Gue menghempaskan tubuh gue ke atas kasur setelah dua jam lebih perjalanan dari bandara ke Ubud, jauh emang sih. Satu hal yang harus lo tau adalah sepanjang perjalanan gue harus mendengarkan lelucon-lelucon Harry yang enggak lucu sama sekali – dia selalu nganggep dirinya lucu dan bangga karena itu. Gue enggak ngerti lagi sama temen gue yang satu itu.
Sementara itu yang terjadi dengan Louis, yah, begitu lah. Masih terjadi suasana yang kurang mengenakkan antara Louis dan Zayn, makanya Louis enggak ada ngomong sama sekali dan ketika kita sampai di vila, Louis langsung masuk ke dalem kamar disusul dengan Eleanor. Yah, semoga aja Ele bisa menenenangkan dia deh.
Gue kok tiba-tiba jadi kangen Louis ya, hehe.
"Vril," panggil seseorang.
Gue menoleh, "Apa?"
"Lo masih marah sama gue?"
Seketika gue langsung tersadar dan peluk orang yang lagi berdiri itu, gue peluk seerat-eratnya dan gue nangis di dalam pelukan gue. "Gue kangen lo banget anjing."
"Bangsat, gak usah peluk kayak gitu juga! Kayak lesbi tau gak sih, gue masih normal, sorry," kata Diana yang langsung melepaskan pelukannya ke gue, di detik selanjutnya dia peluk gue lagi. Kan, dia kangen banget sama gue, gue tau itu. "Lo lama banget goblok marahnya sama gue."
"Lo yang nyuruh gue buat gak usah ngusik hidup lo lagi, Diana Atrixa."
"I'm so sorry for that."
"Bangsat, gue tau lu tinggal di Amerika, tapi enggak usah ngomong pake basing mulu, gue enek, mau muntah. Gue kangen bahasa indonesia, sumppah."
Diana melepaskan pelukannya dan ketawa mendengar omongan gue, dia menyeka air matanya. "Lo sama Niall sekarang? Enggak jadi sama Louis?"
Gue ngakak parah. "Lo cemburu ya?!" goda gue. "Dulu kan lo deket sama Niall, kenapa dia malah akhir-akhirnya nyasar sama si Anne yang dari New York itu?"
"Dih, gue sama Niall temenan doang dah. Ngaco lu goblok," ujar Diana, terus dia duduk di pinggiran tempat tidur. "Tapi kalo dia mau sama gue sih, gue mau juga," kali ini Diana nyengir kuda, gue baru sadar giginya dia udah enggak dipager lagi. "Gue sempet jalan bareng sama dia, sering banget, tapi enggak dijadiin pacar juga. Tai abis, gue udah ngarep padahal."
"Demi apa?"
"Demi Allah!"
"Pede lu anjing," gue ngolokin Diana. "Gue bingung kenapa lo akhirnya bisa nyasar di LA juga."
"Gue ada keluarga disitu, kata emak gue jadi ada yang jagain gue supaya enggak clubbing. Padahal gue sama mereka juga jarang banget ketemu, gue malah clubbing sama anaknya. Anak cowoknya ganteng anjer. Nyokap gue emang nyuruh gue kuliah diluar deh dari dulu, omong-omong."
Tipikal Diana, dia enggak pernah berubah sama sekali; selalu ngomongin cowok-cowok ganteng. Eh tapi, Diana boleh aja ngomongin cowok mulu, kalau ada cogan yang deketin dia... dia pasti bakalan jutek minta ampun. Sumpah deh. Gue muterin bola mata gue. "Ngomongin cowok mulu sih."
"AAAAAAAAAAHHHH AVRIL GUE KANGEN SAMA ELU," teriak Diana dengan lantang, bener-bener nyaring asu.
"Diana, suara lo nyaring banget goblok!!"
Diana nyengir, cengengesan asu gitu.
Gila, gue lupa rasanya punya sahabat yang bener-bener sahabat. Maksud gue, gue sama Louis emang sahabatan, tapi beda, gue enggak punya sahabat cewek sama sekali semenjak gue berantem sama Diana. "Lo tau gak," papar gue yang membuat Diana menaikkan sebelah alisnya. "Gue pernah punya temen, namanya Bea, dia ngomongin cogan mulu anjer terus sering ngajakin gue jalan gitu dah. Tapi dia ngeselin banget, gue pernah gak ngobrol sama dia seminggu dan dia ngira gue marah sama dia. Gue pernah hang out sama anak kelas gue sekali doang, dan dia kira gue malah jauhin dia. Lo tau? Dia selalu ngirim text panjang kalo dia ngira gue ga suka sama dia. Bisa gila gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] not so fangirl ;; 1d
Fanfiction[SECOND BOOK OF FANGIRL] Avril flew to America for college and fortunately, she met Louis Tomlinson and his-idiot-band-mates-5ever over again. She didn't know that she would be this lucky, became closer to her idols. Okay, you might say her...