*Arthit

3.4K 342 35
                                    

Aku masih setengah mengantuk saat ku dengar ada getaran di meja di samping tempat tidurku, yang ternyata berasal dari handphone ku. Ku ambil handphone ku saat getarannya berhenti, dan mataku langsung membelalak saat ku lihat ada puluhan missed call dari Kongpob.

Kongpob kembali menelepon, tapi aku tak mengangkatnya karena ku lihat jam di handphone menunjukkan 08.42 am, yang berarti aku sudah telat. Sadar kalau dia mungkin sudah menungguku dari tadi, aku pun langsung berlari ke kamar mandi.

Setelah mengunci kamar, aku pun berlari menuruni tangga dan langsung menuju parkiran. Begitu sampai disana, ku lihat Kongpob keluar dari sebuah mobil sambil membawa sebotol pinkmilk, lalu menghampiriku dan menyerahkan pink milk itu padaku.

"Terimakasih" kataku dengan terengah-engah, yang dia balas dengan senyuman.

"Bisa kita pergi sekarang?" tanyanya yang ku jawab dengan anggukan kepala, karena aku masih sibuk meminum pink milk ku.

Kongpob berjalan mendahuluiku kemudian membuka pintu mobil untuk penumpang, dan aku membuang botol pink milk  ke tong sampah dahulu, baru kemudian naik ke mobilnya. Setelah Kongpob naik dan memastikan bahwa aku telah memakai seat belt juga, dia menyuruhku untuk memasukkan alamat rumahku ke navigasi.

"Maaf, semalam aku banyak pikiran sehingga susah tidur, dan akhirnya terlambat bangun" kataku saat mobil mulai melaju.

"Kalau aku boleh tau, apa yang P' pikirkan sampai tak bisa tidur seperti itu?" tanyanya sambil melirik ke arahku.

"Aku hanya cemas memikirkan reaksi orangtuaku, saat mereka tahu kalau aku berbohong pada mereka" kataku.

Aku memang sudah bilang pada orangtuaku kalau aku akan membawa kekasihku ke rumah melalui telpon, tapi aku belum bilang bahwa kekasihku itulah ayah Arun, karena aku ingin mengatakannya langsung pada mereka.

"P' tidak usah khawatir, mereka pasti mengerti, lagipula aku akan bantu untuk menjelaskannya" katanya sambil memegang tanganku dengan sebelah tangannya.

"Terimakasih"  kataku, sambil membalas genggamannya.

Kami sampai di rumahku hampir dua jam kemudian, karena jalanan sangat macet. Aku masuk ke dalam rumah terlebih dahulu sambil membawa tas kecil yang berisi mainan dan baju untuk Arun, dan Kongpob mengikutiku dari belakang sambil membawa parcel buah untuk orangtuaku.

"Sawatdee Po... Lung..." sapaku dan Kongpob berbarengan sambil memberi wai pada Po yang sedang membaca koran di ruang tengah.

"Kamu sudah datang Oon? Inikah kekasihmu?" tanya Po setelah meletakkan korannya.

"Iya" jawabku sambil duduk dan memberi isyarat pada Kongpob untuk duduk juga.

Tak lama setelah Kongpob meletakkan parcel di atas meja, Mae bergabung dengan kami sambil membawa minuman, lalu meletakkannya di depan kami. Setelah duduk, Mae mempersilahkan Kongpob untuk minum.

"Mana Arun?" tanyaku pada Mae.

"Dia sedang tidur" jawab Mae, yang tentu saja membuatku kecewa.

"Ini ...." kata Mae sambil melihat Kongpob, yang membuatku menatap Mae dengan bingung.

"Laki-laki yang sama dengan yang ada di photo di kamarmu kan?" tanya Mae sambil mengalihkan pandangannya padaku.

Aku yakin wajahku memerah sekarang, karena ketahuan oleh Kongpob bahwa aku pernah memotretnya diam-diam, mencetak photonya, lalu kemudian memajangnya di kamarku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku yakin wajahku memerah sekarang, karena ketahuan oleh Kongpob bahwa aku pernah memotretnya diam-diam, mencetak photonya, lalu kemudian memajangnya di kamarku. Aku makin merasa malu saat ku lihat dari sudut mataku kalau Kongpob sedang menatapku dan tersenyum penuh arti.

Aku sebenarnya mengira kalau Kongpob merasa gugup, karena selain mengucapkan salam, dia tak berbicara apapun lagi. Tapi sepetinya aku salah, karena saat ini dia menjawab semua pertanyaan dari orang tuaku, khususnya Mae, dengan tenang.

"Po... Mae... Ada yang Oon ingin bicarakan" kataku saat kuyakin mereka sudah puas bertanya pada Kong, yang membuat mereka memusatkan perhatiannya padaku.

Aku pun memberitahu bahwa Kong lah ayah Arun, dan mereka melihatku dengan kecewa karena dahulu telah berbohong pada mereka. Kongpob yang juga melihat tatapan mereka padaku, akhirnya membantuku menjelaskan pada mereka, dan akhirnya mereka mau mengerti setelah mendengar penjelasan dari kami. 

**    

Arun sudah bangun dari tidurnya, dan dia menolak saat aku hendak menggendongnya, entah karena tak merindukanku atau marah padaku karena sudah lama tak menemuinya. Aku tak tahu apakah Arun mengerti saat Kongpob bilang padanya bahwa dia adalah ayahnya, tapi yang pasti Arun sama sekali tak mau lepas dari Kongpob setelah itu.

Arun langsung menangis saat Mae mengambil Arun dari Kongpob dan menyuruh kami makan siang, tapi Arun langsung berhenti menangis saat Kongpob mengambil Arun kembali dari Mae. Mereka makan, bermain, bahkan saat ini mereka mandi berdua saja, dan itu membuatku sedih karena merasa dilupakan oleh mereka. 

Suasana hatiku langsung membaik saat aku menyiapkan baju ganti untuk mereka, dan berpikir bahwa tak seharusnya aku merasa sedih seperti ini. Aku sadar adalah hal yang wajar kalau mereka saling merindukan, karena baru sekarang lah mereka saling bertemu. Aku pun akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan mereka, karena aku tak yakin Kongpob bisa memandikan Arun dengan benar.

Apaan Sih?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang