dari tangan Bintang. Mereka menikmati makan malam dngan damai dan sedikit ocehan yang keluar dari mulut Rehan yang tak jauh-jauh dari menggoda Mr and Mrs B itu.

Setelah makan malam ketiga manusia berjenis kelamin laki-laki itu berkumpul di ruang TV sedangkan Bintang dan Mba Sari membersihkan meja makan dan juga piring bekas makan malam.

"Jadi bagaimana kalian berdua bisa menikah?" tanya Mba Sari sambil mencuci piring.

"Aku gak tau, tiba-tiba Papa ngomong kalau sebulan lagi aku nikah sama Bumi." jawab Bintang yang duduk tak jauh dari Mba Sari.

Tadinya ia ngotot ingin membantu Mba Sari, tapi Mba Sari ikutan ngotot menolak keinginan Bintang.

"Kamu gak nolak? Emang kamu gak punya pacar?"

"Mau nolak juga gak bisa, soalnya Papa juga tahu kalau aku pengen nikah muda daripada ngabisin waktu buat pacaran gak jelas. Soal pacar, aku emang gak pernah dan gak mau pacaran." jelas Bintang.

Bintang memang memiliki keinginan besar untuk nikah muda, dan keinginannya itu di wujudkan oleh kedua orangtuanya yang tiba-tiba menyatakan jika pernikahan Bintang akan segera terlaksana dengan Bumi yang menjadi suaminya. Dan Bintang juga menolak untuk pacaran, ia tak ingin menghabiskan waktu dengan hal sia-sia seperti pacaran. Karena baginya ia hanya ingin menghabiskan waktu bersama suaminya kelak.

"Rehan ngomong kalau kalian itu teman lama?" Mba Sari ikut duduk di hadapan Bintang.

"Iya, kita teman masa kecil."

"Terus kata Rehan kamu sama Bumi akrab banget tapi marahan dan jadi musuh sebelum kamu pindah. Itu kenapa?" Mba Sari terlihat begitu ingin tahu.

"Itu.. Em.. Kita ngomongin itu lain kali aja Mba." Mba Sari tersenyum ia tahu Bintang menyimpan sesuatu yang tak ingin ia ungkapkan.

Mba Sari lebih dulu masuk ke dalam kamar, ia ingin mengistirahatkan badannya karena kelelahan. Bintang berjalan untuk naik ke lantai dua di mana kamarnya berada, tetapi langkahnya terhenti karena panggilan dari Rehan.

"Kenapa?" Bintang menatap Rehan bingung.

"Lo gak kangen kita-kita?" Rehan beranjak dari sofa dan menyeret Bintang untuk duduk di sofa yang sama dengan yang Bumi duduki.

"Kan kemarin gue udah ngomong," Bintang menatap Rehan jengah. Kemarin setelah akad nikah, Rehan dan Revan mengajukan pertanyaan itu berulang kali hingga membuat Bintang naik darah.

"Jadi lo sekolah di sekolah kita?" kini Revan yang lebih dulu angkat bicara setelah melihat kembarannya telah membuka mulut.

"Iya,"

"Lo sariawan? Ngomong singkat bener Bu?" Rehan kembali mengeluarkan suara.

"Gue capek, besok sekolah kan? Gue berangkat sama siapa?"

"Lo capek habis ena-ena?" sudah tahu pertanyaan ini keluar dari mulut si Rehan.

"Ena-ena apaan gue gak tau." Bintang menatap Rehan bingung.

"Gak usah dengerin bacotan Ehan, dia belum minum obat." ujar Bumi.

Bintang beranjak dari sofa mendekat ke arah Rehan, ia meletakkan sebelah telapak tangannya di kening Rehan.

"Rey lo beneran demam, minum obat gih." ucap Bintang membuat Revan dan Bumi menyemburkan tawanyanya.

Rehan mengumpat sedang Bintang menatap Bumi dan Revan bingung. Bintang memilih kembali ke kamar daripada harus bersama ketiga mahluk yang membuatnya bingung.

Sepeninggal Bintang ke kamar, Bumi dan Revan masih saja tertawa membuat Rehan ikut masuk ke dalam kamar.

"Bini lo kocak bro," ujar Revan masih dengan tawa kecil.

"Lo liat muka Bintang ama Ehan kan? Itu parah." Bumi ikut menimpali.

"Ehm, jadi lo ama Bintang udah sejauh apa?"

"Menurut lo?" Bumi malah kembali melemparkan pertanyaan pada Revan.

"Seperti yang di bilang Ehan, gue ikut bahagia akhirnya lo bisa bersatu sama pacar pertama lo." ucap Revan dengan kekehan di akhir kalimat.

"Monyet lo, kita gak jadian yah. Lo kan denger sendiri gue nolak dia," Bumi mendengus tak suka.

"Sekarang lo nyesel kan? Secara Bintang tumbuh jadi cewek almost perfect,"

Revan menaikkan kedua alisnya menggoda Bumi. Bumi tak menjawab, ia hanya mendengus kesal membenarkan ucapan Revan. Revan tersenyum kecil melihat sikap Bumi yang membenarkan ucapannya.

"Udahlah, gue ngantuk."

Revan berlalu meninggalkan Bumi yang duduk seorang diri mengacak rambutnya kasar. Ia menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 23.15, ia beranjak mematikan televisi dan juga lampu. Setelahnya ia melangkah ke kamarnya bersama Bintang yang berada di lantai atas. Ia membuka pintu kamar dan mendapati Bintang yang tengah tertidur pulas di atas ranjang, televisi di biarkan menyala begitupula dengan lampu. Bumi masuk ke dalam kamar, ia menyempatkan diri menatap wajah Bintang yang kebetulan menghadap ke arahnya. Senyum kecil tercipta di sudut bibir Bumi, betapa beruntungnya Bumi mendapatkan Bintang menjadi pendamping hidupnya.

Erangan kecil dari bibir Bintang membuat Bumi mengalihkan pandangannya dan berlalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci muka, gosok gigi dan berwudhu. Setelahnya ia ikut bergabung di kasur bersebelahan dengan tubuh Bintang yang menghadap padanya.

(BS #1) BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang