seventeen

1.9K 370 180
                                    

Hari ini gue balik dari New York ke Los Angeles, dengan banyak job yang harus gue lakuin besok serta merta mata pagi jam 9 yang gue ambil. Mampus aja, lama-lama gue bisa gila. Gue jadi pesimis buat nyelesein kuliah dalam jangka waktu 3-4 tahun. Paling gue ngaret 5 tahun deh. Duh, kenapa sih gue ga sepintar Jo?

Omong-omong malem ini gue ada janji sama Kendall di Avalon Hollywood buat party, hitung-hitung sekalian hiburan juga gitu buat gue yang dibikin stres sama kerjaan dan kuliah sekaligus. Sometimes I wanna get outta university because university feels like shit.

Gue melirik jam dan waktu masih menunjukan pukul sembilan, sementara gue masih di kamar gue tercinta dengan guling kesayangan dan jangan lupa sama laptop gue yang nangkring di depan mata gue selama 1 jam. Gue lagi nonton salah satu TV series yang sebenernya udah dimulai dari bertahun-tahun yang lalu sih, Pretty Little Liars judulnya. Panggil gue katro karena selama sepanjang tahun di masa kejayaan Pretty Little Liars, gue bahkan ga pernah nonton TV series itu dan sekarang gue nyesel kenapa gue baru nonton sekarang. Malah episode sama season-nya banyak banget lagi.

Untung seru.

Tau ga sih, gue masih belum nyelesein 1 season pun. Gue masih nge-stuck di season pertama, fuck.

Di kala gue lagi memiliki antusiasme yang tinggi waktu nonton Pretty Little Liars, tiba-tiba layar laptop gue menampilkan panggilan dari Louis Tommo yang berasal dari Skype. Otomatis gue langsung angkat dan dalam seketika, mukanya Louis langsung memenuhi layar laptop gue.

"What the fuck," sambar gue kaget gara-gara ngeliat mukanya.

Sementara itu, Louis malah ketawa-ketawa pelan ke gue sambil ngejulurin lidahnya. He's still the cutest. "Look, I'm recording now."

Setelah berkata demikian, Louis menjauh dari layar laptopnya dan gue bisa ngeliat dengan jelas bahwa Louis lagi ada di sebuah studio musik, banyak jenis gitar terdapat di sana, sebuah buku, piano, dan beberapa alat yang gue ga ketahui namanya karena gue emang ga ngerti masalah musik. Gue ga pernah pinter musik, oke.

"I'm gonna write some songs about my shitty relationships," kata Louis. "and a song about you."

Gue terbelalak ketika mendengar perkataan Louis yang bikin gue kaget bukan main. Maksudnya apa, he writes some shits about me? Emang gue siapanya dia anjir sampe-sampe dia nulis lagu tentang gue. "What?" itu adalah respon pertama gue. "Look, it's just. I'm nobody, we're bestfriends, that's it and that's all. I just don't understand how the hell you wanna write songs about me."

"Not just about you though. I write some songs about my mom, the strongest woman in the world. But I write some songs about you too, and my relationships, and some about One Direction, and... Harry too. You inspired me, seriously."

"How could I?" tanya gue kaget. Gue mau ngakak sih, yang bener aja dia nulis cerita tentang gue?

"Because you're a strong girl," jawabnya. "Wait up," perintah Louis sambil dia nyeret meja, I guess, soalnya kedengeran suara gesekan antara meja dan lantai, trus layarnya juga jadi agak goyang-goyang gitu. Sampai akhirnya gue ngeliat Louis duduk di depan piano, dia senyum ke gue sebentar dan ngasih jempol. "Listen."

Louis mulai mainin pianonya, jari-jarinya seakan menari-nari dengan gemulai – oke sejak kapan gue jadi puitis gini. Louis bener-bener mainin pianonya dan nadanya bener-bener indah, bikin adem aja gitu.

"I knew a girl,

An average girl,

She was cheerful,

[2] not so fangirl ;; 1dTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang