B . 4

16.8K 970 16
                                    

- vote comment please -

Setelah makan siang bersama, kedua orangtua Bintang dan juga Bumi akhirnya memilih pulang. Mereka tak ingin mengganggu pasangan pengantin baru yang harus belajar beradaptasi dengan rumah dan juga kehidupan baru mereka.

Kini dirumah tersebut hanya di huni oleh Bintang, Bumi, Revan, Rehan dan juga salah satu asisten rumah tangga bernama Mba Sari, mereka memanggil dengan sebutan Mba karena umurnya berkisar 30an.

Bintang, dan Bumi tengah berada di sebuah kamar yang akan mereka tempati bersama. Kondisi kamar cukup berantakan dengan beberapa buah kardus berceceran di lantai yang sudah bisa di tebak adalah barang-barang dari keduanya. Bintang menyunggingkan senyumnya begitu melihat interior kamar yang di dominasi dengan warna hitam putih, sesuai dengan warna favoritnya.

"Lo suka?" Bintang mengangguk dan tersenyum menatap Bumi, Bumi ikut tersenyum melihatnya.

"Jadi lo juga suka dong ama yang punya kamar?"

"Yang punya kan gue, kok gue suka gue sih?" Bintang mengerutkan alisnya bingung.

"Lo bego banget sih Bie, udahlah sekarang kita beres-beres sebelum malam." ucap Bumi kesal.

Raut wajah bingung terpatri di wajah Bintang, ia tak mengerti ucapan Bumi. Dia malah memperhatikan Bumi yang kini mendengus kesal sambil mengeluarkan beberapa barang dari kardus. Bintang cekikikan sendiri melihat wajah Bumi yang terlihat imut, Bumi menatap ke arahnya dengan tatapan sebal membuat Bintang segera mendekat ke arah Bumi dan ikut membantu Bumi. Keduanya kini tenggelam dalam kesunyian dan kesibukan menata beberapa barang milik keduanya.

Sebuah ketukan di daun pintu menghentikan kesibukan keduanya, Bintang bergegas membuka pintu dan menemukan Mba Sari membawa sebuah nampan berisi dua gelas es jeruk.

"Mba bawa minuman, kalian pasti haus." Bumi segera beranjak meraih segelas es jeruk dan segera meneguknya.

"Doa dulu kali," ujar Bintang juga ikut meraih segelas es jeruk.

"Kalau istri ngomong yah di dengerin Bum." ucap Mba Sari yang membuat Bumi mengerucutkan bibirnya dan kembali melanjutkan acara beres-beresnya. Mba Sari dan Bintang hanya menggelengkan kepala melihat aksi Bumi.

"Ya udah, Mba mau masak untuk makan malam."

"Aku bantu yah." ujar Bintang mengajukan diri alibi agar ia bisa menghindar dari Bumi.

"Gak usah, kamu bantu Bumi aja. Kan kasihan kalau Bumi sendiri, cukup 16 tahun hidupnya dia sendiri alias jomblo." Mba Sari terkekeh dan beranjak keluar dari kamar.

Sedangkan korban omongan tajam dari Mba Sari kini menggerutu tak jelas. Bintang yang melihatnya berusaha menahan tawa.

"Ketawa aja, gak usah nahan, muka lo udah kayak nahan boker." dan pecahlah tawa dari Bintang.

Bagi Bumi kalimat dan kata jomblo itu adalah kata keramat baginya, dia sungguh membenci kalimat itu, kalimat yang membuat semua keluarganya membullynya.

"Jadi benar kalau lo itu JOMBLO selama 16 tahun?" tanya Bintang dengan raut penasaran.

"Lo gak usah nekenin kalimat itu, terus kenapa kalau gue jomblo selama itu?" ucap Bumi sewot.

"Heran aja, kan lo ehem lumayan keren pasti banyak cewek yang mau jadi pacar lo. Bahkan lo bisa jadi playboy," Bumi menatap Bintang sambil menyeringai, ternyata Bintang juga memuji ketampanannya.

"Gue cuma gak mau ngabisin waktu gue untuk hal yang gak penting seperti pacaran,"

"Bilang aja kalau ternyata gak ada cewek yang suka sama sifat lo yang menilai orang dari penampilannya." ucap Bintang sinis.

Bumi mendekat ke arah Bintang dan menatapnya dalam, "Lo salah menilai gue."

