Mentari malu menunjuk diri
Aku duduk termangu
Sibuk menerka-nerka
Arti akan nerakaSetapak demi setapak aku melangkah
Mencari yang hilang dalam arah
Aku mengadah
Menatap langit biru yang indah.Samudera terkikis
Langit meringis
Dan hutan menangis.
Tetapi adalah milikku
Karna Ia kekasihku.Aku berteriak, sebut nama-Nya.
Namun di mana?
Di mana rupamu?
Sunyi suaramu
Sayup kurasa akan kasihmuTetapi menusuk relung, masuk ke dalam jantung
Lihatlah!
Dunia yang cerai-berderai
Aku rindu padamu
Wahai kekasihku.Menangis aku
Teringat fasik yang membelenggu batin
Jangan cari aku
Karena aku sibuk menelisik
Rintik-rintik kasihmu.Orangan sawah dalu akan cahaya
Tak henti
Tak gentar
Sesat akalku
Gaib dalam kelamLuka-luka di jiwaku
Kau tarik
Kau cabik
Buta ragaku
Haus jiwakuWahai kekasihku
Remuk aku
Di peluk rindu yang membenalu
Mabuk dalam bayang jiwamuWahai kekasihku
Peluk aku
Kunyah khilafku
Bawa aku pulang bersamamu

KAMU SEDANG MEMBACA
Tetesan Pena
PoesíaAku memilih berkata-kata walau tak mengucap sepatah katapun. Aku memilih kertas dan pena, sebagai sahabatku. Aku memilih sajak dan puisi untuk mengekspresikan perasaanku. Dan, aku memilih, tetesan-tetesan pena sebagai air mataku. #74 dalam Poetry 30...