"Ihh kenapa sih lebay banget. Gue cuma mau liat lo!" Rengek Bianca dari seberang telepon terdengar cukup nyaring membuat Davi menjauhkan ponselnya sementara dari telinga kemudian mendekatkannya lagi begitu suara Bianca tak terdengar.
"Gue belom mandi 3 hari, entar lo pingsan Bi." Alasan yang Davi gunakan saat melarang Bianca untuk datang. Padahal bukan itu alasan yang sebenarnya.
"Bodo amat! Mau lo gak mandi setahun gue juga gak peduli. Gue cuma mau liat lo, udah itu aja. Kenapa sih susah banget! Kesel gue!" Kembali Davi menjauhkan ponselnya dari telinga. Sebenarnya ia tidak tega. Ia tau, di balik sikap jutek dari Bianca, sebenarnya gadis itu benar-benar menyayangi Davi.
"Susah banget lo di bilangin." Sahut Davi.
"Dav, gue serius." Kini suara Bianca melemah, terdengar kecemasan dan keseriusan yang begitu dalam dari nada suaranya.
"Gue khawatir banget." Suara Bianca terdengar sumbang. Ya, gadis itu sudah menangis rupanya. Membuat Davi merasa brengsek, berkali-kali ia membuat Bianca menangis karena kondisi kesehatannya. Meski bukan sama sekali salah Davi, namun ia merasa bersalah. Merasa kalau ia tak bisa membahagiakan Bianca.
Lagi-lagi pikiran itu muncul, Bianca pantas dapat yang lebih baik.
"Cari cowok lain gih Bi, yang jago bikin lo ketawa bukan nangis kaya gue." Kata-kata itu akhirnya keluar lagi dari mulut Davi. Sudah lama Davi tidak berbicara seperti itu. Dulu pernah ia mengatakannya dan membuat Bianca marah besar. Jadi Davi tau betul kalau Bianca kini sedang tertegun.
"Tai lo Dav! Lo udah janji gak bakalan ngomong kaya gitu lagi."
"Lo juga tai Bi. Lo udah janji buat gak nangis karena penyakit gue lagi." Bianca terdiam.
Dulu, saat Davi mengatakan hal itu. Mereka berdua bertengkar hebat hingga akhirnya Biancalah yang mengalah. Gadis itu berjanji untuk tidak menangis lagi dan selalu kuat di samping Davi jika lelaki itu sedang sakit. Asalkan Davi berjanji kalau lelaki itu tak akan mengulangi ucapan yang sama.
Namun sekarang Bianca melanggar janjinya, jangan salahkan Davi kalau ia melanggar janjinya juga.
Tapi kalo di pikir, wanita mana yang tidak menangis mendengar keadaan kekasihnya yang jatuh sakit. Bahkan penyakitnya tidak bisa di anggap remeh dan sudah 3 hari tidak bisa bertemu barang untuk memastikan kalau lelaki itu baik-baik saja. Jangan salahkan Bianca karena ia menangis.
"Maaf, maaf karena gue terlalu sayang sama lo sampe gue gak bisa nahan perasaan gue buat ketemu. Buat pastiin lo okey. Dan maaf karena gue terlalu sayang sama lo. Sampe gue nangis terus karena khawatir. Maaf gue gak bisa jadi yang lo mau. Ma—"
"Shit! Please, stop Bianca!"
"Maafin gue Da—"
"Gue bilang stop!" Suara bentakan Davi langsung membuat Bianca terdiam. Dari tempatnya, bahkan Deva yang masih berada di ruangan itu langsung menoleh kearah Davi.
"Lo okey, Dav?" Tanya Deva akhirnya membuka mulut, ia jadi ikut khawatir melihat Davi marah-marah seperti itu.
Dan dari tempatnya, Bianca pun dapat mendengar cukup jelas suara dari Deva. Lagi-lagi membuat Bianca merutuk dalam hati. Yang di lakukannya malah menambah beban pikiran Davi, seharusnya lelaki itu tak boleh stress dulu.
"Maafin gue, Bianca."
Buru-buru Bianca langsung berbicara, "Enggak, enggak Dav. Gue yang salah. Gak usah di pikiran ya. Kalo lo gak mau gue dateng, gue gak bakal dateng. Sampe lo siap, gue pas—"
"Gue mau putus."
Seketika itu juga dunia Bianca runtuh tak bersisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Half
أدب المراهقينIni hanya tentang si kembar Davi dan Deva. Dimana yang satu berjuang untuk hidup dan yang satunya lagi tak ingin kehilangan