8. Deva sakit hati

9.1K 764 11
                                    

Come on skinny love what happens here?

Seusai Davi mematikan sambungan teleponnya, ia langsung meminta Deva untuk memberikannya pain killer. Kepalanya sakit lagi, tentu saja karena lelaki itu banyak pikiran. Terlebih karena pertengkarannya dan Bianca barusan.

Deva memang mendengar jelas Davi mengatakan kalo ia ingin putus dengan Bianca. Namun Deva menahan dirinya untuk bertanya. Ia ingin Davi setidaknya tenang dulu, agar kondisinya kembali pulih.

"Jangan banyak mikir Dav." Ujar Deva begitu memberikan minum kepada Davi.

Davi menggerakan tangannya untuk memijit pangkal hidungnya sambil memejamkan mata. Membuat Deva berubah khawatir. "Gue panggil dokter ya?"

"Jangan mulai lebaynya." Kata Davi masih dengan mata terpejam.

Deva pun menyingkirkan tangan Davi dan mulai memijiti kepala adiknya itu. "Lo tidur aja, istirahat." Ucapnya yang langsung di balas anggukan kepala.

Perlahan namun pasti tubuh Davi pun melemas dan akhirnya jatuh pada mimpinya. Deva pun berhenti memijit. Di pandangnya wajah Davi yang damai sambil berkata, "Sembuh dong Dav."

***

Deva baru saja menutup ruang rawatnya begitu ia mendapati Bianca yang terduduk di lantai, melipat kakinya di depan dada persis di samping pintu cokelat itu. Deva terkejut. Lalu buru-buru berjongkok di hadapan gadis itu.

"Astaga, lo ngapain di sini?" Kata Deva sambil memandangi Bianca yang menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangan dan kakinya.

Gadis itu tidak menjawab, jadi Deva kembali membuka mulut. "Ca, lo mau ketemu Davi?" Berbeda dengan Davi, Deva lebih seding memanggil Bianca dengan nama kecilnya, Caca.

Akhirnya Bianca pun mengangkat kepalanya. Sekarang Deva bisa melihat jelas wajah gadis itu yang pucat, matanya merah bahkan air mata masih mengalir di kelopak matanya. Dari pakaiannya Deva tau kalau Bianca hari ini tidak sekolah, membolos untuk pergi ke sana.

"Davi mutusin gue." Suaranya bergetar karena tangisan.

Deva pun langsung mengelus lengan Bianca mencoba menenangkan, "Dia lagi emosi aja kali. Dia kan emang begitu kalo lagi ngambek."

Sebenarnya bukan hal baru kalau Davi dan Bianca berpisah. Setiap kali Davi ngambek ataupun cemburu, pasti lelaki itu dengan mudahnya mengatakan putus. Pikiran Davi memang seperti anak kecil. Ia tidak pernah berpikir panjang. Tapi biasanya itu hanya bersifat sementara karena setelahnya anak itulah yang minta balikan.

"Tapi tadi dia serius banget ngomongnya Dev, lo denger kan tadi dia marah-marah?"

Deva pun menganggukan kepalanya. "Iya sih. duh gimana ya. Apa lo mau ketemu dia aja? Biar selesai masalahnya. Tapi dia baru tidur sih. Tadi kepalanya sakit." Tutur Deva menjelaskan, justru membuat Bianca makin merasa bersalah.

"dia pasti kepikiran. Ini salah gue Dev. Maafin gue.. Maafin gue."

Melihat gadis itu semakin kencang menangis. Deva pun tanpa aba-aba langsung membawa gadis itu kedalam pelukannya dan mengusap punggungnya agar ia bisa lebih tenang. "Sshh.. Jangan pernah nyalahin diri lo sendiri. Emang Davi yang kondisinya lagi kurang baik Ca."

"Gue gak mau kehilangan dia Dev, dengan alasan apapun. Bahkan kalo semua orang bilang gue egois, gue gak peduli. Gue mau selamanya Davi sama gue. Davi cuma milik gue. Gue mau jaga dia. Cuma gue yang boleh jaga dia." Gumam Bianca di dalam rengkuhan dada bidang Deva.

The Other HalfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang