*Arthit

3.5K 309 37
                                    

Waktu kami baru saja meninggalkan asramaku, Kongpob bilang bahwa dia tidak jadi mengantarku pulang hari ini, karena dia akan mengenalkanku pada keluarganya. Tadinya aku ingin marah, tapi saat mendengar alasannya tak memberitahuku sebelumnya adalah karena dia tak ingin aku berpikiran macam-macam dan jadi stress karenanya, aku pun hanya bisa menguatkan diriku sendiri untuk menerima apapun tanggapan dari keluarganya nanti.

Kongpob memang pernah bercerita kalau keluarganya termasuk open minded, tapi tetap saja rasa khawatir kalau mereka akan menentang hubungan kami tuh masih ada, apalagi aku tak tahu apakah Kongpob sudah memberitahu keluarganya atau belum kalau sebenarnya aku bisa mengandung dan sudah memiliki anak darinya.

Kalau saja aku tidak ingat bahwa kini aku ada di depan rumahnya, sepertinya aku akan memukul Kongpob karena telah membohongiku. Tadi Kongpob bilang bahwa perbedaan keluarganya dan keluargaku hanyalah bahwa ia mempunyai dua orang kakak perempuan, tapi melihat letak rumahnya yang dekat dengan pusat kota dan dua kali lebih besar dari rumahku, sepertinya perbedaan kami sangatlah besar.

Seorang laki-laki yang sepertinya pekerja disana langsung menghampiri begitu Kongpob memarkir mobilnya di garasi. Kongpob memberikan wai padanya, lalu memintanya untuk membawakan koper kami ke kamarnya, kemudian memberi isyarat padaku untuk mengikutinya masuk ke dalam rumah. 

Saat Kongpob masuk ke ruang tamu, seorang wanita cantik yang tadinya sedang duduk di sofa langsung berdiri. Sepertinya dia terkejut melihatku yang berjalan di belakang Kongpob, buktinya dia hanya berdiri mematung saat aku memberi wai padanya.

"Kenapa P'Jane?" tanya Kongpob pada wanita itu, yang ternyata adalah kakaknya yang pertama, dan sepertinya pertanyaan Kongpob menyadarkan P'Jane.

"Ah, tidak... Tidak apa-apa! P' hanya terkejut karena ternyata kekasihmu ini sangat manis, malahan lebih manis dari perempuan" jawabnya.

"P' bukan terkejut karena dia laki-laki?" tanya Kongpob sangsi.

"Tentu saja bukan! Waktu Mae bilang bahwa kamu akan mengenalkan kekasihmu pada kami, P' sudah memikirkan adanya kemungkinan bahwa kekasihmu adalah laki-laki" jelasnya sambil tersenyum, lalu mempersilahkanku untuk duduk.

Kami pun duduk bersebelahan, dan tak lama kemudian seorang pekerja wanita datang mengantarkan minuman untuk kami. 

"Terima kasih P'Fah" kata Kongpob sambil tersenyum dia meletakkan minuman yang dibawanya.

P'Jane kemudian meminta P'Fah untuk memberitahu ibunya bahwa kami sudah datang. 

"Siapa namamu?" tanya P'Jane begitu P'Fah masuk ke dalam.

"Arthit khrap" jawabku.

"Apa kamu juga anak baru sama seperti Kong?" tanyanya lagi.

Aku berniat hendak menjawab, tapi ku urungkan karena P'Fah datang lagi menyampaikan pesan dari ibu Kongpob kalau dia ingin bicara empat mata dengannya, yang membuatku jadi berpikiran kalau kekhawatiranku sepertinya jadi kenyataan.

"Aku akan menemui Mae dulu" kata Kongpob sambil menggenggam tanganku, seakan ingin memberitahuku bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Baiklah" kataku sambil membalas genggamannya.

"Ehem..." deheman P'Janen membuatku langsung melepaskan genggaman tangan kami, dan membuatku menundukkan kepalaku, karena merasa bersalah telah melupakan keberadaannya.

