Ketika dulu berpacaran dengan Kim Mingyu, dia tidak pernah menceritakan banyak padaku masalah keluarganya. Aku tahu ia anak orang kaya, dan ayahnya adalah seorang CEO suatu perusahaan. Hanya saja aku tidak pernah tahu ayahnya adalah Kim Moonbok, CEO JY Group. Perusahaan dengan peringkat nomor dua di Korea.
Kalau saja fakta itu sudah kuketahui sejak awal, tentu saja aku tidak akan melamar kerja di JY Capital yang masih satu bagian dengan JY Group. Sejak putus dari Kim Mingyu dua tahun lalu, aku sudah memutuskan dan berjanji pada diriku sendiri untuk menghilang selamanya dari kehidupannya.
Namun siapa yang menyangka, tiba-tiba Mingyu berada tepat di depan mataku? Seperti barusan saat aku hendak menaiki lift. Aku melihatnya berada di dalam sana. Menahan pintu untukku agar aku dapat ikut masuk ke dalam lift. Hanya saja aku menahan diriku sendiri untuk tidak langsung berlari kepadanya. Aku mundur beberapa langkah untuk membuat jarak. Dan aku merasakan kilatan kecewa dari wajahnya.
Ah, wajahnya.
Ia masih Kim Mingyu yang tampan seperti dua tahun lalu. Tubuhnya sepertinya makin tinggi saja. Mungkin sekarang sudah naik dua senti menjadi 187 cm? Entahlah. Rambutnya yang dulu ia cat cokelat semasa kuliah, kini berubah menjadi hitam. Ia menaikkan poninya yang biasa terjulur dengan gel rambut, sehingga dahinya yang tegas terlihat dengan jelas.
Mata coklat gelapnya menatapku lekat-lekat. Aku tahu pasti apa yang ada dalam pikirannya hanya dari tatapan matanya. Sejak dulu ekspresi wajah Kim Mingyu mudah sekali ku tebak.
Dan aku tahu ia sekarang benci sekali padaku.
Sekaligus merindukanku.
Aku berusaha sekuat tenagaku untuk tidak menangis saat itu juga. Bagaimanapun aku masih tidak tega melihatnya menatapku sampai seperti itu. Aku ingat dengan jelas saat ketika ia berlutut di depanku dan memohon untuk kembali padaku. Aku tidak menggubrisnya dan berjalan sambil lalu. Meninggalkannya.
Aku jahat, memang.
Tapi hanya itu yang bisa kulakukan. Aku tidak punya pilihan lain selain meninggalkannya.
Setelah melamun sesaat, kutepiskan jauh-jauh pikiran mengenai Kim Mingyu. Aku tidak boleh lagi mengenangnya. Semua itu hanya masa lalu. Aku dan dia hanya kebetulan saja bertemu lagi disini. Dia hanya kebetulan menjadi atasanku disini. Tidak lebih. Bahkan strata kami jauh berbeda sekarang. Ia beberapa level di atasku dan menurutku suatu hal yang mustahil kalau kami bertemu lagi di waktu dan tempat yang sama. Lagipula ia tidak satu lantai denganku, dan ada berapa banyak karyawan dalam satu gedung ini?
Mustahil,
Ya, pasti mustahil untuk bertemu lagi dengannya.
Maka dari itu, untuk apa aku memikirkannya dalam-dalam? Iya, bukan?
Kulihat melalui ekor mataku, Boo Seungkwan datang memasuki ruangan dan langsung berjalan menuju mejanya di sebelahku. Aku langsung mengubah wajah murungku dan memasang senyuman disana. Aku tidak ingin seseorang, siapapun, melihatku ketika bersedih.
Maka saat itu juga, kusapa saja Seungkwan dengan wajah ceria penuh kepura-puraanku. Seungkwan balik menyapaku dan langsung duduk disebelahku. Bercerita macam-macam masalah dirinya sebelum kami memulai pekerjaan.
- mxw -
Aku selalu berpikir aku tidak akan lagi bertemu Kim Mingyu, sampai suatu hari Junhui, kepala divisiku mengajakku untuk mengikuti rapat bagian. Ia memerlukan aku sebagai sekretarisnya karena Yoon Jeonghan unnie yang biasa mendampinginya ketika rapat bagian tidak masuk saat itu.
Aku sendiri saat diajak tidak berpikir macam-macam sampai dua menit kemudian aku duduk di ruang rapat, aku baru tahu kalau rapat bagian ini dipimpin oleh sang general manager. Oleh Kim Mingyu.
Aku kemudian duduk terdiam di bangkuku. Menatap laptop menyala yang ada di depanku. Tidak menghiraukan keadaan sekitarku. Yang kutahu setiap divisi diwakilkan oleh dua orang, jadi dalam ruang rapat dengan meja berbentuk oval ini, ada sekitar dua puluh orang yang ada disana. Mungkin bertambah satu dengan kehadiran Kim Mingyu.
Kim Mingyu sendiri sedari tadi memperhatikanku. Aku dapat melihatnya dari ekor mataku. Ia mengawasiku dengan tatapan seperti elang. Dari tempatnya duduk yang berada di ujung meja sana, ia dapat memperhatikan siapapun dengan bebas. Termasuk diriku.
"Ayo kita mulai rapatnya, Oppa."
Aku mendengar suara perempuan dari arah kursi Kim Mingyu. Aku meliriknya sekilas dan kulihat terdapat sosok perempuan cantik berbadan langsing disana. Rambut ikalnya panjang dan terawat, tidak seperti rambutku. Wajahnya sangat cantik dengan ulasan make up sempurna. Ia memakai blazer berwarna pastel dengan rok span berwarna senada. Kakinya dihiasi oleh high heels yang mungkin setinggi kurang lebih dua belas senti.
Dan dia menyebut Mingyu dengan panggilan 'Oppa'.
Maka saat itu juga aku tahu gadis itu bukan sekedar rekan kerja dari seorang Kim Mingyu.
"Tentu, Hao-ya."
Aku mendengar Mingyu berkata pada perempuan disampingnya yang ia panggil denga sebutan 'Hao-ya". Tak lama ia mulai membuka rapat didahului dengan perkenalan dirinya.
"Selamat siang, aku Kim Mingyu. Ini pertama kalinya kita bertemu, untuk rapat, bukan?"
Aku memperhatikan Mingyu tersenyum disana dan memperlihatkan wibawanya sebagai seorang general manager. Aku yakin para kepala divisi yang berada di ruangan ini sudah terkagum hanya dari pembawaan tenangnya saat bicara. Melupakan fakta kalau dirinya adalah anak CEO JY Group atau apapun itu yang berhubungan dengan ayahnya.
"Mulai hari ini dan kedepannya, aku mohon bantuan kalian."
Kim Mingyu sedikit membungkukkan badan dari balik meja tempatnya duduk, dan kami langsung spontan mengikutinya.
"Ngomong-ngomong, perempuan yang duduk disampingku ini adalah sekretarisku. Namanya Xu Minghao. Ia tidak datang ketika acara makan malam tempo hari karena baru datang dari China."
Aku melihat perempuan yang duduk disamping Mingyu tersenyum pada kami. Semua yang ada di ruangan bertepuk tangan pelan untuk perkenalan mereka, termasuk juga aku.
Sepuluh menit kemudian, kami sudah tenggelam dalam rapat yang membahas apapun mengenai perusahaan. Setelah rapat berlangsung Kim Mingyu tidak lagi memandangiku. Sebaliknya, akulah yang memandangi dirinya. Dia terlihat begitu berbeda dari Kim Mingyu yang kukenal dahulu. Bicaranya tegas, gestur tubuhnya tegap, dan tatapan matanya sangat tajam. Dan aku merasakan jarak yang teramat jauh darinya.
Ya, keputusanku untuk putus hubungan dengannya kurasa adalah keputusan yang benar. Bagaimanapun ia seseorang yang sangat jauh berbeda dariku dan sulit sekali untuk kujangkau. Bahkan untuk menatapnya seperti ini saja rasanya merupakan suatu kesalahan bagiku.
Aku tersenyum tipis sembari menatap layar laptop di hadapanku. Harusnya aku fokus untuk menuliskan hasil rapat, bukannya malah memikirkan hal-hal seperti ini.
Kim Mingyu di depanku masih memimpin jalannya rapat dengan wibawa yang dimilikinya.
Sementara aku, terduduk dibangkuku dengan tatapan kosong.
Seperti orang bodoh.
- tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Us, Who Can't Break Up ✔
FanfictionKim Mingyu adalah mantan kekasihnya. Diputuskan sepihak oleh Jeon Wonwoo tanpa alasan. Dua tahun mereka berpisah, hingga akhirnya bertemu kembali. Ketika Kim Mingyu berusaha mendekat disaat Jeon Wonwoo berusaha menjauh, siapakah yang akan menang? ...