Satu (Tahap Revisi)

5.6K 143 54
                                    

Kringgggggg

Terdengar suara lonceng berbunyi, bel sekolahku ini membuatku harus berlari masuk ke dalam kelas, oh ya namaku Nadia Amartya Inaya, biasa di panggil Inaya.

Aku adalah murid kelas 8G sebuah kelas yang di apit oleh kelas 8F dan kelas 8H, kelas ini berada di lantai 2.

"Inaya kemana saja kamu?"kata teman sebangku ku ketika melihat aku datang terengah-engah.

"Aku huh..." kataku sembari mengatur napas yang tersenggal. "Dari perpus Indana ada apa ? Apa gurunya sudah datang?" kataku sembari duduk di sebelahnya.

Indana anastasya dia adalah teman sebangku , dia tinggi juga kerempeng, indana ini mempunyai kebiasaan yang tidak ku sukai, yaitu 'Dandan' kemanapun dia akan pergi, yah.. Bisa di bilang sifat centilnya itu memang membuatku sedikit ih, tapi kangen juga kalo tidak ada dia.

"Enggak ada sih, cuman takut kamu telat ini kan pelajaran Matematika kamu tau sendiri bagaimana guru kita?" Indana menatapku tajam.

"Iya na aku tau, hari ini kan pelajarannya guru killer itu kan?"kataku sembari mengeluarkan semua buku Matematika.

"Kamu ini in ? Oh ya gimana bedakku rapi gak?"katanya sibuk berkaca di depan Hp.

"Yah mulai lagi deh , jangan tanya ke aku, Mana aku tau begituan" kataku acuh tanpa melihat sedikitpun, jelas saja aku tidak suka dengan pertanyaan itu, aku sama sekali tidak mengerti masalah wanita yang satu ini.

"Asalamu'alaikum wr.wb" suara itu benar-benar membuat kami tegang dan takut, sejak kapan pak Hamid datang pikirku, ku lihat teman-teman 1 kelasku itupun yang awalnya ramai jadi diam dan rapih tanpa suara.

"Wa'alaikumsalam wr.wb" kami pun menjawab salam dari pak Hamid setengah takut, pak Hamid adalah salah satu guru terkiller di SMP Tunas Bangsa, tetapi cara mengajarnya pun jelas, maka dari itu jika ada yang tidak mengerti di saat itulah ketegangan muncul.

*

Suara bel menyelamatkan kita semua dari ketegangan yang hampir membuat kami kaku.

"Huh akhirnya in, jantungku mau copot rasanya." Kata Indana lega mendengar bel pergantian jam.

"Inget masih ada Mis.Ratna!?" kataku mengingatkan.

"Oh iya lupa, males deh sama wali kelas itu, kenapa kita dapat wali kelas seperti dia sih?" mukanya mulai muram dan tidak bersemangat. Indana mulai uring-uringan memasukan buku matematika dan mengerluarkan buku Bahasa Inggris, aku menatapnya geli rasanya ingin sekali tertawa melihatnya.

"Eh.. dham ada PR gak sih hari ini ?" tanyaku kepada Idham syafanto, dia duduk dengan si muka datar di belakangku, hehe si muka datar ? Ya aku menjulukinya begitu untuk semester ini. Karena, aku tidak pernah melihat dia tersenyum, hampir tidak pernah tepatnya.

"Gak ada deh, inaya punya kamus gak? aku sama Naufal gak bawa kamus!" kata Idham.

"Tenang aku sama indana bawa kok, nih bawa! buat kalian berdua, lain kali jangan lupa, inget gurunya wali kelas sendiri, bisa habis lu ckck" kataku sembari memberikan kamus kepada Idham dan tertawa mengejek.

"Eh Mis. Ratna udah datang" aku serentak diam dan duduk dengan rapi, aku paling tidak suka Bahasa Inggris, rasanya tiap pelajaran aku seperti ada di dalam dunia yang tidak aku mengerti bahasanya.

Jantung ku berdegub cepat ketika Mis. Ratna menatap ke arah bangku kami, aku benar-benar takut harus bagaimana, andaikan aku bisa dan mengerti, mungkin hari ini jantungku akan berdegub normal, aku menarik nafas sedalam mungkin dan 'Kringggggggg' bel itu telah menyelamatkan ku, aku sangat lega sekali.

"Oke anak-anak silahkan kalian istirahat dulu!?" kata Mis. Ratna sebelum meninggalkan kelas.

"In inaya in inaya!!" Indana memanggilku berulang kali dan aku hanya diam, dia tau aku sangat ketakutan dan mungkin sangat terlihat di mimik mukaku yang sudah pucat.

" iya, huh aku takut, kekantin yuk !" ajakku, kami pun bergegas ke kantin, kantin sekolah kami tidak terlalu banyak hanya ada sekitar 6 penjual dan aku hanya terbiasa membeli di 2 penjual.

"Kamu takut ya in tadi? Ckck." katanya mengejek

" kamu ini na, seneng banget lihat temennya sengsara." wajahku berubah muram, mengingat masih ada 1 jam lagi pelajaran B.inggris, 'tadi emang aku bisa lepas tapi gimana nanti' pikirku.

"Na udah belum, kelas yuk !" kataku lemas.

"Ah ya bentar aku bayar dulu," kata indana.

" ayolah na, aku boring nih" kataku yang membuat indana tersenyum lalu mengulurkan tangannya ke leherku dan berjalan meninggalkan kantin.

*

Aku diam pucat, aku benar-benar takut, sejak kelas 7 aku memang tidak bisa pelajaran yang satu ini.

Ku lihat Mis. Ratna masuk ke dalam kelas, aku mulai berkeringat dingin, dia terlihat bingung melihat seisi kelas.

"Kemana anak laki-laki di kelas ini, saya sudah terlambat 10 menit dan merasa sangat bersalah, tapi kenapa masih ada yang tidak masuk kelas?" kata Mis. Ratna marah, ku lihat memang benar anak laki-laki di kelas kami memang tidak ada satupun, ini sangat membuat mis. Ratna marah besar terlihat dari ucapan dan mukanya yang merah padam.

"Tidak tau Mis."

"Mungkin masih di kantin Mis" kelas pun menjadi gaduh akan jawaban siswa.

"Sudah-sudah kita tunggu saja sampai mereka datang!" pinta Mis. Ratna sambil memukul meja.

"Tadi mereka bukan di kantin in?" Dania mulai berbicara.

"Masak sih ? Aku gak lihat" kataku tidak percaya.

"Iyayo tadi aku lihat, eh itu mereka in" kata Dania menunjuk Mereka yang datang.

Mereka terlihat ketakutan, mereka mulai melangkah masuk ke dalam kelas, Mis. Ratna yang menyadari kedatangan mereka langsung bangkit dan datang menghampiri mereka.

"Dari mana kalian ?" kata Mis. Ratna marah.

Mereka diam membisu tanpa bicara, mereka menundukan kepala, seakan takut kena gampar Mis. Ratna, seisi kelas menjadi hampa tidak ada suara.

"Eh anak-anak apa hukuman bagi mereka ?" kata Mis. Ratna seketika kelas menjadi gaduh kembali dengan tawa dan celoteh teman-temanku, ada yang bilang suruh menari, menyanyi dll.

"Tenang-tenang semua, Mis minta kalian yang di depan menyanyi sekarang". Kata Mis. Ratna.

"Nyanyi apa Mis ?" salah satu dari mereka pun membuka suara.

"Lagu pelangi , huruf vokal di ganti o, kalian goyang sesar kalo enggak kalian tidak boleh duduk dan mengikuti pelajaran Mis lagi " kata Mis. Ratna menjelaskan.

Merekapun bernyanyi, semua yang ada di kelas gaduh dan tertawa, namun ku lihat si muka datar itu tak tersenyum bahkan tertawa, dia hanya diam saja.

"Naufal kenapa kamu tidak ketawa, seisi kelas tertawa ?" tanya Mis. Ratna heran

"Tidak ada yang lucu!." katanya datar

Mendengar itu Mis. Ratnapun heran, karena dengan santai tanpa mimik muka ya cuman datar dia menjawab 'tidak ada yang lucu?' mungkin itu pikirnya.

Aku sendiripun sama herannya, kenapa dia sulit tertawa, aku mulai penasaran akan dia, Naufal Bandoyo ada apa dengan anak ini.

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang