3 - Kiss his Cheek! Kis her Lips and ...

231K 5K 125
                                    

Sadistic Manager 3 - Kiss his Cheek, Kiss her Lips and ...

Alana hanya bisa memandangi gagang telepon meja manajernya itu dengan pandangan penuh tanda tanya. Sedang gadis bernama Sofia Hayden dan Emily Clark itu memberesi berkas yang sudah dilemparkan ke lantai kiri meja manajer itu dengan segera. Beberapa karyawan lainnya masih membicarakan perilaku David yang tiba-tiba brutal itu, belum mau kembali pada pekerjaan masing-masing. Sofia memberikan berkas-berkas itu pada Emily lalu Sofia segera kembali ke meja kerjanya. Emily meletakkan berkas malang itu di meja David, belum ingin mengembalikannya ke almari berkas berbahan alumuniumdi pojok ruangan itu.

 "Sadar Alana, sampai kapan kau akan terpesona pada sebuah ganggang telepon manajer itu?” tanya Emily.

 “Oh, eh.. ah iya,” jawab Alana. Barulah ia mengembalikan ganggang ke tempatnya.

 “Aku tidak mengerti alasannya marah besar seperti itu. Aku yakin dia orang yang sangat baik dalam hal menjaga tempramen,” ucap Emily.

 “Hnn... ya, aku pikir juga begitu, atau memang masalahnya tidak sesimple itu?” tanya Alana. “Ya, oke aku tahu, beberapa bulan belakangan ini pendapatan perusahaan memang menurun, tapi apa rasa kagetnya harus seperti itu?” lanjut Alana.

 “Dan kau tahu jeritan tak percayanya dengan segala jenis pajak ‘Keuntungan perusahaan lebih kecil dari pajak?’ memangnya untuk perusahaan besar seperti ini pajaknya juga akan sedikit? Bahkan keuntungan bulan ini jika dibagi untuk pemegang saham saja, maka setiap orang akan mendapatkan uang yang mengalahkan gaji kita selama lebih dari 10 bulan,” pekik Emily tak percaya.

 Ya, seharusnya dia tahu. Seharusnya David tahu. Untuk perusahaan sebesar ini pajak perusahaan tidak akan main-main dalam nominalnya. Mulai pajak listrik, pajak air, pajak kendaraan dinas, pajak mobil perusahaan yang digunakan para manajer dan komisaris, beberapa pembelian flat baru untuk para manajer baru, pajak bumi dan bangunan, pajak tanah kosong yang dimiliki oleh perusahaan, dan beberapa pajak eksport import. Apa itu hanya bernilai beberapa dolar? Tentu tidak, anak manis.

 Dan Alana hanya bisa menggelengkan kepalanya, sedikit pusing dan mual jika ia mengingat dialah yang menjadi penghitung akhir dari semua pajak-pajak itu. Ia memegangi kepalanya yang mulai berdenyut-denyut.

 “Aku pikir saat kau mengatakan dia itu eccentric* hanyalah candaan, Emi,” ucap Alana akhirnya.

 “Tentu tidak, aku mengatakkannya sepenuh hati dan sekarang kau baru setuju, huh?” tanyanya. Gadis pirang itu tertawa. “Oh, ya tadi apa yang dikatakannya padamu?” tanya Emily.

 “Oh, hampir saja aku melupakan tentang hal itu. Emi, boleh aku bertanya?” tanya Alana. Gadis mata amber itu memberi jeda. Membiarkan gadis disampingnya untuk menjawab terlebih dahulu.

 “Ya, tentu saja. Memangnya ada apa?” tanya Emily.

 “Apa kau tau dimana manajer itu sekarang berada agar aku bisa memberikan laporan keuangan sialan itu padanya sekarang juga?” tanya Alana, ia menyunggingkan senyumnya, kesal.

 “Tentu tidak,” jawab wanita itu logis. “Oh, ya ampun. Dia gila,” ujar Emily setelah ia tahu maksud tersirat dari pertanyaan Alana.

 “Aku setuju padamu dan kali ini aku benar-benar jujur,” ucap Alana. “Sampai jumpa, Emi,” ucap Alana.

 “Kau mau kemana?” tanya Emily.

 “Ruang CCTV, ingin tahu ke arah mana dia pergi,” jawab Alana, gadis itu sudah membopong berkas-berkas sialan itu ke tangannya.

 “Ya, sampai jumpa – hati-hati –,” imbuh gadis itu dalam hati.

 Alana sudah meninggalkan ruangan dan melewati pintu serta segera menutupnya kembali.

Sadistic ManagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang