Happy Reading.
"Sakit...." Salsha merintih karna reaksi luar biasa yang kembali ia rasakan. Tangannya menaut kuat dengan Iqbaal dengan wajahnya yang basah keringat dan air mata.
"Sayang, tahan ya, untuk aku, untuk adek," kata Iqbaal menguatkan. Jemarinya bergerak mengusap dahi Salsha yang tak henti-hentinya mengeluarkan keringat. Rambutnya bahkan basah namun tak mengurangi kecantikannya.
Salsha memejamkan matanya, sedikit lagi, dia mengais udara rakus berharap semua akan segera berakhir.
Iqbaal bahkan kehilangan katanya, jika seperti ini dia akan menolak ide Salsha yang memilih melahirkan secara normal.
Ini adalah pengalaman pertama baginya menyaksikan secara langsung menyaksikan bagaimana proses melahirkan. Dulu, saat Steffi melahirkan Aqila ia tak bisa menemani dikarnakan dokter melarangnya masuk ke ruang operasi, hal tersebut juga terjadi saat Nicole lahir.
Dan ketika Salsha memilih untuk melahirkan secara normal disertai dengan tawaran si dokter cantik mendampingi si istri tentunya Iqbaal tak menyiakan kesempatannya.
Pada akhirnya disinilah Iqbaal berdiri di samping Salsha, mengenggam kuat seolah memberi energi pada sang istri yang sedang berjuang diiringi intruksi-intruksi dokter Yoona.
"Maaf," Iqbaal membisikkan kata itu lirih diikuti dengan kecupan di telinga Salsha.
Wanita itu menggeleng, sedikit lagi prosesnya akan berhasil dan ya, bayi mungil itu akhirnya keluar dengan suara tangisan kencang yang menyentuh hati.
Salsha tersenyum dengan napas berat. Jantungnya berdetak kencang, ini pertama kali baginya dan Iqbaal ada disini menemani setiap prosesnya. Lelaki di sampingnya itu ikut tersenyum haru ketika bayi penuh darah itu berada di gendongan dokter Yoona.
"Congratulation you both, bayinya tampan seperti papanya," kata sang dokter.
Salsha mengangguk lemah sedangkan Iqbaal langsung mengucap terimakasih.
Lelaki itu mengusap rambut sang istri kemudian bergerak mengecup bibir terbuka Salsha. Iqbaal tersenyum dibalik kecupan hangatnya.
"Terimakasih Salsha." Iqbaal seolah kehilangan kata. Dia benar-benar bahagia sampai rasa membuncah itu tak dapat ia ekspresikan dengan kata.
***
"Mamama..." Bayi berusia enam bulan itu mengoceh. Tangannya diangkat ke atas mengisyaratkan agar tubuhnya di gendong.
"Sebentar ya, Nak, ini tinggal ngebasuh aja," Salsha menoleh pada si bayi yang ada di kereta dorongnya. Bayi bertubuh gemuk itu terdiam kemudian mengangkat tangannya sembari mengoceh kata yang sama.
Salsha kewalahan. Meski terkadang bisa diajak bernegosiasi, bayinya ini terkadang menangis jika ucapannya dihiraukan.
"Hwaa...." Suara nyaringnya itu terdengar kemudian. Salsha terpaksa menunda pekerjaan mencuci piringnya. Dengan sigap wanita itu mengambil si bayi, membawanya dalam dekapannya.
"Shh... Anak ganteng kok nangis sih, kan tadi Mama bilang bentar, Sayang."
Bayi yang tentu tak mengerti ucapannya itu masih menangis sampai liurnya menetes di pundak Salsha. Meski begitu, ia tak bisa marah karna bajunya yang basah. Malahan, tangannya terlulur mencubit pipi tembab sang anak.
"Mancung banget si kamu, Nak," pujinya sembari memegang hidung mungil bayinya.
"Iyadong, mirip sama mamanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tante Salsha
Romance[ REVISI] Ini tentang jatuh cinta dan kesakitannya. Salsha pikir hidup dengan lelaki yang dicinta hanya akan mendatangkan senyum dan tawa, bahagia dan cinta. Rupanya, dawat yang ditulis tak demikian. Lagi-lagi ia harus menerima kenyataan bahwa lar...