 Aku pun kemudian menyilangkan tanganku, karena Kongpob berusaha menggenggam tanganku lagi, dan dari sudut mataku ku lihat Kongpob menatap P'Jane dengan kesal saat usahanya tak berhasil yang membuatku harus berusaha ekstra keras agar tak tersenyum...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 Aku pun kemudian menyilangkan tanganku, karena Kongpob berusaha menggenggam tanganku lagi, dan dari sudut mataku ku lihat Kongpob menatap P'Jane dengan kesal saat usahanya tak berhasil yang membuatku harus berusaha ekstra keras agar tak tersenyum melihat tingkahnya yang kekanak-kanakan seperti itu.  

"P'Jane, tolong temani P'Arthit dulu sebentar, dan jangan menceritakan hal yang aneh-aneh!" ancam Kongpob dengan nada main-main.

"P' ga bisa janji kalau kamunya lama" ujar P'Jane dengan bercanda juga.

"Aku yakin kalau dia sudah memikirkan cara agar orangtua kami merestui hubungan kalian" kata P'Jane setelah Kongpob pergi, yang membuatku langsung tersenyum padanya, karena aku juga berpikir hal yang sama.

P'Fah datang lagi, tapi kali ini dia terlihat menggendong seorang gadis kecil. Dari reaksi P'Jane yang langsung bangkit lalu mengambil alih untuk menggendongnya, aku bisa menebak kalau gadis kecil itu adalah Waan, anak dari P'Jane.

P'Jane mengajakku untuk ikut bermain bersama mereka, yang tentu saja langsung ku setujui, karena setidaknya hal itu bisa mengalihkan pikiranku sehingga aku tak penasaran dengan apa yang sedang dibicarakan oleh Kongpob dan ibunya.

Bermain besama Waan membuatku teringat dengan Arun, sehingga beberapa saat kemudian aku pun meminta izin untuk ke kamar kecil. P'Jane pun memanggil P'Fah, lalu memintanya mengantarku ke kamar kecil begitu dia datang. 

Aku langsung menghubungi Mae lewat video call begitu berada di kamar mandi.

"Kenapa kamu menghubungi Mae dari dalam kamar mandi?" tanya Mae dengan heran.

"Oon sedang sakit perut, karena itu Oon tak jadi pulang hari ini. Oon takut Mae menunggu kedatangan Oon, makanya Oon membawa handphone Oon ke kamar mandi" kataku sambil meminta maaf dalam hati pada Mae karena telah berbohong padanya.

"Apa kamu tidak perlu ke Rumah Sakit?" tanya Mae dengan cemas.

"Tidak Mae, Oon sudah merasa baikan sekarang, karena tadi Kongpob sudah membelikan Oon obat" jawabku.

"Ah, Mae lupa kalau sekarang sudah ada Nak Kongpob yang menjagamu disana, makanya kamu baru mengabari Mae sekarang" sindir Mae yang membuat mukaku memerah karena malu dan semakin merasa bersalah. 

"Mana Arun?" tanyaku setelah terdiam cukup lama, dan Mae pun mengarahkan handphone yang di pegangnya ke arah Arun yang sedang tertidur.

Aku sedikit kecewa karena aku sebenarnya ingin mendengar suara Arun, tapi aku tak mungkin meminta Mae untuk membangunkannya, karena itulah aku pun mengakhiri panggilanku, lalu keluar dari kamar mandi.

Aku benar-benar terkejut karena Kongpob sudah ada bersama P'Jane saat aku kembali, apalagi seorang wanita yang sudah berumur, yang sepertinya ibunya Kongpob juga ada disana. Aku pun otomatis memberi wai padanya yang beliau respon dengan tersenyum dengan hangat padaku.

"Kemarilah Nak!" kata ibunya, dan sekali lagi aku merasa terkejut karena beliau langsung memelukku saat aku sudah berada dihadapannya.

"Terimakasih" katanya sambil melepas pelukannya, dan aku pun hanya bisa memandang beliau dengan bingung.


Note : Maaf kalau comment kalian di chapter sebelumnya, chapter ini, ataupun chapter berikutnya ada yang tidak saya balas.

Apaan Sih?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang