Aku berikan hatiku yang utuh padamu, Tuan.
Namun kau retakan hati itu.
Baiklah, tak apa.
Aku berikan lagi hatiku yang telah retak itu, Tuan.
Namun kau jatuhkan dan pecahkan lagi hati yang retak itu.
Dan patahlah hati itu.
Tak apa, Tuan.
Akan ku perbaiki hatiku sendiri.
Ku berikan lagi hati yang telah patah itu.
Namun kau membanting dan membuangnya.
Berubahlah patahan itu menjadi kepingan.Oh Tuan,
Aku rasa kali ini kau keterlaluan.
Tapi tak apa, Tuan.
Aku masih tetap mencintaimu.
Sekali lagi,
Kuberikan hati yang sudah menjadi kepingan itu padamu.
Namun hasilnya sama,
Masih kau campakan dengan kejamnya.
Hingga berubahlah kepingan itu menjadi butiran.
Aku persembahkan lagi butiran itu padamu.
Kau diam dan menatapnya.
Bagaimana bisa kau menghancurkan butiran-butiran hati?
Yang tersisa dari hatiku hanyalah butiran.
Dan kau tak kuasa untuk menyakiti butiran itu.Aku telah memberimu seluruh hatiku,
Namun sekarang tak tersisa lagi.
Tak apa Tuan,
Teruslah menyakitiku.
Aku masih akan tetap mencintaimu.
Dengan butiran yang tersisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetesan Pena
PoesiaAku memilih berkata-kata walau tak mengucap sepatah katapun. Aku memilih kertas dan pena, sebagai sahabatku. Aku memilih sajak dan puisi untuk mengekspresikan perasaanku. Dan, aku memilih, tetesan-tetesan pena sebagai air mataku. #74 dalam Poetry 30...