Enam Belas

515 69 46
                                    

Lio terus berlari menaiki tangga ke lantai 3, kemudian mencari tangga lagi untuk naik ke atap sekolah. Tempat yang paling jarang dikunjungi penduduk sekolah. Hanya orang-orang penyendiri yang suka ke sana.

Lio telah sampai di depan pintu untuk ke atap sekolah. Ia menjentikkan jarinya, dan tiba-tiba saja jas pink dan topi pink, seragam malaikat cinta telah membalut tubuhnya. Ia langsung berlari menembus pintu itu dan akhirnya ia bisa melihat Rian dan Riana tengah duduk berdampingan sambil menatap ke bawah.

Sudah ia duga mereka berdua akan ke sini. Insting seorang malaikat cinta memang kuat. Ia langsung berjalan perlahan mendekati mereka berdua, lalu duduk tepat di belakang mereka.

Selama beberapa menit, mereka terdiam. Lio mulai bosan menunggu. Maka ia merogoh saku jasnya lalu mengeluarkan sebuah kantong kain dan melemparkan abu berwarna biru ke arah mereka berdua, fungsinya agar mereka memulai suatu percakapan.

"Na," panggil Rian yang tampaknya lebih dulu terkena efek abu tersebut.

"Iya?" sahut Riana.

"Kita udahan ya," ucap Rian. Riana langsung menoleh ke arah Rian. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Kenapa?"

"Aku mau fokus buat seleksi siswa berprestasi." Lio memutar bola matanya mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Rian. Itu bohong 99% karena seorang Rian bisa pintar walau tanpa belajar. Lio langsung menaruh kantong yang tadi ke sakunya dan mengambil kantong lainnya. Debu kejujuran. Ia pun melemparkan debu itu tepat ke wajah Rian.

Riana terdiam. Ia menatap wajah Rian dengan tatapan tidak percaya. Ia langsung mengalihkan pandangannya dan menatap lurus-lurus ke bawah. 

"Bohong," ucap Riana sambil menahan air matanya agar tidak menetes.

"Oke, aku mau jujur sama kamu. Sebenernya aku nggak pernah sayang sama kamu. Aku nerima kamu gara-gara aku kasihan sama kamu, udah susah-susah ngejar aku," jelas Rian dengan jujur. Riana menatap mata Rian, mencari kebohongan di dalamnya. Dan memang Rian mengatakan hal yang jujur.

"Kenapa? Apa ada cewek lain di hati kamu?"

"Sebelum kita jadian emang ga ada. Tapi sekarang..." Rian menggantungkan kalimatnya. Riana menunggu kalimat Rian dengan perasaan campur aduk. "Mungkin ada," lanjut Rian.

"Siapa? Siapa orang itu?" tanya Riana lagi. Rian hanya menatap mata Riana, tak berani menjawab. "Alya?" tanya Riana, dan sepertinya tepat sasaran. Rian langsung memutuskan kontak mata mereka secara sepihak.

Lio terbelalak tak percaya. "APA?!"

...

Alya membuka matanya dengan perlahan. Pandangannya masih samar-samar.  Alya mengerang kecil ketika kepalanya berdenyut. Dirga yang tadinya memainkan ponselnya langsung menoleh ke arah Alya dan segera menghampirinya.

"Alya? Lo udah sadar?" tanya Dirga sambil menepuk pelan pipi Alya. Alya mengedipkan matanya berkali-kali untuk menyesuaikan cahaya dan melihat wajah Dirga lebih jelas.

"Dir... ga?" ucap Alya dengan suara parau karena ia merasa kerongkongannya kering.

"Iya ini gue Al. Lo mau sesuatu? Lo haus?" Alya hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Dirga. Dengan segera Dirga meraih sebotol air mineral di atas meja kecil di samping ranjang Alya yang sudah ia beli tadi, ia membuka tutup botol dari air mineral itu dan menyerahkannya ke arah Alya. "Nih minum."

Alya bangkit dari posisi tidurnya menjadi duduk bersandarkan kepala ranjang. Ia meraih botol air mineral dengan tangan gemetar lalu meneguk isinya secara perlahan.

Kutukan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang