18. Deva gagal paham

7.6K 664 34
                                    

Tidak ada yang berbeda dari kamar rawat Davi pagi itu. Dindingnya masih berwarna putih gading. Seprei dan selimutnya pun masih berwarna serupa. Davi masih tertidur tenang dengan infusan yang mengaliri darah juga cairan obat. Televisi flat masih menempel. Dan satu-satunya yang berbeda di sana adalah seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di samping Davi dan menatap Deva yang terbangun dengan senyuman.

"Mama?" Deva mengedipkan matanya berkali-kali sampai dirinya yakin kalau seorang wanita yang telah melahirkannya benar-benar berada di hadapannya sekarang.

"Pagi anak Mama." Wanita itu langsung beranjak. Berjalan mendekati anak laki-lakinya itu kemudian memeluknya erat. Sebelum melepaskan pelukannya, Winda—Mama si kembar itu terlebih dahulu mengecup pipi Deva. "Ihh Mama kangen banget sama kamu."

Deva pun langsung memposisikan tubuhnya duduk dengan benar, membuat sisi di sebelahnya kosong dan langsung di isi oleh Winda. "Mama kok bisa di sini?" Deva masih tidak percaya kalau mamanya benar-benar berada di sampingnya kini. Sampai anak itu diam-diam mencubit dirinya sendiri dan ia sadar kalau ini bukan mimpi.

"Bisa dong, Mama dapet laporan kalo Davi masuk rumah sakit lagi. Jadi Mama udah gak tahan. Mama langsung flight tadi malem." Jelas Mamanya. Deva pun langsung melirik sebuah koper yang berada di dekat tiang infus Davi. Memandakan kalau Mamanya itu langsung ke rumah sakit dan belum kembali ke rumah sama sekali.

"Mama cuma sebentar. Jadi Mama mau jagain Davi selama di sini. Kalo kamu mau pulang gak apa-apa kok." Deva menggelengkan kepalanya kemudian menoleh ke arah Mamanya, "Deva gak mau ninggalin Davi."

Winda pun langsung tersenyum lalu mengelus wajah putranya, "Protective, kaya biasanya. Tapi kamu harus pikirin diri kamu juga sayang. Badan kamu nanti sakit kalo tiap malem tidur di sofa terus." Tutur Winda yang lagi-lagi di balas oleh gelengan kepala, "Gak apa-apa Ma."

"Mama berapa lama di sini?" Ujarnya mengganti topik.

"Cuma 3 hari."

Setelahnya terjadi keheningan di antara mereka. Deva sebenarnya ingin sekali berbicara lebih banyak. Tidak ia pungkiri kalau dirinya merindukan Winda. Namun karena terlalu jarang pulang, Deva pun merasa aneh kalau bersikap manja dengan Mamanya. Padahal tabiat Winda memang memanjakan anak-anaknya. Namun Deva merasa berbeda. Selain ia sudah bertambah besar, Deva merasa sedikit asing jika ingin bergelayut manja dengan mamanya seperti dulu.

Tak berapa lama kemudian terdengar suara Davi yang langsung memecah keheningan mereka. "Dev, minum." Pintanya serak. Deva baru ingin bangkit untuk mengambil minum, namun niatnya sudah di dahului oleh Winda.

Wanita itu mengambil gelas berisi air mineral di atas nakas kemudian dengan sedotan membantu anaknya minum. Meski sudah bersuara, namun Davi belum membuka matanya. Ia masih belum menyadari kalau orang yang memberikannya minum bukanlah saudara kembarnya.

"Hai Daviku." Sentuhan halus di dahinya dan suara yang begitu di kenalnya itupun membuat Davi membuka matanya. Rasa terkejut dan tidak menyangka yang di rasakannya hampir sama dengan yang di rasakan Deva sebelumnya. Davi pun langsung menoleh ke arah Deva sekilas kemudian kembali menatap Mamanya. "Pagi anak Mama yang nakal."

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Davi langsung bangun dan melingkarkan lengannya di leher Winda erat. Seolah hal itulah yang ia inginkan sejak lama. Memeluk Winda. Di sampingnya, Deva hanya mengelus tengkuknya iri. Davi ternyata bisa lebih luwes darinya. Tentu saja karena sebenarnya Winda lebih dekat dengan Davi ketimbang Deva. Meski porsi kasih sayangnya tetap sama.

"Mama kapan dateng—ashh!" Tanyanya seusai melepas pelukannya, belum juga Winda menjawab, lelaki itu sudah meringis sakit. Selang infusnya tertarik lagi sangking anak itu terlalu bersemangat melihat Mamanya. "Astaga, mau berapa kali lagi sih lo mindah-mindahin infusan." Deva pun dengan malas langsung menekan tombol pemanggil suster.

The Other HalfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang