38. He's come to see me.

1.8K 72 9
                                    

"Simple saja,aku tak mau mengganggu Caroline." kataku singkat.

"Begitu ya?" dia hanya menimpaliku seperti itu.

"Uhm.. Liona,aku sedang latihan memainkan Fur Elise - Beethoven. Aku ingin kau menilaiku,apakah cara bermainku sudah benar atau tidak." kata Reyna sambil tersenyum-senyum.

Benar,dia benar-benar pandai mengganti topik pembicaraan. Aku hanya tersenyum simpul sambil menggangguk-angguk. Senyumannya tambah melebar,dia terlihat senang sekali. Dia menggandengku,membawaku masuk ke sebuah ruangan yang berisi alat musik. Benar,dia sangat menyukai musik. Dia mengajakku ke sebuah piano berwarna putih.

Dia duduk di sana,tersenyum menatapku kemudian menatap lurus not-not piano yang ada di hadapannya. Dia mulai memainkannya,tapi.. saat di pertengahan,aku menghentikannya.

"Uh.. Maaf karena menghentikanmu tiba-tiba. Tapi,aku harus memberi tahumu sesuatu yang penting." kataku,dan Reyna hanya tersenyum hangat dan mengangguk lembut.

"Baiklah,katakan saja." kata Reyna.

"Menurutku,kau sudah memainkannya dengan baik,tapi aku masih merasa hambar. Kau butuh bumbu-bumbu-  maksudku,kau harus memainkannya dengan perasaan." kataku menatap Reyna yang sekarang memperhatikanku dengan sangat serius.

"Uhm.. Maksudmu? ,Bisakah kau mencontohkannya untukku? Kumohon,Liona." katanya dengan mengerutkan kedua alisnya,dia memohon kepadaku.

Aku mengangguk setuju,Reyna beranjak dari kursinya,dan aku menggantikan tempat kosong itu sekarang. Aku mulai memainkannya dengan perasaan.. Sungguh dengan perasaan.. Sampai tak sengaja aku pun meneteskan air mataku,dan kemudian malah menderas. Aku membiarkan air mata itu terus jatuh sampai selesai memainkannya.

Setelah selesai memainkannya,aku menengok ke arah Reyna.

"Bagaimana,Reyna? Kau sudah pa-" kata-kataku terhenti karena terkejut melihat Reyna menangis sesenggukan.

"Reyna, kau kenapa?" tanyaku kebingungan.

"Karena apa lagi? Kau membuatku terbawa dalam emosi yang kau buat." kata Reyna yang masih sesenggukan.

"Kau kenapa menangis?" tanya Reyna bertanya balik.

"Tidak,hanya.. setiap kali aku memainkan Fur Elise ,aku jadi mengingat Ayahku. Karena ini musik kesukaannya." kataku mengelap pipiku yang basah.

"Ting tong.." suara bel membuat Reyna agak terkejut,dia langsung berjalan meninggalkanku untuk melihat siapa yang datang.

...

Tak lama pergi,Reyna kembali kepadaku. Dia mengatakan hal yang membuatku terkejut.

"Liona,Thomas mencarimu." katanya.

"Kenapa?" tanyaku kebingungan.

"Dia bilang,dia sangat khawatir karena kau semalam belum pulang. Dia juga bilang bahwa Ibu dan Kakakmu mencarimu. Jadi,dia ke sini untuk menjemputmu." katanya menjelaskan padaku.

Jawaban Reyna membuat mataku membelalak kaget,apa yang dia lakukan? kenapa dia tidak memberitahu Ibu dan Kakakku bahwa aku ada di sini?

"Tunggu,kau tidak memberitahu Ibu dan Kakakku jika aku ada di sini?" kataku yang terkejut.

"Maaf,Liona. Aku tidak bermaksud untuk tidak mengabari mereka. Ponselku rusak karena kemarin jatuh di kamar mandi." Jawabnya.

"Kau benar-benar ceroboh. Sekarang kau lihat? Mereka sedang mengkhawatirkanku. Dan yang lebih menyebalkannya lagi,Thomas datang untuk menjemputku. Agrh! Katakan padanya aku bisa pulang sendiri." kataku sedikit sebal.

"Tapi,Liona. Kau harus menghargai usahanya." kata Reyna yang membuatku beranjak dari kursi.

"Baiklah." kataku.

...

Reyna dan aku berjalan mendekati Thomas yang sudah berdiri di dekat pintu utama. Dia tersenyum menatapku,tapi aku memalingkan mataku dan tidak menjawab senyumannya.

"Ini Liona. Maaf ya,Thomas. Sedikit lama karena susah sekali membujuknya." kata Reyna cemberut menatapku.

"Kalau begitu,aku pulang dulu,Reyna. Bye.." kataku tersenyum menatap Reyna dan langsung berjalan melewati Thomas begitu saja.

"Tidak apa-apa,terimakasih,Reyna." kata Thomas yang kemudian berjalan menyusul di belakangku.

Kami tidak mengucapkan sepatah kata apapun selama perjalanan pulang menuju rumahku,rasanya sungguh benar-benar canggung. Kami seakan-akan orang asing saja- ah,tidak! Mungkin aku yang terlalu mencuekkannya.

Sampai setibanya di rumah,kulihat Ibu dan Kakakku telah berdiri di depan pintu rumah,mereka terlihat sedang menungguku. Aku berlari mendekati mereka ,dan Ibu langsung memelukku begitu saja,pelukannya begitu erat,dia terlihat sangat merindukanku.

"Kau membuat kami khawatir saja,Liona." kata kakaku dengan nada sebal,tapi.. dia juga ikut memelukku sebentar kemudian melepaskan pelukannya.

"Thomas, kau menemukannya dimana?" tanya Kakakku.

"Hey,Kakakku. Maksudmu apa dengan pertanyaan 'menemukan' ? Kau pikir aku hilang?" kataku sebal mendengar pertanyaan itu muncul dari bibir merah Kakak.

"Hey,Liona! Kau diam saja,aku sedang bertanya pada Thomas." kata Kakaku.

Aku melirik sebentar ke arah Thomas dan langsung memalingkannya dari Thomas. Aku pun masuk ke dalam rumah begitu saja.

***

Aku duduk di meja belajarku,membaca novel untuk menghibur suasana hatiku yang kelabu. Tiba-tiba aku dapat pesan di ponsel,aku membukanya

"Hey Liona,aku sudah beli ponsel baru. Nanti aku akan mentraktirmu makan malam ini di Restauran Perfect Taste jam setengah tujuh,kau datang ya. By: Reyna."

Hufttt.. Perfect Taste ya? Membuatku mengingat kejadian itu saja. Tetapi tak apalah untuk melupakan kejadian itu,akan kuhabiskan waktu senang-senang bersama sahabat kesayanganku.

***

Jam menunjukkan pukul enam sore,aku telah sampai di Restaurant Perfect Taste .

Aku menengok ke kanan dan kiri,tak ada Reyna di sana. Tentu saja,aku datang lebih cepat dari perjanjiannya. Aku duduk di salah satu tempat duduk yang kosong. Aku membuka ponselku,di sana ada fotoku dan Thomas,foto itu diambil saat aku sedang mangajari Thomas . Sial, aku jadi teringat akhir makan malam itu, 'dessert' pahit.

"Hufft.. " aku menghela nafasku. Aku mendongakkan wajahku karena aku merasa air mataku hampir jatuh.

"Liona?" suara seorang pria memanggilku.

To be continued.

Thanks for read. Hope you like it.
Please vote or comment or both.
And don't forget to read the next.

My First And Last LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang