Kongpob merasa setelah hari ini pria itu akan menghilang dari kehidupannya, dan itu membuatnya tak nyaman. Kongpob sadar rasa penasarannya lah yang menyebabkan semua kekacauan ini, dan dia benar-benar merasa bersalah karenanya.
flashback
Saat pria itu menolehkan wajahnya, dalam tatapan matanya aku melihat bukan hanya ada kebingungan saja disana tapi juga ketertarikan, saat itulah aku tahu kalau pria itu gay. Tapi aku tak bisa mundur lagi, lagipula aku berniat hanya untuk berkenalan saja dengannya.
"Silahkan" jawab pria itu, dan aku pun langsung duduk.
Tadinya aku tak ingin membuang waktu dan menjelaskan maksudku menghampirinya, tapi sebelum aku sempat berbicara, pelayan datang membawakan daftar menu. Aku merasa masih kenyang, makanya aku hanya memesan ice coffee.
Sesaat pria itu sepertinya terkejut dan ingin menanyakan sesuatu kepadaku, tapi akhirnya berubah pikiran dan kembali membaca daftar menu yang dipegangnya. Pria itu sepertinya bertekad untuk mengacuhkanku dan menganggapku tidak ada.
Ketidakpedulian pria itu sedikit melukai harga diriku, mengingat bahwa aku yakin tadi melihat rasa ketertarikan dari pancaran matanya. Akhirnya pria itu selesai makan, dan aku tahu pria itu akan mengintrogasiku sekarang.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya santai, sambil meminum jus jeruk pesanannya.
Sikap pria itu entah mengapa mengusik rasa penasaran ku, aku ingin tahu sampai kapan dia bisa bersikap seakan tak tertarik padaku.
"Ada...... Ngedate ma saya" jawabku tak kalah santainya.
Jawabanku sepertinya benar-benar membuatnya terkejut, dia bahkan sampai tersedak minumannya. Mungkin dia mengira aku tidak akan to the point seperti itu.
"Maaf kalau saya lancang, tapi saya tahu kalau anda gay. Saat tadi anda masuk, saya merasa tertarik pada anda, dan saya tahu kalau anda juga tertarik pada saya" lanjutku sedikit berbohong.
"Kalaupun benar saya gay dan tertarik dengan anda, mengapa saya harus menyetujui permintaan anda untuk nge date?" tanyanya lagi.
"Kenapa? Anda takut saya hanya bermain-main?" tanyaku dengan nada menggoda.
"Baiklah, siapa takut?! Jadi kapan kita ngedate?" tanyanya sambil menatap tajam ke arahku.
Pria itu sepertinya tahu bahwa tidak ada gunanya berbasa-basi dan mulai menanggapi godaanku.
"Bagaimana kalau besok malam kita bertemu lagi disini? Oh ya, aku Ko, kalau kamu?" tanyaku sambil memperkenalkan diri.
Aku memang tak memberitahukan nama asliku, karena kupikir belum saatnya aku jujur padanya.
"Aku?" tanyanya kebingungan.
"Ah, kalau saya-anda rasanya terlalu formal, tidak masalah kan kalau ku ganti dengan aku-kamu?" tanyaku enteng.
Pria itu tidak menjawab, dan hanya menganggukkan kepalanya saja.
"Oh ya, kamu belum menyebutkan namamu" lanjutku.
"Art" jawabnya singkat.
"Senang bisa berkenalan denganmu Art. Aku sebenarnya ingin mengobrol lebih banyak denganmu, tapi maaf sepertinya aku harus pergi karena teman-temanku sudah lama menunggu" kataku sambil melirik ke arah teman-temanku.
Art mengikuti arah pandanganku, dan ku lihat dia hanya tersenyum saat teman-temanku melambaikan tangan padanya.
"Besok malam jam 7 aku tunggu kamu disini, jangan sampai tidak datang" ucapku sebelum pergi meninggalkan Art.
Keesokan malamnya sebelum jam 7 aku sudah duduk manis di cafe itu, dan setelah hampir 30 menit menunggu, akhirnya Art datang juga. Setelah berbasa-basi menanyakan kabar masing-masing, kami pun makan malam berdua.
Ternyata Art orangnya menyenangkan, dan aku pun berpikir tidak ada salahnya untuk berteman dengannya. Aku pun mengurungkan niatku untuk bicara jujur tentang semuanya, dan menikmati kebersamaan kami lebih lama lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apaan Sih?!
Romanceku belai lembut pipinya yang putih yang merona merah karena risih dengan ketusnya dia bertanya "Apaan sih?!" aku pun mengecup bibirnya penuh kasih "Aku Mencintaimu" jawabku dengan lirih #Homopobic silahkan menjauh#