Wonwoo Pov.
Kim Mingyu gila!
Sangat gila!
Ia tahu pasti dirinya tidak bisa makan udang, dan ia tetap memakannya. Dia sengaja atau bagaimana sih? Kalau kubilang sengaja, rasanya tidak mungkin. Tapi dibilang tidak sengaja, rasanya ini terlalu kebetulan.
Ah, bisa-bisanya aku kebingungan seperti ini. Padahal aku selalu tahu isi hati dan pikirannya.
Semalam itu sebetulnya ingin kubiarkan saja Kim Mingyu itu. Bisa saja kan, dia telah sembuh atau bagaimana? Tapi seingatku alergi tidak bisa sembuh. Makanya aku langsung saja menghentikannya di suapan ke empatnya. Lelaki itu, makan makanan berbumbu udang saja sudah sakit. Apalagi ini kan? Aku jadi tidak yakin ia akan baik-baik saja.
Dan benar saja. Pagi ini aku dikabari oleh Jun kalau Kim Mingyu tidak masuk kantor karena sedang keluar kota. Jun bercerita begitu karena seharusnya aku dan dirinya mengikuti rapat bagian lagi seperti tempo hari, namun di batalkan karena Mingyu tidak masuk. Ngomong-ngomong Junhui itu lebih sering mengajakku ikut serta dalam rapat ketimbang Yoon Jeonghan unnie. Sejujurnya aku jadi merasa tidak enak.
Oh iya, kembali lagi soal Kim Mingyu. Ia bilang pada orang-orang kalau dirinya sedang keluar kota, tapi aku yakin seratus persen ia sedang terbaring sakit di apartemennya. Mingyu selalu payah ketika sakit dan itu membuatku khawatir. Apalagi kalau alerginya kambuh. Bintik-bintik itu akan menyebar dengan cepat dan tidak akan berhenti muncul sebelum ia meminum obatnya.
Masalahnya, aku tahu Kim Mingyu itu ceroboh dan selalu saja lupa menaruh pil alerginya. Dahulu, tiap alerginya kambuh, aku harus selalu membelikan obat untuknya, atau Kim Mingyu kadang-kadang menyuruh pelayan dari rumahnya untuk membelikannya obat. Lelaki itu tak pernah pergi ke apotik sendiri, karena kondisinya pasti sudah sangat lemah ketika ia sakit.
Maka dari itu, aku sekarang tengah duduk dengan tidak tenang di kursiku. Menatap layar komputer dengan pikiran kemana-mana. Aku sangat khawatir pada Kim Mingyu itu.
Kemudian tercetus ide gila dari dalam pikiranku: Apa aku ke apartemennya saja ya nanti?
Tapi sejujurnya banyak yang kukhawatirkan. Bagaimana kalau dia sudah pindah? Atau bagaimana kalau sekarang ia tinggal bersama tunangannya? Dan bagaimana sikap yang harus kutunjukkan ketika aku bertemu lagi dengannya?
Padahal aku sudah menjauhinya setengah mati.
Haruskah aku membuat pertahananku selama ini sia-sia dengan pergi kesana?
Aku mendecih pelan. Sangat pelan hingga kuyakin tidak akan ada yang mendengarkanku.
Ini semua gara-gara kau Kim Mingyu.
- mxw -
Mingyu Pov.
Seperti yang sudah kuperkirakan kemarin, hari ini aku benar-benar membolos dari kantor. Dua belas jam setelah makan malam kemarin, kira-kira pukul delapan pagi tadi, sekujur tubuhku mulai dipenuhi bintik-bintik merah. Bahkan aku merasakan panas di sekujur badanku. Tapi aku tidak peduli. Aku berpikir aku bisa menangani hal ini seorang diri karena aku selalu menyediakan obat alergiku.
Hanya saja hari ini aku kurang beruntung. Mau kucari kemanapun, aku tidak menemukan pil penghilang alergi yang biasa kuminum. Aku hanya menemukan salepnya saja untuk menghilangkan bintik-bintikku.
Aku harusnya pergi ke apotik sedari pagi. Tapi entah mengapa badanku terasa sangat lemah. Kupikir tubuhku akan membaik setelah aku tidur sejenak. Namun pada siang harinya panas di badanku makin menjadi-jadi. Bahkan ditambah rasa pusing menyergapku. Akhirnya aku putuskan saja meminum obat penurun demam. Meski kutahu obat itu tidak akan menolongku banyak.
Tidak ada yang tahu kalau aku sakit. Tadi pagi aku mengabari Minghao yang juga merupakan sekretarisku kalau aku ada keperluan ke luar kota. Aku sendiri tidak menjelaskan lebih lanjut apa kepentinganku pergi kesana. Untungnya Minghao tidak bertanya macam-macam.
Hari mulai senja dan aku mulai panik serta kebingungan. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku tak mau memberitahu siapapun kalau aku sakit, tapi aku juga tidak kuat untuk sekedar pergi ke apotik.
Akhirnya aku pasrah saja sambil tidur berbalut jaket dan selimut di kamarku. Kalau tiga potong udang saja membuatku sampai sakit seperti ini, bagaimana ceritanya kalau aku sampai memakan habis udangku semalam? Mungkin aku bisa mati ya? Haha.
Ditengah kepasrahanku ini, aku mendengar bel apartemenku berbunyi. Dalam hati aku mengutuk siapapun yang berkunjung kesini saat tubuhku sedang tidak enak seperti ini. Ngomong-ngomong aku yakin itu bukan orang kantor karena mereka tahunya aku sedang keluar kota. Ah, aku berharap tamuku kali ini adalah Kwon Soonyoung sahabatku. Oh iya, aku belum pernah menceritakan soal Kwon Soonyoung bukan? Nanti pasti akan kuceritakan kalau tubuhku sudah membaik.
Dengan terhuyung-huyung, aku berjalan mendekati layar intercome untuk melihat siapa tamuku. Dan betapa terkejutnya aku melihat sesosok perempuan berada di layar kecil tersebut.
Perempuan itu bertubuh kurus.
Jeon Wonwoo.
Dengan semangat, aku berjalan ke arah pintu untuk membukanya. Aku tidak mempedulikan lagi badanku yang lemah dan bisa pingsan kapan saja.
Begitu pintu kubuka, aku melihat Jeon Wonwoo dengan setelan putih hitamnya yang membuatku tahu ia baru saja kembali dari kantor. Ia memegang satu bungkusan plastik ditangannya dan menatapku dengan wajah khawatirnya.
"Gyu..." Ia memanggilku dengan nama belakangku, dan itu membuatku semakin lemah saja. Aku rindu dipanggil seperti itu olehnya.
"A.. Aku dengar kau tidak pergi ke kantor hari ini, kupikir kau sakit.." Ia terlihat salah tingkah karena kupandangi.
"Jadi maksudku.. Aku kesini-"
"Jeon.." Aku memotong omongan Wonwoo di depanku.
"Bisakah kita bicara di dalam saja? Kepalaku pusing sekali..." Aku tidak bohong untuk yang satu ini, kepalaku memang sudah sangat pusing.
Wonwoo kemudian dengan tergesa masuk kedalam dan menutup pintu apartemenku. Ia memapah tubuhku yang memang sudah sangat lemas dan menuju ke dalam kamarku. Wonwoo sudah sangat hapal ruang-ruang yang ada di apartemenku. Lagi-lagi tubuhnya yang mengingatnya. Dalam hati aku bersyukur tidak pindah apartemen setelah aku putus dengannya.
Wonwoo memapahku sampai ke kamarku dan kemudian menidurkanku di atas kasur.
"Ya Tuhan, Gyu... Lihat bintik-bintikmu.." Ia menatap wajahku yang dipenuhi dengan bintik merah dengan tatapan khawatir.
"Kau sudah minum obat?"
Aku menggeleng sebagai jawaban. Dari tempatku tidur, aku dapat melihat Wonwoo menatapku dalam-dalam dengan bola mata hitamnya. Dengan jarak sedekat ini, aku memperhatikan pipi Wonwoo yang makin menirus dan kulitnya yang makin pucat. Ingin rasanya aku membelai pipi itu, kalau saja aku mempunyai kekuatan untuk mengangkat tanganku.
"Ya Tuhan.. Aku tahu akan begini jadinya.. Untung saja aku membelikanmu obat tadi.."
Ia lalu bergegas keluar dari kamarku, dan tak lama kemudian ia datang kembali dengan membawa satu gelas minum ditangannya. Wonwoo kemudian mengambil bungkusan yang ditaruhnya asal tadi di lantai dan membukanya. Ternyata itu obat untukku dan aku sangat terharu. Setelah itu, Wonwoo mendudukkanku dan menyenderkan punggungku di headboard kasur lalu menuntunku untuk meminum obatku. Badanku langsung merosot kembali setelah meminum obat.
"Aku akan mengambil handuk untuk mengompresmu."
Rasanya aku tidak rela Wonwoo-ku pergi. Maka dari itu dengan sisa-sisa tenaga yang kupunya, aku mengangkat lengan kananku dan menahan lengannya untuk tidak pergi.
"Jangan pergi, Jeon.."
Peganganku di lengannya perlahan-lahan melemah dan akhirnya turun lalu berhenti di jempol tangannya. Setelah itu aku tidak ingat lagi apa yang terjadi.
- tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Us, Who Can't Break Up ✔
FanfictionKim Mingyu adalah mantan kekasihnya. Diputuskan sepihak oleh Jeon Wonwoo tanpa alasan. Dua tahun mereka berpisah, hingga akhirnya bertemu kembali. Ketika Kim Mingyu berusaha mendekat disaat Jeon Wonwoo berusaha menjauh, siapakah yang akan menang? ...