3. Davi punya pacar

12.2K 1.1K 11
                                    

Deva membuka matanya perlahan setelah di dengarnya suara air mengalir dari arah kamar mandi yang teletak di samping kamarnya. Sebelum lelaki itu bangun untuk memastikan, Deva melirik jam beker di atas nakasnya yang menunjukkan jam 2 pagi. Lelaki itu pun berjalan keluar kamarnya dan mengetuk pintu kamar mandinya.

"Dav, ini lo?" Serunya yang tidak mendapatkan jawaban sama sekali. Deva pun kembali mengetuk pintu kamar mandi itu "Dav, lo gak apa-apa kan?"

Tiba-tiba pintu kamar mandi itupun terbuka, Deva langsung di suguhkan dengan raut wajah Davi yang pucat pasi dan rambut yang acak-acakan. Meski berusaha terlihat tenang, tidak ia pungkiri kalau dirinya di landa rasa cemas seketika.

"Lo gak apa-apa?" Tanya Deva sambil merangkul tubuh Davi, membantu anak itu keluar dari kamar mandi.

Bukannya menjawab, Davi justru berkata, "Gue tidur sama lo boleh gak? Gue janji gue gak akan mimisan atau muntah lagi di kasur lo."

Deva berdecak, "Mau lo mimisan atau muntah sebanyak apapun di kamar gue, gue gak akan ngelarang lo buat tidur sama gue." Deva pun menuntun tubuh lemas Davi menuju kamarnya.

Deva membaringkan tubun Davi di atas ranjangnya, menutupi tubuh lelaki itu dengan selimutnya. Kemudian Deva ikut berbaring di sampingnya. Serasa seperti dejavu. Ini adalah kedua kalinya Davi bersikap manja kepada Deva, biasanya anak itu akan sok kuat di hadapan saudaranya. Namun berbeda saat dirinya merasa berada pada titik terlemahnya. Saat ia merasa hidupnya sudah tak penting lagi.

"Hal terakhir yang gue mau sebelom gue mati, gue harus ada di samping lo Dev." Meski sudah pernah mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Davi, namun kalimat itu masih bisa menohok hati Deva, membuat dadanya sesak.

"Sayangnya, kalo lo berada di samping gue. Gue gak akan biarin lo mati Dav."

***

"Lo, bisa gak sih sehari aja gak bikin panik." Davi tersenyum lemah sambil memandangi seorang gadis manis berambut panjang yang kini duduk di atas kasur, persis di hadapannya.

Namanya Bianca, Davi sering memanggilnya Bian. Malah terkadang Davi sering menggoda anak itu dengan memanggilnya Baby. Sebenarnya wajar saja, karena memang mereka adalah sepasang kekasih. Namun Bianca menolaknya keras, ia tidak suka hubungan yang terlalu 'menye' seperti itu. Baginya pacaran bukan lagi ajang mesra-mesraan seperti anak kecil. Bianca lebih suka kalau mereka berpacaran layaknya orang dewasa. Gadis itu benar-benar serius dengan Davi, meski tak tau bagaimana nantinya hubungan mereka.

"Ya gimana, cowok lo emang penyakitan hehe." Davi terkekeh, ucapannya itu memang benar adanya, namun ia mengatakannya hanya sebagai candaan semata.

Raut wajah Bianca pun berubah tak enak, keningnya mengerut dan tatapan matanya meruncing menatap Davi, "Gak lucu."

Lelaki itupun tertawa sambil memperhatikan Bianca. Anak itu masih mengenakan seragam lengkap sekolah mereka. Dan sekarangpun masih jam 9 pagi, Davi dapat menyimpulkan kalau Bianca bolos sekolah lagi untuk menemuinya. Meski terlihat cuek, Davi tau kalau Bianca menyayanginya.

"Kenapa pake acara bolos sih Bi?" Tanya Davi langsung membuat gadis itu menunduk dan memandangi pakaiannya sendiri. Sangking terkejutnya, begitu mendengar kalau Davi sakit. Anak itu langsung pergi begitu saja dari sekolah, mengendarai motor maticnya dan menuju ke rumah Davi. Bahkan tasnya masih berada di sekolah.

"Ya gue paniklah." Ujarnya jutek, namun membuat lelaki di hadapannya gemas. Tangan kanan Davi pun bergerak untuk mencubit pipi Bianca. Yang langsung di tepis gadis itu, begitu pipinya terasa nyeri. "Apaan sih cubit-cubit."

"Lo gemesin banget tau Bi. Rasanya mau di jadiin hak milik seutuhnya."

"Alay." Jawabnya singkat kemudian memalingkan wajahnya dari tatapan Davi.

Di sela-sela obrolan mereka, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamar Davi yang sebenarnya sudah terbuka. Baik Davi ataupun Bianca pun langsung menoleh keasal suara. Mereka pun melihat Deva yang memasuki kamar Davi sambil membawa mangkuk berisi bubur buatan Bi imah dengan senyum jahil di bibirnya.

Deva memang sengaja membolos untuk menemani Davi. Om Juan hari ini ada jadwal pekerjaan yang tak bisa di tinggal. Dan meskipun di rumah ada Bi Imah, tetap saja Deva tidak tenang jika meninggalkan Davi di rumah. Apalagi setelah mendengar omongan melantur dari anak itu tadi malam.

"Ca, si Davi belom makan nih. Suruh makan dong." Ucap Deva dengan cengiran khasnya sambil menyodorkan mangkuk tersebut kepada Bianca. Bianca pun langsung melayangkan tatapan mematikannya kearah Davi yang matanya membulat sambil memandangi Deva.

Baru saja Bianca ingin mengomel panjang, namun Davi sudah terlebih dahulu membuka mulut. "Lo gila ya Dev? Gue udah makan tadi." Terdengar nada kesal dari ucapnnya.

Memang tadi Davi sudah makan 1 mangkuk full, dan habis sebelum Bianca datang. Namun Entah kenapa Deva sedang ingin menjaili adiknya itu, terlebih lagi saat kekasihnya ada di sini. Jadilah ia mengarang cerita kalau Davi belum makan.

"Udah lo gak usah boong. Ayo makan, gue suapin." Bianca pun menyodorkan sendok kearah mulut Davi, awalnya lelaki itu memang menolak, namun melihat wajah Bianca yang seolah ingin memangsa manusia itupun lantas langsung membuatnya membuka mulut.

Deva pun langsung bergegas lari meninggalkan kamar Davi begitu melihat wajah nelangsa adiknya yang benar-benar membuatnya ingin tertawa terbahak-bahak.

The Other HalfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang