Aku ingin bertanya padamu, tuan masa lalu.
Apa kau sering memikirkanku kala bersamanya?
Aku rasa tidak.
Apa kau melihat dirinya sebagaimana dulu kau melihatku?
Aku rasa tidak.
Apa kau masih mengingat potongan-potongan kenangan kita?
Aku rasa tidak.Jawab aku tuan,
Apakah masih ada semburat rasa rindu yang menusuk relung hatimu?
Entahlah, aku tidak tau.
Apa kau tidak bosan memasuki pikiranku?
Ah tidak, itu bukan salahmu. Itu salah diriku sendiri.Katakan padaku tuan,
Bagaimana caranya kau melupakan aku?
Saat, aku masih berdiri di sini menunggumu yang sudah menjadi miliknya.
Katakan padaku tuan,
Bagaimana bisa kau bersikap layaknya kita tak pernah bersama?Satu hal lagi.
Ajari aku tuan,
Ajari aku bagaimana caranya untuk berhenti menunggumu.
Ajari aku bagaimana caranya untuk berhenti merindukanmu.
Ajari aku bagaimana caranya untuk berhenti mengharapkanmu.
Ajari aku untuk menghentikan perasaan ini.
Dan,
ajari aku untuk melupakanmu, sebagaimana kau melupakan aku,
kemudian pergi bersamanya.Dari nona masa lalu, yang tak pernah jadi milikmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetesan Pena
PoetryAku memilih berkata-kata walau tak mengucap sepatah katapun. Aku memilih kertas dan pena, sebagai sahabatku. Aku memilih sajak dan puisi untuk mengekspresikan perasaanku. Dan, aku memilih, tetesan-tetesan pena sebagai air mataku. #74 dalam Poetry 30...