Setelah melakukan pemeriksaan yang ternyata memang benar adanya kalau ginjal Davi mengalami gangguan karena efek obat yang dosisnya cukup tinggi yang selama ini ia minum, juga karena obat kemo yang keras. Hal itu cukup bisa di wajarkan oleh dokter Hadi, tapi Winda tetap saja menangis mendengarnya. Davi terus meyakinkan Mamanya itu kalau ia baik-baik saja sampai Winda akhirnya merasa lebih tenang.
Namun saat Davi pulang dari rumah sakit yang memang sudah menunjukan pukul 6 sore itu. Tiba-tiba laju mobil yang di jalankan oleh Deva berbeda dengan arah pulang. Davi yang menyadari itu pun langsung menoleh ke depan menatap Deva yang ternyata sedang meliriknya dari spion dalam.
"Kita mau kemana?" Tanya Davi kemudian kembali mengalihkan pandangannya keluar jendela dan melihat suasana jalan yang terlihat kurang familiyar di mata Davi. Tentu saja karena anak itu tak pernah kedaerah sana.
"Wonderland." Jawab Deva dengan senyuman miringnya. "Lo minta Disneyland, gue kasih wonderland." Tambahnya sambil melirik Davi dari kaca spionnya sekilas kemudian kembali memberikan fokusnya melihat jalan.
Papa yang berada di samping jok pengemudi itupun menoleh ke belakang, tersenyum menatap Istrinya yang sudah tau tentang rencana Deva hari ini.
"Wonderland apaan sih? Emang gue alice?" Tanya Davi kebingungan terlebih saat jalanan lebar itu seiring berjalannya waktu tiba-tiba berubah menyempit dan berubah menjadi jalanan sempit yang jika saja dari arah berlawanan ada mobil yang akan lewat, maka kedua mobil itu akan stuck di tempat. Salah satu harus mengalah agar mereka bisa lewat.
Deva memang mendengar ucapan Davi. Namun ia tak menjawabnya. Ia lebih memilih fokus menyetir sambil sesekali tersenyum, membayangkan ekspresi wajah Davi nanti.
Hingga mereka pun keluar dari jalanan sempit itu, Deva memutar kemudinya ke kiri, dan tak jauh dari sana ia langsung memutar lagi setirnya kearah kanan dan berhenti di depan sebuah lapangan besar yang terbentang luas dengan berbagai arena permainan yang memiliki lampu warna-warni berada di hadapannya.
Davi menganga lebar, tidak percaya dengan apa yang di lihatnya sekarang. Dulu sewaktu kecil, ia ingat sekali kalau ia merengek minta diizinkan untuk pergi ke pasar malam yang saat itu buka di dekat rumahnya. Namun karena kondisinya yang tidak memungkinkan dan juga angin malam yang tak baik untuk tubuh kecilnya saat itu, membuat Davi akhirnya harus menelan realita bulat-bulat.
Tak ia percaya kalau dirinya benar-benar berada di sini, bersama seluruh keluarganya.
Deva pun menurunkan rem tangannya kemudian menoleh ke belakang menatap Davi, "Welcome to wonderland."
dan Davi pun tersenyum.
***
Terbilang sudah 2 jam mereka berada di sana. Bersenang-senang. Memakan gulali berukuran besar. Menaiki hampir semua wahana yang berada di sana bahkan memasuki rumah hantu yang bagi Davi lebih seram dari pada rumah hantu lainnya yang pernah ia masuki. Teriakan Davi bahkan benar-benar melengking di dalam sana mengalahkan jeritan Mamanya. Sampai-sampai Deva yang tak takut sama sekali berkali-kali tersentak kaget dan menutup telinganya sendiri.
Davi menarik gulali yang tinggal sedikit di tangannya, duduk di sebuah bangku yang cukup tinggi hingga kakinya menggantung dan anak itu menggerak-gerakannya sambil melihat Deva dan Papanya yang sedang memaiki ombang ambing. Ayahnya itu sudah berteriak berkali-kali sejak tadi. Sementara Deva berusaha stay cool, padahal ia ketakutan juga. Sehingga ekspresinya terlihat lucu.
"Seneng Dav." Tanya Winda yang berada di sampingnya membuat Davi menoleh, "Banget." Jawabnya membuat Winda ikut tersenyum.
"Maaf ya gak bisa ngajak ke Disneyland. Gak di bolehin sama dokter Hadi." Ucap Mamanya jujur. Memang Winda sempat menanyakan apakah Davi boleh pergi keluar negeri barang sebentar saja. Namun Dokter Hadi langsung melarangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Half
Teen FictionIni hanya tentang si kembar Davi dan Deva. Dimana yang satu berjuang untuk hidup dan yang satunya lagi tak ingin kehilangan