Tatapan

1.2K 64 0
                                    

Bismillah..

Vote sebelum atau sesudah membaca:)

Nb: typo bertebaran

******

Setelah aksi Agni memukul Sion di kelas tetangga tadi, Gabriel membawa Shilla ke ruang osis, karna Gabriel sepertinya tau ada yang ingin gadis itu katakan padanya entah itu masalah osis atau apa.

"Lo ngapain kekelas gue?" Tanya Gabriel, Shilla melirik Gabriel sebentar lalu menghela nafasnya.

"Ada yang ingin gue bicarain!" Ujar Shilla.

"Masalah apa? Acara tahunan sekolah? Pensi, Drama musica atau_"

"Lebih tepatnya acara Promnight!" Gabriel terdiam, kenapa Shilla membahas acara promnight.

"Jujur gue keberatan untuk acara Promnight, meskipun kita ada acara malam kita bisa buat pesta kembang api atau yang lain" Tutur Shilla, sebarnya alasan utamanya bukan itu ia tak suka acara acara seperti itu, Shilla tipikal gadis yang tak suka acara acara seperti promnight, bukan takut datang tak bersama pasangan jika ia mau ia bisa milih siapa yang akan ia jadikan pasangan.

"Lo takut gak ada pasangan datang ke promnight?" Shilla menatap sebal kearah Gabriel.

"Kenapa harus pasangan, promnight kita temanya pesta topeng, dateng sendiri sendiri, gue kurang srek acara begituan" Jawab Shilla.

"Shill, ini bukan cuma keputusan gue dan elo, keputusan bersama, sama tim kesenian sama pembimbing!" Shilla terdiam mencerna kata kata Gabriel laki laki itu benar ini bukan hanya keputusan mereka berdua tapi harus mereka musyawarahkan.

"Ya,lo bener banyak banget pertimbangan semua ini" Lirih Shilla.

Gabriel menatap Shilla patnernya di organisasi intra sekolah selama 2 tahun ini, dua tahun adalah waktu yang lumayan cukup untuk tau siapa sosok Shilla, gadis cuek namun perhatian pada sahabatnya, gadis disiplin gadis yang sangat kreatif, siapapun yang melihat Shilla pasti langsung menaruh hati pada gadis berbulu mata lentik ini.

"Kita akan coba rapatin masalah ini lagi!" Ujar Gabriel menatap Shilla.

"Iya, gue juga mau bilang makasih sama lo"

"Untuk apa lo tiba tiba bilang makasih sama gue?" Tanya Gabriel.

"Ya tragedi terkutuk di kelas lo tadi, lagian si Sion laknat banget ganti di sana, untung mata gue masih suci!" Cecar Shilla, Gabriel menahan tawanya mendengar ucapan Shilla, ini mungkin kali ke 3 ia berbicara hanya berdua dengan Shilla, orang nya tertutup sekali.

"Iya, sama sama" Shilla mengembangkan senyum nya.

Mata Gabriel terkunci saat melihat senyum tulus dari Shilla, ini mungkin pertama kali ia melihat secara live senyum Shilla.
'Ciptaan tuhan tu bener bener indah, maka nikmat tuhan mana lagi yang engkau dustakan?'

******

Sivia dan Alvin sedang berjalan menusuri koridor untuk menuju kelasnya, Sivia terang terangan menatap Alvin, laki laki itu berjalan dengan kedua tanganya ia masukkan kedalam saku celana abu abunya itu.

"Kenapa?" Sivia langsung tersadar dan menatap lurus kedepan lagi, ia saja bingung kenapa ia sering sekali menatap laki laki ini, apa lagi menatap mata tenang milik laki laki di sampingnya ini.

"Gapapa!" Sangkal Sivia oke mungkin benar Sivia bukan orang yang ahli menatap diam diam seseorang.

Sivia mengedarkan pandanganya melihat banyak siswi yang menatapnya senang dan ada juga yang tak senang, entah kenapa tapi Sivia mencoba bodo amat dengan tatapan mereka.

"VIA!" Sivia dan Alvin langsung mengentikan pergerakannya, Sivia yang merasa namanya di panggil langsung menoleh.

Dayat, salah satu siswa seletah Alvin cs yang menjadi the most wanted di sekolah, anak kesenian sering jadi patner duet Sivia jika tidak dengan Ozy, Sivia mengembangkan senyumnya melihat Dayat laki laki itu berjalan mendekat kearahnya.

"Hai Vi!" Sapa Dayat, lalu laki laki itu melihat pemuda di samping Sivia.

"Elo Al, udah lama gak main futsal bareng lagi!" Alvin hanya menunjukan ekspresi biasa saja, Sivia bergantian menatap Alvin dan juga menatap Dayat mereka ternyata saling kenal.

"Kalian udah saling kenal?" Tanya Sivia.

"Iya gue sama Alvin sering main futsal sama temen temenya dia juga" Ujar Dayat, Sivia hanya mengangguk anggukkan kepalanya saja.

"Lo tadi manggil gue? Ada apa, Day?"

"Oh iya bener, gara gara liat muka cantik lo gue jadi lupa mau ngomong apa!" Sivia terdiam mendengar ucapan dari Dayat.

"Apaan sih Day, serius ada apa?" Ulang Sivia.

"Jangan marah dong, iya iya gue serius, tadi gue dipanggil pak Marko besok ada rapat jam pelajaran pertama"

Belum sempat Sivia menjawab ia melihat Alvin berjalan menjauhi dirinya dan Dayat, tanpa sepata kata pun ia berlalu begitu saja, Sivia mengerutkan keningnya.
"Oh, oke makasi ya nanti gue akan sampein di grup, Gue duluan ya Day!" Setelah itu Sivia mempercepat langkahnya menyusul Alvin, bahkan pria itu meninggalkanya tanpa sekata apapun setidaknya katakan jika ia ingin duluan ke kelas.

Sivia berjalan mencoba menyamakan dirinya dengan Alvin pria itu masih acuh tak acuh, malah sekarang dirinya cukup ngos ngosan untuk menyamakan jalanya dengan pria itu, Sivia menghentikan jalanya.
"Vin, berhenti sebentar!" Akhirnya Sivia memberanikan dirinya untuk mengatakan itu.

Alvin, Pria itu memberhentikan langkahnya tapi ia tak melihat kearah belakang, sedangkan Sivia melihat pria itu menghentikan pergerakanya langsung menghela nafas sebentar lalu berlari kearah pria itu berdiri.

"Huh" Ujar Sivia dengan nafas yang cukup ngos ngosan, baru saja ia bisa menyamakan dirinya dan Alvin, tapi pria itu malam melanjutkan kembali jalanya.

'Manusia yang paling menjengkelkan!' Umpat Sivia dalam hati.

"Lo mau sampai kapan diem disitu?" Sivia mengerjapkan matanya, Alvin mengucapkan kata itu sembari berjalan, pria yang benar benar mengjengkelkan.

Akhirnya Sivia berjalan di belakang Alvin, lelah ia menyamakan jalanya dengan Alvin padahal ia hanya ingin bertanya kenapa pria itu tiba tiba meninggalkanya tadi, dan pria itu berhenti di depan kelas Sivia,
"Lo mau ngomong apa?" Tanya Alvin, sebenarnya Sivia sudah malas untuk menanyakan nya lagi ia sudah cukup kesal dengan pria di hadapanya ini.

"Gak, gak jadi gak penting!" Ujar Sivia.

"Oh, oke!" Setelah itu Alvin langsung memablikkan badanya dan berjalan menuju kelasnya, Sivia hanya mendengus kesal, entah kenapa apa yang terjadi hari ini berasa beda untuk nya.

Bersambung...

Next? Comment

A Piece of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang