Dua

2.2K 94 8
                                    

Entah kenapa aku mulai penasaran, sifat kepoku melunjak naik, aku mulai menjelajahi semua sosial media yang aku tau, tapi aku tak kunjung menemukanya.

"Eh kok ga ada ya?" tanyaku kepada Rania, dia adalah sahabatku, susah senang sama dia, tetapi sahabatku yang satu ini punya sifat yang mungkin bikin orang heran, dia aktif dan gak pernah diam, entah kenapa aku bisa sahabatan sama dia, yang aku tahu dia adalah sahabatku , Rania indrana itulah namanya si kecil si usil yang biasa ku panggil ani.

Kali ini kami sedang duduk di depan loby, dimana kami bebas menggunakan wifi, dan kali ini aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mencari tau si muka datar tersebut, 'Naufal bandoyo' hem kenapa tiap kali mengingatnya aku ingin sekali melihat dia tersenyum.

"Cari lagi aja terus, Mumpung ada wifi juga" katanya tanpa menoleh sedikitpun, dia masih saja sibuk akan HP yang ada di tangannya, entah apa yang ada di pikirannya, mungkin saja dia sedang berantem dengan Dimas aditya putra, pacarnya.

Mereka sudah jadian dari pertama kami naik kelas 8, entah ini perasaanku saja atau tidak, akhir-akhir ini hubungan antara Rania dan Dimas memang semakin renggang saja, mungkin ada hal yang tidak mungkin Rania ceritakan terhadapku atau belum saatnya aku tau, sesekali aku bertanya tentang hubungan mereka tapi dia hanya diam, dan mengalihkan pembicaraan, mungkin butuh waktu untuk dia menceritakan semua.

"Hai naya kamu kenapah ? Hah ? Bengong aja !" katanya bingung melihatku diam dengan tangan yang sudah berayun di depan mataku, tidak kusadari aku melamun.

"Hah ? Ah tidak an , hmm an ?aku mau tanya boleh ?" kataku mendekat ke Rania menyakinkan dia aku tidak sedang bercanda, aku ingin tahu apa yang membuat sahabatku ini menjadi uring-uringan begini .

"Apa naya sayang, tanya saja !" katanya

"Hmm itu hubunganmu dengan dimas gimana sih ? Em eh kalo kamu belum mau cerita, yaudah lupakan" kataku sedikit takut menyinggung dan aku mulai kembali sibuk akan si muka datar yang membuatku penasaran.

"Hmm oh itu, aku udah bye sama dia" katangnya lemas.

"Ha ? kapan ? dan kenapa?" kataku tidak percaya.

Mendengar semua cerita Rania, aku menjadi iba, aku tidak kuasa ketika aku melihat dia mulai meneteskan mata, aku gak tau gimana pedihnya di duain sama orang yang kita sayang, tapi aku merasakan apa yang di rasakan Rania, aku tidak terima sahabatku di sakitin begini.

"Sudahlah naya..." katanya sambil mengusap air mata.

"Sudah apanya? Mana janjinya ah dia emang berengsek" kataku sedikit marah.

"Aku gak papa kok" dia mula tersenyum "gimana udah dapat?" katanya mengalihkan pembicaraan.

"Ah sudahlah an, hmm kemana ya dia ? Udah pulang belum ya ?" ucapku pasrah, aku melirik sana kemari namun tidak ku dapati dia, kenapa semenjak saat itu saat aku mulai penasaran terhadapnya, aku mulai memikirkannya.

"Mungkin, sekolah udah sepi naya" ucapnya sambil memasukan HP kedalam tas "eh pulang yuk!" lanjutnya.

"Ha iya, tunggu sebentar" ucapku bangkit dari dudukku, kamipun beranjak pulang, namun mataku tidak kunjung lepas dari sekitarku entah dalam hati ingin sekali melihat dia.

Dan akhirnya ku temui dia di ujung sana, menggambil sepedanya dan bercengkrama dengan senyum tipis di wajahnya, tidak tau kenapa aku mulai tersenyum melihat dia tersenyum.

"Itu dia bukan ?" kata Rania menunjuk Naufal dan Idham yang sedang asyik bercerita.

"Iya" kataku tersenyum "ambil sepeda yuk, kebetulan sepedaku di sana" lanjutku.

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang