Dua Puluh Satu

439 64 12
                                        

Alya membuka matanya secara perlahan, menyesuaikan matanya dengan cahaya yang ada. Ia merasa sedang tertidur di rerumputan. Angin sepoi-sepoi membelai wajahnya dan meniup anak-anak rambut miliknya. Tangannya terangkat untuk meraba kepala bagian kanannya yang sebelumnya terbentur di tembok.

"Nggak sakit," batin Alya. Ia bangkit dari posisi tidurnya menjadi posisi duduk. Ia memandang kedua tangannya yang kembali seperti semula. Tidak ada sayatan dari silet, luka-luka lebam, atau semacamnya. Sekujur tubuhnya juga sudah tidak sakit. "Aku udah mati ya?"

Alya mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Seketika ia takjub dengan pemandangan yang disuguhkan. Taman bunga dengan rerumputan hijau yang terlihat benar-benar terawat. Alya segera bangun dari duduknya.

Tampaknya di depan sana ada pohon rindang lengkap dengan ayunan yang terbuat dari sulur-sulur tanaman. Alya segera berlari riang menuju ayunan itu dan menaikinya dengan hati yang berbunga-bunga. Ia tersenyum bahagia sambil mengayunkan kedua kakinya. Tiba-tiba ada seekor kucing putih menghampirinya. Kucing itu mengeong seakan memanggil Alya.

Alya pun memberhentikan ayunannya lalu turun dari sana. Ia menghampiri kucing putih itu. Lagi-lagi Alya tersenyum karena dipikirnya kucing itu lucu. Ia mulai berjongkok untuk mengelus kucing itu. Tiba-tiba kucing itu berlari menghindari tangan Alya yang sudah melayang ingin mengelusnya.

"Hei!" panggil Alya kepada kucing putih itu. Ia segera mengejar kucing itu kemanapun kucing itu pergi. Tanpa Alya sadari, ia tertawa lepas ketika mengejarnya. Seperti hiburan tersendiri baginya.

Hingga kucing itu berhenti di depan sebuah pintu putih. Ia memandang Alya seakan menunggu Alya menyusulnya. "Meong," ucap kucing itu yang entah apa artinya.

Alya yang kini rasa penasarannya berpindah kepada pintu itu, kini meneliti pintu itu dengan mata yang berbinar-binar. Iseng, ia meraih gagang pintu itu lalu memutarnya. Sehingga pintu itu terbuka dan sebuah cahaya menyilaukan matanya.

Ia menyipitkan matanya sambil menghalangi matanya dengan kedua tangannya hingga dirasa cahaya itu meredup. Alya menurunkan tangannya dan memberanikan diri melihat.

Alya berdecak kagum dengan apa yang dilihatnya. Ia seperti berada di sebuah festival malam. Alya memandang ke sekeliling. Semua orang memakai pakaian jaman dulu, tapi entah dari negara mana. Ia sering melihat yang seperti ini di drama korea.

Kemudian pandangannya teralih ke arah dirinya sendiri. Ia malah memakai dress selutut berwarna putih bersih. Tanpa motif apapun. Ia baru menyadarinya. Dan juga kakinya telanjang. Ia tidak memakai alas kaki apapun.

Awalnya, Alya tampak menikmati kesibukan orang-orang di festival itu. Bahkan ia ikut menonton kembang api tradisional yang kebetulan diledakkan tak jauh dari tempatnya berdiri. Alya suka melihat dan mencium aroma masakan yang dijual pedagang di sana.

Sayangnya ia tak berani menyentuh satupun dari makanan itu. Karena ia tidak membawa uang sepeserpun. Alya juga sempat melihat-lihat alat-alat keperluan rumah tangga juga hiasan rumah yang mungkin akan jadi barang antik di rumahnya.

Hmm... rumah ya?

Tapi kemudian ia mulai merasa bingung. Kenapa bisa ia di sini? Ia tampak berpikir sambil mengamati orang-orang di sana. Ia juga baru menyadari. Biasanya jika kita berpakaian berbeda dari yang lainnya, kita akan menjadi pusat perhatian. Sedangkan Alya tidak. Bahkan tak ada satupun dari mereka yang melirik Alya. Kenapa?

Alya menghampiri seorang wanita paruh baya yang sepertinya pemilik salah satu kedai minuman di festival itu.

"Emm... permisi bu?" ucap Alya. Tapi wanita itu masih dengan kegiatannya, yaitu menyeduh minuman di dalam termos. Baunya seperti minuman keras. "Emm.. bu?" panggil Alya lagi.

Kutukan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang