Sepuluh

678 106 73
                                    

Untuk pertama kali dalam sejarah masa SMA nya yang baru 8 bulan jalan, pagi ini, Alya diantar ke sekolah oleh papanya sendiri, Natha. Tentu saja itu mampu membangkitkan semangat Alya pagi ini. Apalagi, katanya, nanti mamanya sendiri yang akan menjemputnya.

Belum sampai di situ saja, mama Alya saat ini sedang punya tugas di kota kelahirannya ini, jadi untuk beberapa tahun ke depan, mamanya akan tetap di rumah, sedangkan papanya akan balik lagi ke negara asing 2 minggu yang akan datang. Tapi itu semua sudah cukup untuk menambal segala kerinduan Alya terhadap keluarga lengkapnya.

Setelah mencium punggung tangan sang papa, Alya pun keluar dari mobil papanya kemudian berjalan dengan percaya dirinya. Ia mengerti dengan pasti perkataan Kak Alin tempo hari.

"Pertama, lo harus melangkah dengan percaya diri. Boleh menunduk sesekali untuk memastikan di bawah tidak ada e'ek."

Alya pun melangkah dengan pasti tanpa menunduk, tidak seperti yang biasa ia lakukan ketika berjalan di tempat umum.

"Kedua, tebar senyum yang paling manis, semanis-manisnya yang lo bisa."

Biasanya, Alya akan memasang wajah ditekuk, lengkap dengan alis berkerut ketika melewati banyak orang. Tapi kali ini ia mencoba untuk tersenyum seperti saran Kak Alin. Dan benar, setiap orang yang ia lewati pasti memandang takjub ke arahnya.

Telinganya sempat menangkap samar-samar bisikan mereka. "Siapa tuh? Anak baru?", "Buset ada bidadari", "Cantik amat gila", "Kok gue baru liat ya?"

Alya tertawa dalam hati. Sekaligus bertanya juga. Memangnya segitu berbedanya dia ya?

"Ketiga, sapa balik kalo ada yang nyapa. Lo jangan nyapa duluan."

Kaki Alya mulai menapaki setiap anak tangga menuju koridor lantai 2. Setiap orang yang berpapasan dengannya otomatis mengatakan, "hai dik", "hai cewek". Dan Alya pun membalasnya dengan 'hai' yang singkat, tapi terkesan ramah.

"Terakhir, kalo lo ketemu mantan gebetan lo, berlagaklah dengan cool, sapa dia duluan, lalu lo harus cepet-cepet tinggalin dia."

Tanpa disengaja, manik mata Alya bertemu dengan Azka, mantan gebetan Alya ke-47. Alya tersenyum kepada Azka. Mengingat Azka menolaknya mentah-mentah karena alasan wajah Alya itu muka standar.

"Hai, Azka," sapa Alya. Azka mematung sejenak kemudian tersenyum menggoda. Dipikirnya begini, "Saking gantengnya gue, cecan, yang kelihatannya anak baru ini, udah kepincut aja sama gue." Pede banget.

"Hai cantik. Anak baru yah?" sapa Azka balik.

"Anak baru? Bukan tuh. Gue Alya, Az. Yang lo tolak mentah-mentah. Udah, gue duluan ya, byee." Dengan hati yang berbunga-bunga, Alya meninggalkan Azka yang masih melongo di sana.

Akhirnya Alya sampai di depan kelasnya. Ia dengan santainya berjalan menuju tempat duduknya. Semua teman sekelasnya melongo sambil memperhatikan setiap gerak-geriknya. Bahkan Naura melongo melihat seseorang yang jauh berbeda dari Alya yang dikenalnya tiba-tiba duduk di sampingnya.

"Lo siapa?" tanya Naura. Kemudian dengan satu gerakan cepat, Alya mencubit lengan Naura.

"Lo gak kenal temen lo sendiri? Ini gue Alya!"

"HAH?"

...

Bu Sri memasuki kelas. Seperti biasa, ia mengenakan baju seragam PNS, dengan rambut dicepol dan kacamata bulat yang terlihat sangat tebal.

"Baiklah anak-anak, apakah tugas yang ibu berikan sudah selesai?" tanya Bu Sri sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas.

"Beluuummm," jawab anak-anak kelas X IPA 2 dengan kompak.

Kutukan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang