Four | Mingyu : Missing You Like Crazy

5.8K 767 42
                                        

"Jeon, aku menyukaimu! Berpacaranlah denganku!"

"Heol, kenapa aku harus?"

"Tentu saja karena aku menyukaimu!"

"Bagaimana kalau aku yang tidak menyukaimu?"

"Kau menyukaiku Jeon Wonwoo! Aku tahu itu!"

Gadis yang dipanggil Wonwoo terkekeh dan membuat hidungnya berkerut mendengar perkataan lelaki didepannya. Lelaki yang lebih tua satu tahun darinya itu baru saja menyatakan cinta pada. Setengah memaksa. Yang mau tak mau membuat Wonwoo geli mendengarnya.

"Baiklah, Kim aku bersedia."

"Yak! Panggil aku 'Oppa'!"

"Kalau aku tidak mau?"

"Baiklah terserahmu saja, Jeon."
.
.
.

Aku keluar dari kamar mandi berbalut selembar handuk dengan rambut yang masih basah. Aku mengeringkan rambutku sekilas dan kemudian merasa haus. Aku langsung saja berjalan menuju dapur untuk mengambil minum. Minghao sudah tidak lagi menginap di tempatku, sehingga aku bebas bertelanjang dada mengelilingi ruang apartemenku.

Tadi siang ketika rapat, aku melihat Wonwoo duduk disamping Jun hyung, anak teman ayahku yang sekarang menjadi kepala divisi bagian perencanaan. Rupanya Wonwoo juga sama-masa masuk dalam divisi perencanaan. Yang kuherankan adalah, bagaimana bisa Jun hyung mengajak seseorang yang masih dalam masa trainee nya untuk mengikuti rapat bagian seperti tadi? Hanya saja aku memilih untuk bungkam dan tidak bertanya apapun padanya.

Sebetulnya saat ini juga aku bisa menghubungi Jun hyung. Bertanya apapun soal Wonwoo yang sangat ingin kuketahui. Namun aku tahu batasanku. Wonwoo hanya bawahanku sekarang dan tidak lebih. Aku tidak bisa begitu saja melewati garis yang telah jelas-jelas ada untuk membuat jarak diantara kita.

Aku barusan memandangi Wonwoo lekat-lekat. Dan ia bahkan tidak menghiraukanku. Ia acuh tak acuh dan hanya fokus pada laptop di depannya. Sepertinya ia benar-benar telah melupakanku. Atau mungkin ia berusaha untuk mengalihkan tatapannya dariku? Entahlah, aku tidak mau menebak-nebak. Yang jelas Kim Mingyu yang sekarang tidak akan lagi memohon-mohon padanya seperti waktu dulu. Seperti ketika aku membuang harga diriku dan berlutut padanya. Dan bahkan ia hanya melihatku dengan tatapan sinisnya seakan aku adalah sampah.

Aku tersenyum kecut mengingat hal itu. Sungguh, aku benar-benar tidak ingin mengingat semuanya. Hanya saja kehadiran Wonwoo benar-benar begitu melekat dalam otakku. Empat tahun bukanlah hal yang singkat. Dan pada masa berpacaran kami itu, ia sama sekali tidak pernah memperlihatkan kecacatannya padaku.

Ia selalu mendukungku, menyemangatiku, menguatkanku. Tertawa untukku ketika aku senang, dan menangis untukku ketika aku sedih. Jeon Wonwoo adalah sosok pacar sempurna yang pernah kumiliki. Ia tidak pernah meminta dan menuntut banyak kepadaku. Ia juga tidak pernah merengek atau bahkan sekedar menumpahkan kekesalannya padaku. Ia wanita tegar dan mandiri. Itu yang membuatku menyukainya.

Dan ketika aku merasa pertahanannya mulai runtuh, ketika aku merasa bahunya mulai bergetar karena tidak sanggup menahan kesedihan yang dia punya, aku akan selalu ada disana. Merengkuhnya dalam dekapanku. Membiarkannya menangis di dadaku. Dan pada saat-saat seperti itu, aku merasa bahwa Jeon Wonwoo hanya perempuan lemah yang terlihat sok kuat dari luarnya.

Aku teringat bagaimana pertama kali aku melihatnya menangis. Saat itu tahun kedua kami berpacaran, dan Wonwoo saat itu tidak masuk kuliah. Karena itu aku langsung saja pergi ke apartemennya dan ternyata ia sedang tidak ada disana. Seketika aku panik dan kukirimi saja pesan bertubi-tubi padanya. Kutelpon ia berulang kali dan tidak ia mengangkatnya.

Us, Who Can't Break Up ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang