Hati Bintang sedikit tidak tenang, ia masih memikirkan nasib sahabatnya Annabeth. Selalu seperti ini jika Annabeth sudah melibatkan hati, pasti ia adalah orang pertama yang terluka. Mungkin Tuhan telah menyiapkan seseorang yang terbaik untuknya, Bintang sangat mengharapkan itu.
Bumi sedikit mengkhawatirkan Bintang yang sedaritadi diam sejak kepulangan mereka dari bandara dan ini sudah menunjukkan pukul sebelas malam, mau bagaimana lagi ia tak bisa memaksa Revan untuk menerima Annabeth. Mau bagaimanapun mereka sama, hanya ingin menjalin hubungan dengan izin dan atas nama Allah.
"Ikhlasin aja Bie, cukup berdoa untuk Annabeth semoga dia bisa mendapatkan laki-laki yanh bisa menjaga dia," ujar Bumi yang di aamiini Bintang dalam hati. Permintaan paling tulus dari hatinya.
"Toh dia juga masih muda banget Bie, sayang banget kalau dia down cuma gara-gara gue." kata Revan yang mendapatkan lirikan sinis dari Bintang.
Revan terlihat kesal, "lirikannya santai aja Bie." katanya yang membuat Bintang makin melototinya.
"Oke gue salah sorry," ujar Revan membuat Bintang berhenti melakukan aksi kekanakannya.
Bintang menghela nafas, "gue hargain pilihan lo, cuma gue ngerasa lo berdua tuh jodoh."
Bumi menggeleng pelan, "jodoh ataupun tak jodoh cuman Allah yang tahu Bie,"
"Betul kata Bumbum, mending lo mikir yang lain aja. Lupain tentang gue sama Annabeth, gue sangat yakin suatu hari nanti dia akan bahagia tanpa gue." kata Revan yang di setujui Bumi.
Bintang bangkit dari sofa, "fine kalian berdua menang, tapi jangan harap restu gue kalau one day lo sama dia berjodoh." ia berjalan meninggalkan mereka berdua.
Bumi dan Revan hanya diam saling menatap, geleng kepala lalu tertawa bersama. Mereka tak menyangka jika seorang Bintang masih mempertahankan sifat childish-nya sampai saat ini.
"Istri lo nyeremin ya, ngapain juga gue butuh restu dia." Revan ngakak, Bumi apalagi.
"Kayaknya Bintang beneran dendam sama lo Pan, sampai ngomong kayak gitu segala."
Revan menghentikan tawanya air matanya saja sampai menetes, "dan omongannya gak akan kejadian,"
"Ya dan lo masih ngarepin Kinah, selamat bergalau ria Epan." Bumi meninggalkan Revan, satu hal yang bisa Revan tangkap dari perkataan Bumi yaitu tak suka. Sepertinya Bumi sudah tak menyimpan respect pada Zakinah sebagai seorang wanita idaman Revan.
Sepertinya ini sebuah teguran agar Revan segera melupakan Zakinah, makin susah saja jalan Revan untuk bersama Zakinah. Bumi saja tak suka apalagi kedua orangtuanya, duh Revan mesti memikirkan banyak cara untuk mendapatkan restu mereka.
"It's time to moving on Pan!" serunya memberi semangat pada dirinya sendiri.
***
Bumi mendekati Bintang yang sedang berbaring sambil mengunyah coklat, sepertinya ia baru tahu kebiasan baru istrinya jika sedang kesal.
"Muka di kontrol dong," ujarnya membuat Bintang menatapnya nyalang.
"Jangan mancing yah, gue kesel sama kalian para cowok!"
Bumi menggaruk tengkuknya, sepertinya ia akan selalu salah untuk saat ini. Aish apa iya istrinya sedang mengalami sindrom pra-menstruasi sesuai artikel yang ia baca tentang 'cara mengenal istri lebih baik'. Alamak semua kesalahan akan di timpakan kepada dia.
"Maaf honeybie,"
"Diem!" tuh kan Bumi salah lagi.
"Kan yang salah Epan, kok gue ikutan di salahin," ujar Bumi tak terima, emang benar yang salah Revan tapi kenapa ia ikut kena.
Bintang berhenti mengunyah coklatnya dan memutuskan menatap Bumi, "lo fikir gue gak denger pas lo berdua ngetawain gue sampe ngakak? Pokoknya malam ini lo tidur di luar!"
'Mati gue.' batin Bumi nelangsa.
Bintang menyeret uh bisa di bilang mendorong tubuh Bumi agar keluar dari kamar, dengan Bumi yang masih memohon-mohon untuk bisa tidur sekamar dengan Bintang.
"Gak, tidur sana sama sekutu lo."
Ingatkan Bumi untuk tak mencari masalah dengan Bintang yang galaknya ngalahin hyena.
Mau tak mau Bumi melangkah menuju kamar yang berada tepat di hadapan kamarnya, dengan ogah-ogahan dia mengetuk pintu. Butuh beberapa menit menunggu akhirnya pintu terbuka oleh Rehan dengan mata yang masih terpejam, Bumi melangkah masuk meninggalkan Rehan yang masih saja berdiri di depan pintu. Bumi semakin kesal melihat tersangka utama penyebab ia harus mengungsi ke sini, tak lain dan tak bukan Revan yang tengah tertidur dengan wajah paling tenang.
Enak saja Revan bisa tertidur nyaman sedangkan ia harus nelangsa seperti ini. Kekesalannya semakin meningkat melihat Rehan yang masih berdiri di posisinya, ia bangkit dan segera menyeret Rehan kembali ke atas kasur.
'Duh punya saudara kok macam gini ya.'
Ia kan akhir-akhir ini sudah merasa sangat nyaman tidur dengan Bintang dan mereka harus terpisah membuat Bumi merasa sedikit kehilangan.
"Lah kok lo di sini Bum?" tanya Rehan yang setengah sadar.
"Gue di usir dari kamar karena kembaran lo," jawab Bumi masih terlihat kesal.
Seketika mata Rehan terbuka lebar, "kok bisa?" tanyanya dengan penasaran.
"Bintang dengerin gue ikut ngetawain dia bareng Revan, jadilah gue di usir."
Rehan bukannya memberi dukungan malah melakukan sebaliknya yaitu menertawakan Bumi, dasar suami sieun istri!
"Selamat bro lo jadi susis," ucap Rehan menyalami Bumi.
Bumi mengernyit bingung, "Susis?" tanyanya tak paham.
"Suami sieun istri!" Rehan tertawa terbahak-bahak, Bumi mengumpat.
***
Sorry untuk part yang sedikit ini dan sepertinya tak masuk akal, juga karena hanya memuat 700an words, no edit ya maafkeun typo. Jang lupa vote dan comment untuk Mas Bumi, HoneyBie, Revan, Rehan dan Annabeth.
Makasih. Assalamualaikum,Ya'
01.51 a.m WITA
KAMU SEDANG MEMBACA
(BS #1) B
Teen Fiction| status: selesai | Bumi suami Bintang, Bintang istri Bumi. Mereka harus menikah di usia 17 tahun. Ini bukan hanya cerita tentang Cinta, tapi di sini juga ada beberapa cerita tentang keluarga.