Lelaki berjas putih itu masih mumet di tempatnya, memeriksa berbagai dokumen penting yang harus di baca dan di pelajarinya sebelum ia menjelaskan di depan orang-orang yang tentunya akan menagih penjelasan. Lelaki itu berdeham sebelum menyesap kopinya lagi. Meski sudah larut malam, namun lelaki itu masih enggan untuk pulang. Padahal besok adalah acara penikahannya sendiri, namun lelaki itu nampak tidak peduli.
Keheningan yang berlangsung selama beberapa jam itu akhirnya terpecah saat ponselnya yang berada di atas meja menyala dan mengeluarkan nada dering panggilan masuk yang sudah di kenalinya. Lelaki itupun melirik ponselnya.
Fabian Nova calling..
Bukannya langsung menjawab, lelaki itu malah mengacuhkannya begitu saja, bahkan ia berdecak dan berkata, "Ck, ganggu aja sih."
Selang 5 menit kemudian, ponselnya kembali berdering, terus-terusan dengan nama panggilan yang berbeda-beda. Leonadh Galuh, Javier Alexandria, Mama cantik, Pak Bos, bahkan Milea istri dari Javier itu ikut-ikutan menelponnya. Namun Deva masih saja acuh dan tak ingin mengangkat telponnya. Ia masih sibuk dengan hasil tes pasien-pasiennya.
Hingga nama itupun muncul, membuat Deva gelagapan dan panik. Ia tau pasti gadis itu akan mengomel panjang lebar atau bahkan menghampirinya jika Deva tak mengangkat telponnya sekarang juga.
Bianca Aurelia calling...
Dengan sigap, Deva pun mengangkat telponnya. Ia bahkan berdiri dan mondar-mandir di depan meja kerjanya saat suara Bianca terdengar, "Eh setan, dimana lo? Bisa-bisanya gak ngangkat telpon orang-orang! Lo gak angkat telpon yang di teror gue tau!"
Deva berdeham sambil membenarkan posisi kacamatanya, "Di jalan Ca, sumpah gue gak boong." Jawab Deva berbohong.
"Makin jago ya lo bohongnya, jadi gemes gue."
"Cubit dong kalo gemes." Canda Deva dari ujur telpon, membuat Bianca geleng-geleng kepala, semakin mirip saja anak itu dengan Davi. "Iya entar gue cubit, tapi pake tang, mau?" Deva bergidig ngeri mendengar ucapan Bianca.
"Udah buruan keluar, pegel nih gue." Ucapan Bianca pun langsung membuat Deva kebingungan sendiri. Setelah lulus SMA, Bianca mengambil kuliah Fashion design di luar negeri dan anak itu hanya pulang kalau liburan atau hari-hari penting, semisal ulang tahun kedua orang tuanya, ulang tahun Deva dan juga ulang tahun Davi.
Setiap tahun Bianca selalu pulang saat ulang tahun Davi. Tidak peduli jika dosennya galak ataupun ia sedang ujian, Bianca pasti akan langsung pulang begitu saja tak memperdulikan apapun lagi.
Jadi wajar saja kalau Deva terkejut sekarang, karana ia tau, hari ini tidak ada yang ulangtahun, dan Binaca pun tak sedang berlibur. Jadi mengapa gadis itu berkata kalau ia ada di depan ruangan Deva?
"Jago banget boongnya, jadi gemes." Ucap Deva membalikan ucapan Bianca karena ia tak percaya sama sekali kalau Bianca berada di indonesia saat ini.
Namun tiba-tiba pintu cokelat ruangannya itu terbuka begitu saja, sebuah kepala menyembul ke dalam membuat Deva terkejut bukan main. "Eh! Buruan gue pegel." Ucapnya sambil memperlihatkan wedges di kakinya.
"Loh kok? Lo bisa..? Kok..? Gimana..?" Deva kehilangan kata-katanya. Bahkan sangking terkejutnya, lelaki itu sampai belum menurunkan ponselnya, padahal sambung telpon itu sudah di matikan oleh Bianca.
Gadis itupun mendorong pintu cokelat itu dan melenggang masuk mendekati Deva yang justru malah mundur teratur, seolah yang berada di hadapannya adalah Jin yang menyerupai Bianca. Benar-benar membuat Bianca kebingungan, "Lo kenapa mundur-mundur sih? Sok banget lo, biasanya juga langsung meluk."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Half
Teen FictionIni hanya tentang si kembar Davi dan Deva. Dimana yang satu berjuang untuk hidup dan yang satunya lagi tak ingin kehilangan