"Now I'm lost in the distance. You look at me like a stranger. Cause how it looks right now to me. Nothing can save us"
•The wanted•Akhirnya Davi di izinkan pulang ke rumah. Kondisinya sudah jauh lebih baik, meski harus tetap beristirahat. Anak itu sudah bisa berjalan dengan benar, berlari , bahkan melompat-lompat saat mengetahui kalau dirinya di izinkan untuk pulang. Dan itu juga yang membuat Deva tau kalau seorang Davi tak mungkin istirahat di rumah. Tidak mungkin.
Namun baru saja mobil Deva berhenti di depan rumah, sebuah mobil berwarna pink yang di kenalinya pun langsung membuatnya terdiam di tempatnya.
"Mobil Revanya bukan sih?" Tanya Bianca yang duduk di kursi belakang, gadis itu memang sengaja datang ke rumah sakit untuk membantu Deva membereskan barang-barang Davi.
"Iya deh kayanya." Timpal Davi setuju. Namun Deva masih terdiam di tempatnya. Rasa-rasanya ia tidak ingin turun.
Tak berapa lama kemudian, Bi Imah keluar dari dalam rumah untuk membukakan pagar. Dengan cepat Davi pun menurunkan kaca jendelanya. "Bi, ada Revanya ya?"
Bi Imah pun mengangguk. Selain Bianca, Bi Imah pun sudah mengenal Revanya karena memang gadis itu sering mengunjungi rumah mereka.
Davi pun turun dari mobil kemudian berjalan kebagian belakang mobil bermaksud menurunkan barang-barangnya. Namun niatnya itu langsung di cegah Deva. Dasar overprotectiv, "Jangan coba-coba! Biar gue aja."
Davi pun hanya mengangkat bahu acuh, "yaudah bagus." Lelaki itu bahkan langsung melenggang masuk kedalam rumah tanpa memaksa Deva agar mengizinkannya membawa barang-barangnya sendiri, dan juga tanpa memperdulikan Deva yang sedikit kerepotan.
Benar-benar adik yang baik.
Begitu memasuki rumah, Deva pun langsung melihat Revanya yang sedang duduk di kursi tamu rumahnya. Tak ingin mengganggu, Davi langsung menarik Bianca kekamarnya untuk memberikan Deva sedikit privasi.
Barang-barang yang tadi di bawa Deva pun sudah berpindah tangan pada Bi Imah. Jadi lelaki itu tak bisa mencari alasan lagi.
"Udah lama?" Tanya lelaki itu basa-basi ketika duduk di hadapan Revanya.
Revanya pun menggelengkan kepalanya, "Baru dateng kok."
Kemudian hening. Toh, bukan Deva yang mendatangi Revanya. Tetapi gadis itu. Bukankah itu artinya Revanya yang memang punya urusan? Namun gadis itu belum juga membuka mulutnya. Dari ekspresi wajahnya yang sulit di artikan, Deva tau bahwa ada sesuatu yang salah.
"Gue minta maaf soal kemarin-kemarin Dev. Gue gak bisa kesana karena ada something yang ganggu pikiran gue." Akhirnya gadis itu bersuara, walau Revanya masih menundukan kepalanya dan tak berani menatap kearah Deva.
"What is it? Tell me." Sebenarnya Deva tak ingin bertanya, namun kata-kata itu seolah punya pikirannya sendiri dan akhirnya keluar begitu saja dari mulutnya.
"Kita tuh apa sih Dev sebenernya?" Deg!
Deva sama sekali tak menyiapkan dirinya untuk pertanyaan yang satu itu. Lelaki itu ikut-ikutan menundukkan kepalanya, menatap kedua tangannya yang saling bertautan. Kita tuh apa? Bahkan Deva sendiri tidak tau. Dan tidak berani untuk memberikan penjelasan atas hubungan mereka.
"Hah?" Ucap Deva akhirnya, ia sudah tidak tau lagi apa yang harus di katakan.
"Gue tau lo ngerti maksud gue apa." Ucapan Revanya lagi-lagi membuat Deva tertegun di tempatnya.
"Kita udah kaya gini lebih dari bertahun-tahun. Gue ngabisin semua waktu gue buat lo. i mean, gue gak deket sama cowok mana pun, karena udah ada lo. Tapi gue masih gak tau kita itu apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Half
Teen FictionIni hanya tentang si kembar Davi dan Deva. Dimana yang satu berjuang untuk hidup dan yang satunya lagi tak ingin kehilangan