Dia menatapku, aku langsung membuang mukaku seakan seperti aku tidak menatapnya.
"Ya protes sama guru kalian toh, pak zidhan kan gak tau apa-apa" kata pak zidhan membela diri.
Aku cuman ber oh ria, lalu pergi meninggalkan tempat itu menuju teman-temanku berada.
"Lama banget in" kata tasya.
"Ada Naufal kok yaiyalah lama, dipuasin dulu ckck"ledek rania.
Rasanya ingin sekali menimpuk kepalanya dengan buku yang ada di tanganku ini, tapi semua itu tidak begitu aku pedulikan, karena hatiku sedang bahagia bisa bertemu dengan Naufal jadi terserah rania mau bilang apa?
Aku hanya tersenyum saja, membiarkan mereka mengejekku.
Sesekali aku melirik dia diujung meja itu, dengan temanku yang selalu usil menyenggol badanku, aku hanya menutup muka dan tersenyum malu, lalu kuputuskan untuk pergi.
" mau kemana in?"
"Aku ingin ke anak-anak PMR, ada hal penting yang kami ingin rapatkan"
"Baiklah hati-hati Nanad" ujarnya meledek.
Mataku mulai membulat tanda aku tidak suka di panggilan itu, mereka malah tertawa lepas hingga Naufal dkk itu melirik ke arah kami, tanpa memperdulikan aku langsung melangkah pergi.
"Inaya kamu mau kemana?" mas bian ada tepat di hadapanku.
"Aku ada rapat mas, aku gak ada waktu buat bercanda, tolonglah pergi dari hadapanku"
"Sok sibuk kamu in" dengan kekehan yang menghina menurutku, dia mulai memiringkan badannya dan aku melangkahkan kakiku kembali yang terhenti karena ulahnya.
*
"Gimana nih tinggal 1 minggu lagi, tapi kita belum buat pelampung" meli mulai cemas terlihat dari matanya.
"Em gimana kita kumpulin bungkus permen atau apalah"kata cantik.
" buat apa?"
"Kalau udah kekumpul ntar kita bersihin dan kasihkan ke penjahit, kita buat kayak rompi ntar di dalamnya kita masukin botol yang sudah kita kumpulkan, dan kita jahit lagi, kan jadi tuh pelampung" jelasnya rinci.
Semuanya setuju dan tersenyum, mengangguk setuju.
*
Aku kembali ke perpus, ketika aku masuk Naufal berada tepat di hadapanku, sontak aku mundur, dan hanya menatapnya"maaf"lirih sekali seakan dia tidak mendengarnya, kulihat teman-temannya terkekeh, dia mungkin sama kagetnya denganku, dia melihat ke arahku dan langsung melangkah pergi.
"Cie inaya" mas bian mulai mengejekku, aku hanya mendengus kesal.
"Mas temen-temenku kemana?"
"Udah pada keluar"
Aku melotot, gila mereka meninggalkanku, dalam hati aku ingin menjitaki mereka dengan keras, aku melangkahkan kakiku dengan malas dan bahkan celoteh mas bianpun tak kuperdulikan.
*
Seusai sekolah kami mencari bungkus yang dapat kami gunakan, sesuai dengan rencana yang telah kami buat tadi, satu demi satu kami kumpulkandan sekarang sudah terkumpul cukup banyak, kami pun mulai membersihkannya,setelah itu fadlan dan cantik membawanya ke penjahit, sedang kami berlatih kembali seperti biasanya.
"Sudah sampai mana persiapannya" kata mbak hikmah mengagetkan kami.
"Sudah 90% mbak, ini tinggal mantangin aja"kataku.
Mbak hikmah menyuruh kami beristirahat, dia membawa beberapa cemilan dan minum untuk kami, dia cantik dan mungil, baik hati juga, aku sangat kagum terhadapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Diam
SpiritualNadia Amartya Inaya hanya seorang wanita yang mencintai Naufal Bandoyo, Namun dia tidak ada keberanian mendekatinya, **** Naufal Bandoyo seorang lelaki yang memiliki sifat diam dan tidak banyak bicara, dia sangat cuek terhadap wanita. copyright ©R...