*Arthit

11.2K 610 21
                                    

Arthit menatap jengah bayangan dirinya di cermin. Bagaimana tidak, saat ini dia baru sadar kalau tubuhnya dipenuhi oleh banyak hickey. Tanda itu ada di leher, dada, perut, punggung bahkan selangkangannya.

"Apa yang harus kulakukan?" tanyanya pada bayangan didepannya.

Tanda di tubuhnya memang bisa ditutupi oleh pakaian, tapi bagaimana dengan tanda di lehernya? Tidak mungkin kan kalau dia harus pakai scarf , mengingat di sini cuaca sedang panas-panasnya.

"Ah sudahlah, nanti saja kupikirkan solusinya. Sekarang yang harus kulakukan adalah pergi dari sini sebelum pria itu bangun"  ucapnya pelan.

Setelah membungkus tubuhnya dengan bathrobe, Arthit membuka pintu kamar mandi dengan perlahan. Tapi alangkah terkejutnya ia saat melihat keadaan kamar yang sudah rapi, bahkan pria yang tadi dia kira masih tertidur pun tidak nampak.

Arthit melangkah perlahan menuju tempat tidur, diatasnya terdapat satu stel pakaian dan secarik notes.

Pakaianmu ku buang karena sudah tak layak pakai

Hanya itu yang tertulis, tidak ada penjelasan kemana pria itu pergi. Tapi Athit memang tidak mengharapkan penjelasan apapun dari pria itu, karena bagaimanapun juga mereka hanyalah orang asing untuk satu sama lain.

Tanpa pikir panjang, Arthit pun segera berpakaian dan mengambil dompetnya yang diletakkan diatas meja disamping tempat tidur. Arthit membuka dompetnya dan bersyukur uangnya cukup untuk pulang menggunakan taksi.

Sebelum beranjak pergi, Arthit mengarahkan pandangannya ke seluruh kamar, karena tadi malam dia tidak sempat melihat jelas bagaimana 'rupa' kamar ini. Tidak ada yang istimewa dari kamar itu, hanya sedikit lebih luas dari kamar asrama di kampusnya.

 Tidak ada yang istimewa dari kamar itu, hanya sedikit lebih luas dari kamar asrama di kampusnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, dan pria itu mulai melangkah menghampirinya.

"Makanlah dulu" ucap pria itu sambil meletakkan makanan dan minuman di meja.

Arthit sebenarnya ingin menolak dan segera pergi, tapi perutnya seakan mengkhianati karena tiba-tiba saja berbunyi saat hidungnya mencium bau sedap dari makanan yang dibawa oleh pria itu.

Mereka mulai makan dalam diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Arthit sibuk memikirkan bagaimana cara dia meminta tolong pada pria itu untuk menutupi tanda merah di lehernya tanpa terlihat malu.

Setelah selesai makan dan membereskan sampahnya, Arthit memberanikan dirinya untuk mengajak bicara pria itu. Tetapi sebelum sempat dia bersuara, pria itu menarik tangannya dan meletakkan sebuah perbandisana.

"Pakailah itu untuk menutupi tanda merah di lehermu" ucapnya saat Arthit memandangnya penuh tanya.

"Terimakasih" ujarnya, karena dia tidak tahu harus berkata apa lagi. 

Arthit pun masuk ke kamar mandi dan mulai memakai perban itu untuk menutupi tanda merah di lehernya.  Setelah selesai, dia pun langsung keluar dari kamar mandi dan menghampiri pria itu yang sedang duduk diatas tempat tidur.

"Terima kasih untuk semuanya, dan tolong penuhi perjanjian kita" Arthit berkata dengan sedikit tegas.

"Baiklah" katanya sedikit tak acuh.

Arthit menatap tajam mata pria itu, tak ada tanda-tanda kebohongan disana. Setelah yakin kalau pria itu akan menepati janjinya, tanpa berkata apapun lagi Arthit berbalik dan pergi meninggalkan pria itu.


Apaan Sih?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang