Prolog

10.1K 304 12
                                    

'Hidup memang tak seindah yang diharapkan, karena hidup itu realita, bukan ekspetasi.'

Pagi itu, Reava mengayuh sepedanya pergi ke sekolahnya. Dia mengayuh lumayan cepat walaupun saat itu masih termasuk cukup pagi untuk masuk sekolah. Reava memiliki alasan untuk pergi sepagi itu. Dia akan mengirimi, oh bukan... Memasukkan suratnya di loker Reova -aktor muda kenamaan yang satu sekolah dengannya- seperti yang ia lakukan setiap harinya.

Dia tidak peduli apakah aktor muda itu akan bosan melihat suratnya atau hanya sekedar melirik surat Reava tanpa berniat membacanya, atau malah Reova akan membuangnya. Dia tidak peduli akan hal itu. Dia hanya berharap, performa Reova di dunia drama itu terus bersinar. Cukup dengan hal itu, dia akan senang.

Sesampainya di sekolahnya, Jansen International School, atau disingkat JIS, Reava memarkir sepeda kayuhnya di parkiran dan masuk ke kelas Reova, kelas 12 IPA-2. Dia memasukkan surat itu di loker meja Reova, lalu dengan langkah seribu, dia langsung pergi, sambil melihat ke kanan dan ke kiri, memastikan bahwa tidak ada orang yang melihatnya berada di kelas Reova.

Reava Valerie Stephanie, seorang gadis berusia 17 tahun yang sekarang menginjak kelas 11, atau kelas 2 SMA. Dia hanyalah seorang gadis biasa yang hidup sebatang kara, sebenarnya tidak benar benar sebatang kara. Dia memiliki kakak kandung laki laki yang juga merupakan seorang aktor kenamaan, Alvin Vian Stevano. Kakaknya yang berumur 20 tahun itu meninggalkannya dengan tujuan untuk berkarier dan menghidupi kebutuhan mereka berdua. Namun apalah daya, kakaknya itu tidak lebih dari seorang pembual, atau diistilahkan dengan kacang yang lupa pada kulitnya. Kakaknya meninggalkannya dengan begitu mudahnya dan tidak kembali lagi saat dia sudah sukses seperti saat ini. Bahkan, kakaknya mengklaim, bahwa dirinya hidup sebatang kara, tanpa siapapun, saat ditanya oleh salah satu reporter teleivisi swasta. Reava tidak peduli. Lupakan saja kakaknya itu dan berharap saja kakaknya tetap memepertahankan kariernya.

Selain itu, Reava ditinggali sebuah rumah kecil, yang baginya masih bisa menampungnya karena dia hanya tinggal sendiri. Jangan bayangkan itu kumuh dan sebagainya, rumah itu kuat bertahan dalam segala cuaca, minimalis tetapi nyaman. Mungkin itu yang menggambarkan rumah kecilnya.

Reava melangkah menuju koridor kelas 11 dan masuk ke dalam kelasnya yang masih sepi tanpa satu orang pun, kelas 11 IPA-3. Dia duduk di bangku paling belakang. Gadis berkulit putih, bermata coklat, dan berambut coklat itu melamun menatap papan tulis. Dia berpikir, kenapa dia harus melakukan hal hal tidak berarti dengan terus menerus mengirimi surat pada Reova? Sementara Reova tidak tau siapa, bahkan mungkin tidak peduli sedikit pun dengan itu.

Reava memang seperti gadis lainnya, dia menyukai Reova. Tetapi dia cukup tau diri untuk bercermin. Dia bukan dari kalangan yang sama dengan Reova, jadi hanya berharap saja kemungkinan Reova menyukainya itu ada.

"Woii!!! Ngelamun mulu." Reava menoleh ke sampingnya, dan disana sudah ada Olivia yang duduk, dan di depannya ada Evelyn yang duduk di bangkunya.

"Hehehe.. Maaf maaf." Reava meringis.

Olivia Victoria Jansen, gadis blasteran Indo-Jerman ini lahir di Jerman. Dia memiliki mata biru, tubuh tinggi dan langsing, serta rambut panjang yang bergelombang berwarna hitam. Sesuai namanya, Jansen... Dia adalah putri pemilik sekolah ini. Tidak heran jika dia adalah most wanted di sekolah ini. Dia juga baik dan murah senyum pada semua orang.

Evelyn Livia Ferdinand, seorang gadis dari kalangan yang sama dengan Reova, dia adalah model dan aktris muda di Indonesia. Dengan uangnya sendiri, gadis ini mampu membeli apartemen yang terpisah dari rumah keluarganya. Walaupun rumah keluarga Ferdinand sudah besar -karena ayah Evelyn adalah pemilik perusahaan besar yang bergerak di bidang furniture yang sudah di seluruh dunia- Evelyn memilih untuk tinggal sendiri di apartemen dari hasil keringatnya itu.

Reova & ReavaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang