Setelah hampir seharian beristirahat dan di rawat oleh Davi. Akhirnya Deva merasa lebih baik. Tadi Mamanya juga menelpon, wanita itu baru mendapat kabar kalau Davi masuk rumah sakit seminggu yang lalu, dan baru mendapat kabar kalau hari ini Deva ikut-ikutan sakit.
Jangan tanya mengapa Mamanya itu bisa tau. Diam-diam wanita yang sekarang sedang berada di Melbourne itu mengirim orang untuk menjaga si kembar dari jauh. Deva tau hal itu, karena tanpa sengaja ia pernah memergokinya.
Namun mendengar bahwa kedua putranya sakit, tidak bisa dengan mudah membuat Mamanya kembali ke indonesia. Perusahaannya di sana sejak kacau. Jadi Deva benar-benar memakluminya.
Davi tak sempat berbicara dengan Mamanya, karena anak itu sudah tertidur di ranjang Deva berlawanan arah dengan posisi Deva berbaring. Karena kondisinya sudah lebih baik, Deva pun mengizinkan Davi untuk tidur di kamarnya. Sebaliknya, malah Deva yang tak bisa tertidur karena sudah hampir seharian kerjanya hanya tidur.
Lelaki itupun turun dari kasur, sedikit meringis karena menyentuh permukaan lantai yang dingin, tentunya karena suhu tubuhnya masih tinggi. Ternyata benar kata Davi, hari ini cukup dingin. Akhirnya walaupun sedikit, Deva bisa merasakan bagaimana tubuh Davi saat di terpa dingin. Ternyata tidak enak.
Lelaki itupun membenarkan selimut yang menutupi tubuh Davi. Kemudian sebelum keluar dari kamarnya, lelaki tersebut membuka laci nakasnya dan mengambil sebuah amplop dari dalamnya, kemudian berjalan turun menuju ruang tv dan duduk di sofa.
Sekarang masih jam 8 malam, Davi tertidur karena obat yang di minumnya memang membuat tubuhnya menjadi lelah dan mengantuk. Dokter menambah dosisnya setelah lelaki itu tumbang seminggu yang lalu.
Lelaki itupun membuka amplop yang sebenarnya sudah ia lihat isinya. Ia merentangkan selembar kertas di dalamnya. Hasil tes Davi. Kondisinya memang jauh lebih baik setelah pendonoran sumsum tulang, namun penyakit itu belum pergi. Bahkan Davi di anjurkan untuk melaksanakan kemo lagi, setidaknya untuk mencegah perambatan sel kanker di tubuhnya.
Deva menghela napas, di letakan kertas tersebut di sampingnya dan kemudian ia mengusap wajahnya lemas. Davi tak akan suka dengan gagasan ini. Karena efek kemo berdampak sangat besar untuk tubuhnya. Mual lagi, kerontokan rambut lagi, pasti Davi tak akan suka. Ini juga yang menjadi pertimbangan Deva untuk memberitahu kepada Davi hasil tesnya.
Lelaki itupun berusaha melenyapkan pikirannya yang penat, tangannya bergerak mengambil remot dan menyalakan televisi dengan suara rendah. Namun baru juga menyalakan televisi dan melipat kakinya di atas sofa, tiba-tiba tubuhnya merasakan getaran. Ia mencoba mencari asal dari getaran itu hingga akhirnya ia menemukan ponsel Davi di balik bantal.
Bianca Aurelia's calling
Deva tersenyum melihatnya. Setidaknya Davi masih punya penyemangat yang lainnya, obat yang efek sampingnya tak membuat lelaki itu kesulitan, justru malah membuatnya bahagia. Betapa beruntungnya Davi. Bianca tak pernah meninggalkannya, tak pernah berhenti menyayanginya. Dan Deva benar-benar bersyukur karena bukan Davi yang harus merasakan rasa sakit karena di tinggal oleh orang yang ia sayang, seperti halnya Deva.
Lelaki itupun menggeser layar ponsel, getaran itu pun berhenti, berganti dengan suara seseorang di seberang sana. "Dav udah minum obat?" Ucap gadis itu bertanya.
Deva tertawa tanpa suara, ternyata benar kata Davi, Bianca tak pernah mengucapkan salam. Tiba-tiba terbesit sebuah ide di pikiran Deva. "Iya, udah kok." Ucapnya berpura-pura menjadi Davi.
"Bagus kalo gitu." Gadis itu memberi jeda sebelum akhirnya ia kembali membuka mulut ketika teringat sesuatu, "Eh, tadi Bi Imah post foto di facebook tau Dav. Sejak kapan ya di Bali ada keraton?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Half
Teen FictionIni hanya tentang si kembar Davi dan Deva. Dimana yang satu berjuang untuk hidup dan yang satunya lagi tak ingin kehilangan