"Jadi siapa orang yang mengatakan 'aku gak mau pacaran sama cewek yang giginya ompong, nanti aku di katain pacaran sama nenek-nenek.'?" Bintang membalas tatapan Bumi, kini keduanya tengah terpojok di dinding dengan posisi Bintang yang terhimpit oleh dinding dan tubuh tegap Bumi.

"Sepertinya lo masih dendam sama gue karena pernah nolak lo?" Seringaian kembali tercipta di bibir Bumi.

Bintang tertegun oleh ucapan Bumi, sungguh ia ingin menenggelamkan wajahnya saja daripada harus menahan malu di depan Bumi. Bumi makin mendekatkan tubuhnya pada Bintang hingga tak ada jarak di antara mereka.

"Dan sepertinya lo juga belum lupa sama first kiss kita, atau jangan-jangan lo kangen sama bibir gue?" Bumi tersenyum sinis dan mendekatkan wajah mereka. Bintang menatap mata Bumi dengan tegang dan juga perasaan kalut, ia tak ingin kejadian beberapa tahun yang lalu itu kembali terjadi pada saat ia belum siap akan hal itu.

Bintang bisa merasakan nafas Bumi yang menerpa wajahnya, aroma mint membuat tubuhnya menjadi rileks. Jika sepatah kata saja keluar dari bibir Bintang, ia bisa menjamin jika kedua bibir itu akan saling menyentuh. Bumi kembali menyeringai sebelum menempelkan bibirnya ke bibir Bintang dengan sekejap mata layaknya terpaan angin yang berlalu begitu cepat.

Tubuh Bintang masih menegang dengan mata membulat kaget dengan kejadian yang baru saja terjadi. Bahkan Bintang tak menyadari dirinya sedaritadi menahan nafas, hingga Bumi menyadarkannya.

"Bibir lo rasa strawberry, gue suka." ucap Bumi sambil tersenyum manis dan kembali melanjutkan kegiatannya beberes kamar. Bumi terlihat sangat santai seolah tak ada yang terjadi di antara mereka.

"Bumi!!!" teriak Bintang begitu sadar akan Bumi yang baru saja menciumnya. Bumi tertawa terbahak-bahak melihat wajah Bintang yang merah padam.

Bintang berlari ke arahnya dan melepaskan pukulan bertubi-tubi di tubuh Bumi, bukannya kesakitan malah Bumi merasa geli akan pukulan dari Bintang.

Pintu kamar terbuka lebar menampilkan dua manusia yang satunya sedang bertelanjang dada dan yang satunya menggunakan kaos tanpa lengan dengan wajah yang begitu mirip, siapa lagi jika bukan Revan dan Rehan.

"Bie lo kenapa?" ujar Revan yang membuat pukulan Bintang terhenti dan berbalik menatap Revan, kedua mata Bintang kembali terbelalak melihat pahatan sempurna di perut Revan.

"Bie are you okay?" Revan kembali mengajukan pertanyaan begitu tak mendapat respon dari Bintang.

Pemandangan yang tengah di saksikan oleh Bintang kini harus di gantikan oleh telapak tangan yang pemiliknya adalah suaminya sendiri. Bumi kini berdiri di hadapan Bintang dan menatap Bintang tajam setajam laser.

"Kenapa mata lo belo lihat badan Epan? Badan gue gak kalah bagus kok dari Epan dan lo gak sampai ngeces pas liat badan gue?" tersirat sebuah kecemburuan dalam nada bicara Bumi, Revan dan Rehan hanya tersenyum dan kembali keluar dari kamar meninggalkan kedua pasangan baru tersebut.

Dengan refleks Bintang menyeka bibir dan dagunya untuk menjaga-jaga cairan bertengger di sana. Bumi masih menatapnya dengan tajam, dengan perlahan Bumi membuka kaos yang melekat di tubuhnya. Dan kembali mata Bintang di suguhi pahatan Indah yang mengagumkan itu.

Bumi meraih jemari Bintang dan meletakkannya di perutnya yang terdapat pahatan itu, Bintang kembali menahan nafas saat kulit jemarinya menyentuh pahatan tersebut. Salahkan obsesi Bintang pada perut berbentuk pahatan.

"Lo gak boleh belo lihat perut Epan ataupun Ehan karena lo punya perut gue yang bisa lo pandangin bahkan lo sentuh kayak gini." dengan refleks Bintang menganggukkan kepalanya membuat Bumi tersenyum sumringah.

(BS #1) BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang