Ini sudah hari ke 3 setelah Davi akhirnya di larikan kerumah sakit dan Deva kembali memberikan kembarannya sumsum tulang belakangnya. Kini masing-masing dari mereka masih berada di rumah sakit pada ruang yang sama. Bukan hanya Davi, namun Deva juga butuh penanganan pasca pencangkokan tersebut.
Kondisi Davi sempat turun drastis, bahkan dokter sempat kehilangan nadi Davi. Jadi mau tidak mau mereka langsung melaksanakan operasi. Kini Davi sudah sadar, sudah nampak lebih sehat namun sekujur tubuhnya masih lemas. Tubuhnya butuh menyesuaikan.
Di ranjang sampingnya Deva sebenarnya sudah jauh lebih baik. Bahkan di izinkan untuk pulang. Namun Deva menolak dan membiarkan dirinya tetap di rawat bersama Davi.
"Dev." Suara lemah Davi pun terdengar membuat Deva langsung menoleh dengan sangat cepat. Ia kira Davi kenapa-kenapa. Namun perkataan setelahnya yang keluar dari mulut Davi pun meyakinkan dirinya kalau anak itu sudah sehat, "Pamali bego bolos terus."
Deva tertawa, "mana ada pamali tentang bolos-bolosan." Serunya. Lelaki itu sekarang bangun dari tempat tidurnya dan berjalan mendekati Davi, duduk di kursi besi yang berada di samping ranjang Davi.
"Pamali lah, nanti gak naik kelas." Ucap Davi di akhiri tawa, sampai membuat lelaki itu terbatuk. Deva pun langsung mengambil gelas berisi air yang berada di nakas, dan dengan sedotan pun ia membantu Davi untuk minum.
"Lo juga pamali tau Dav sakit terus." Lelaki itu meletakkan kembali gelasnya di atas nakas. "Kenapa?" Jawab Davi.
"Polusi udara, bau. Lo gak pernah mandi." Kata Deva bercanda yang membuat mereka berdua kembali tertawa.
"Sialan lo!" Gumam Davi.
"Nanti sore Revanya sama Bianca mau kesini."
Davi langsung menggeleng lemah. "Gue gak mau ketemu siapa-siapa." Katanya membuat Deva mengerutkan keningnya bingung. "Meskipun Bianca?"
Davi mengangguk, "Gue gak mau dia liat cowoknya lemah gini." Seru Davi serius. Ia merasa gagal menjadi seorang pacar dan seorang laki-laki. Selalu saja Bianca yang menjaganya, selalu saja Bianca yang mengantarnya pulang, selalu saja Bianca ya merawatnya. Davi merasa Biancalah yang laki-laki dan Davi yang perempuan.
Sebuah pukulan pelan pun di berikan oleh Deva di lengan Davi, "Lebay amat lo. Bahkan liat lo koma juga dia udah pernah. Masih aja gak mau keliatan sakit."
Memang benar ucapan Deva. Pada bulan-bulan awal masa pacaran mereka, penyakit Davi sedang parah-parahnya. Lelaki itu sampai koma berhari-hari di rumah sakit, membuat Bianca khawatir bukan main. Tiap hari ia datang ke rumah sakit. Bahkan kalau tidak di paksa pulang, gadis itu akan menginap di sana.
Namun sekarang? Entahlah. Keadaannya berbeda. Saat Davi koma ia tidak melihat bagaimana ekspresi Bianca langsung. Tapi sekarang? Matanya terbuka lebar. Dan ini untuk kesekian kalinya Davi jatuh sakit. Jadi lelaki itu mulai merasa malu akan kondisinya.
"Gak mau Dev." Katanya benar-benar serius. Kini Deva pun hanya bisa menghela nafas.
Susah 3 hari Bianca memaksa untuk datang ke sana. Tetapi Deva terus melarang. Hari pertama pasca operasi Davi masih sangat parah keadaanya, bahkan lelaki itu belum membuka matanya, maka Deva melarang Bianca untuk datang. Hari ke 2, Davi memang sudah sadar namun keadaanya benar-benar lemah, barang untuk berbicara dan bernapas saja ia kesulitan. Jadilah Deva masih melarang Bianca menjenguk. Dan sekarang di hari ke tiga ketika kondisi Davi membaik, lelaki itu malah tak ingin di jenguk.
Deva bisa membayangkan bagaimana khawatirnya dan kecewanya Bianca ketika ia lagi-lagi tak bisa bertemu dengan Davi.
"Iya nanti gue bilangin."
Namun bukannya mengiyakan, Davi malah menggelangkan kepalanya lagi, "Biar gue bilang sendiri, mana Hp gue?" Katanya membuat Deva tersenyum, setidaknya hal itu pastinya membuat Kekhawatiran Bianca sedikit berkurang.
Deva pun membuka laci nakas paling atas. Kemudian mengambil ponsel hitam milik Davi dari dalam sana dan memberikan kepada pemiliknya. Deva langsung berjalan kembali ke tempat tidurnya memberikan Davi sedikit privasi. Sementara dirinya ikut-ikutan sibuk dengan ponsel miliknya, mengecek pesan masuk di ponselnya.
RevanyaThalita : btw, how about you? How are you Dev?
Senyuman Deva mengembang. Buru-buru ia membalasnya.
AlvanoDevaDelano : Great, apalagi lo ada di sini hehe
RevanyaThalita : we can meet somewhere. Gak harus di ruangan.
AlvanoDevaDelano : Taman rumah sakit jam 5, how about that?
RevanyaThalita : Great!
Setelah membaca pesan dari Revanya, lelaki itu pun langsung tersenyum, membalikan tubuhnya agar Davi tidak bisa melihat.
So far so good. Memang Deva ingin menjalin hubungan yang lebih dengan Revanya, tapi ia takut. Ia takut kalau melangkah lebih jauh, hubungan mereka justru malah menjadi kacau. Dan Deva benar-benar tak siap untuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Other Half
Teen FictionIni hanya tentang si kembar Davi dan Deva. Dimana yang satu berjuang untuk hidup dan yang satunya lagi tak ingin kehilangan