ku belai lembut pipinya yang putih
yang merona merah karena risih
dengan ketusnya dia bertanya "Apaan sih?!"
aku pun mengecup bibirnya penuh kasih
"Aku Mencintaimu" jawabku dengan lirih
#Homopobic silahkan menjauh#
Karena terlalu panjang, penulis memutuskan untuk membagi flashback Kongpob. Ini flashback terakhir, jadi terimakasih sebelumnya jika ada yang membaca. Curcol dikit... Jangan minta buru-buru update, soalnya menuangkan ide ke dalam tulisan tuh lebih sulit dari yang penulis kira.
flashback
Aku tadinya akan memakaikan pakaian untuk Art, tapi tubuhku terlalu lelah untuk itu. Aku pun hanya menyelimuti saja, dan langsung tertidur di sampingnya. Suara alarm dari handphone membangunkanku. Ku ambil handphone dan mematikan alarmnya, lalu pergi ke kamar mandi.
Aku hanya mencuci muka dan menggosok gigi. Aku tak mandi, karena ku pikir saat membereskan kamar nanti aku pasti berkeringat. Saat keluar dari kamar mandi, ku lihat Art menggerakkan tubuhnya, sepertinya sebentar lagi dia akan bangun. Belum siap memberi penjelasan atas perbuatanku, aku pun kembali berbaring dan pura-pura masih tertidur.
Dari gerakkan Art yang terdengar olehku, saat ini Art sudah terbangun tapi masih terdiam di tempat tidur, sepertinya dia masih mengumpulkan kesadarannya. Tak lama kemudian, ku dengar Art turun dari tempat tidur. Ku picingkan mataku, dan ku lihat Art berjalan dengan perlahan menuju kamar mandi.
Setelah Art masuk kamar mandi, aku pun langsung bangun dan membereskan kamar. Saat hendak mengganti sprei, selain ceceran sperma, ku lihat ada sedikit darah disana. Jujur saja aku senang, karena itu berarti kami berdua sama-sama virgin, jadi aku tak perlu khawatir akan terkena penyakit, mengingat semalam aku tak pakai pengaman.
Aku tak yakin bisa mencuci bersih sprei dan handuk kecil Pick, jadi hanya celana jean dan celana dalam Art saja yang ku masukkan ke keranjang cucian. Aku tak mungkin membawa sprei dan handuk kecil yang kotor itu ke binatu apalagi ku bawa pulang ke rumah, makanya ku putuskan untuk membuangnya beserta baju Art yang ku robek semalam.
Setelah yakin semuanya rapi, aku menyiapkan pakaian milikku untuk Art di atas tempat tidur. Aku paling tak bisa memakai pakaian orang lain, makanya aku menyimpan beberapa bajuku di kamar Pick, sehingga setiap kami minum bersama dan terlalu mabuk untuk pulang, aku tak perlu merisaukan baju ganti.
Suara perutku seakan mengingatkan kalau aku belum makan dari semalam, dan aku yakin Art pun sama kelaparannya denganku. Aku pun langsung mengambil dompet, dan pergi mencari makanan. Tak lupa kutulis notes sebelum aku pergi.
Aku sebenarnya ingin menulis lebih banyak, tapi perutku sudah berdemontrasi sekarang. Aku pun membatalkan niatku, lalu menaruh notes itu di atas pakaian untuk Art dan segera berlari keluar untuk mencari makanan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah membeli bubur dan air mineral, aku pun pergi ke apotek yang tak jauh dari sana. Tadinya aku ingin membeli obat untuk mengobati anus Art, tapi aku merasa malu. Teringat hickey yang ku buat di leher Art, akhirnya aku pun membeli perban untuk menutupinya.
Saat ku membuka pintu apartment, ku lihat Art sudah rapi, dan entah mengapa hatiku berdetak lebih kencang melihat dia memakai pakaianku. Aku berusaha mengalihkan tatapanku dengan meletakkan bubur dan air mineral yang tadi ku beli di meja.
"Makanlah dulu" ucapku, menutupi kegugupanku.
Kami mulai makan dalam diam. Aku sibuk memikirkan alasan apa yang akan ku beri jika Art menanyakan tentang perbuatanku semalam. Memang benar Art yang menciumku lebih dulu, tapi aku lah yang menciumnya dengan lebih agresif.
Teringat ciuman kami, aku pun teringat perban yang tadi ku beli, makanya setelah selesai makan dan membereskan sampahnya, ku tarik tangan Art dan meletakkan perban disana.
"Pakailah itu untuk menutupi tanda merah di lehermu" ucapku, saat ku lihat Art memandangku penuh tanya.
"Terimakasih" ujarnya, dan segera berlalu ke kamar mandi.
Saat Art keluar dari kamar mandi dan menghampiriku, ku lihat hickey di lehernya sudah tertutupi perban.
"Terima kasih untuk semuanya, dan tolong penuhi perjanjian kita" ujarnya tegas.
Sebenarnya aku bingung, karena ku pikir Art akan membahas tentang semalam, tapi ternyata tidak. Mungkin Art butuh waktu untuk mencerna semuanya, sama sepertiku. Pikiranku benar-benar kacau, sehingga tanpa sadar aku menjawabnya dengan sedikit tak acuh.