Kembali ke masa lalu [special Part]

10.4K 579 127
                                    

Lelaki itu menghentikan langkahnya, tak lagi mengikuti segerombolan anak berseragam sama dengannya masuk kedalam ruang ganti pakaian. Ia memilih untuk melangkah menuju taman belakang sekolahnya terlebih dahulu, duduk di bangku panjang yang berada di sana sambil mendongakan kepalanya menatap langit.

Hal itu seperti sebuah ritual yang selalu ia lakukan sebelum tanding basket. Memang beberapa minggu belakangan ini ia hampir tidak pernah lagi melakukan ritualnya menatap langit, karena bulan desember ini hujan turun terus, meski menyukai hujan, lelaki itu tak mungkin hujan-hujanan sebelum pertandingan di mulai.

Ritual yang sederhana itu selalu ia lakukan sebagai ucapan rasa syukurnya pada Tuhan dan alam semesta. Ia sudah menjadi cancer free semenjak setahun yang lalu. Hidupnya kembali normal seperti teman-temannya yang lain. Sekarang tak ada lagi yang memandangnya dengan raut wajah kasihan. Berat badannya terus bertambah dan wajahnya tidak pucat lagi. Segala memar di tubuhnya perlahan menghilang. Rambutnya sudah tumbuh lebat Dan ia diizinkan bersekolah lagi, bahkan mengikuti ekstrakulikuler basket. Bagi Davi, hidupnya sekarang begitu sempurna.

"Davi!" Panggilan itu langsung membuat lelaki itu menurunkan kepalanya, di lihatnya seorang laki-laki yang wajahnya menyerupai dirinya, sangat mirip seolah cetakan yang di gunakan sama. Hanya saja lelaki itu lebih tinggi sedikit darinya dan lebih gemuk juga tentunya. Itu Deva.

"Lagi ritual?" Tanyanya setelah terduduk nyaman di samping Davi.

Setelah Davi mengangguk, lelaki di sampingnya itu langsung ikut mendongakan kepala melihat langit yang bersih tidak terlalu cerah namun tidak juga mendung, membuatnya nyaman menatap langit, tidak membuat matanya perih.

"Lo gak ganti baju Dev?" tanya Davi mengalihkan pandangannya dari langit, menatap Deva yang masih mendongakan kepalanya.

Hingga perlahan Deva pun menurunkan kepalanya, ikut menatap Davi hingga pandangan mereka bertemu, "Mau nemenin lo dulu, kangen gue sama lo." Memang, setelah Davi di nyatakan sembuh, anak itu seperti tawanan yang baru lepas. Segala yang tak bisa ia lakukan langsung ia lakukan. Seolah sibuk sendiri dengan hidupnya, membuat Deva jadi jarang menghabiskan waktunya dengan Deva.

"Mulai deh lebaynya. Pamali bego Dev lebay-lebay gitu."

"Emang kenapa?" tanya Deva penasaran, ia pikir Davi sedang berbicara serius sekarang.

"Nanti cewek-cewek pada kabur, gara-gara lo terlalu lebay." Deva langsung meninju pelan lengan Davi membuat yang di tinju langsung tertawa senang sendiri. Pasalnya wajah Deva dari yang tadinya serius, langsung berubah malas.

"Suka-suka lo deh, bikin pamali sesuka lo. Awas di omelin sama bumali."

Davi langsung menggeleng-gelengkan kepalanya, "Gue baru sadar kalo lo se-gak lucu itu Dev."

"Sialan lo." celetuk Deva sambil tertawa.

Lelaki berkulit putih itu kembali mendongakan kepalanya menatap langit, melanjutkan ritualnya. "Yaudah ah, gue ganti baju duluan ya." Deva langsung menepuk bahu Davi dan di jawab dengan anggukan kepala.

Tidak lupa Deva menambahkan, "Lo jangan lama-lama ritualnya, nanti Om Juan ngomel." ucapnya sebelum menjalan menjauh tanpa menunggu jawaban dari adik kembarnya. Dan meskipun tau Deva sudah menghilang di balik pintu ruang ganti, Davi tetap saja mendumal, "Dasar bawel."

Lelaki itu terdiam beberapa detik untuk mengambil napas sebelum akhirnya kembali mendongakan kepalanya memandangi awan-awan putih yang bergerak perlahan. Salah satu kepercayaan Davi yang lainnya, bahwa bintang tidak pernah meninggalkan langit. Itulah yang membuatnya selalu menatap langit, Davi suka sekali dengan bintang.

"Bintang, doain gue ya. Gue tanding lagi. Gue udah sembuh sekarang, jadi lo harus nunggu waktu lebih lama lagi buat ketemu gue." Davi tersenyum. Kepercayaannya yang lain; bahwa setelah ia mati nanti, Davi akan berada di langit, bersama bintang-bintang, mungkin menjelma menjadi salah satunya.

The Other HalfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang