Tiga Puluh Lima

418 40 0
                                    

"Aku merasa senang hari ini," ucap Alya sambil menatap Lio. Saat ini mereka tengah terduduk di bangku yang berada di pinggir jalan sambil menatap ramainya kendaraan yang berlalu lalang.

Alya meraih sebuah binder dari tas ranselnya. "Oke, aku mengingat semuanya. Kesan pertama saat aku bertemu Lio," gumam Alya. "Ah, dia orang aneh," ucap Alya sambil menuliskannya di bindernya. Sengaja mengeraskan suaranya agar Lio bisa mendengarnya. Lio hanya mendengus ketika mendengarnya.

Alya terkekeh melihat reaksi Lio. "Hmm... minuman pertama yang aku minum bersama Lio adalah... green tea!" Lagi-lagi Alya menuliskannya di buku bindernya.

"Bunga pertama yang Lio berikan kepadaku... dandelion!" Alya terus menerus memikirkan sesuatu yang benar-benar membuat Lio bingung. Alya tampak mengetukkan pulpennya ke dagunya. "Lio pertama kali memelukku dan mengajakku terbang ketika..." Alya tampak berpikir. "Ah, ketika aku hampir mati!"

"Hei!" seru Lio, yang entah mengapa merasa sangat sensitif dengan kata 'mati'. "Untuk apa kamu lakukan itu?"

Alya menatap Lio sekilas lalu mengendikkan bahunya. "Entahlah. Aku merasa suatu saat aku akan memerlukannya." Alya lantas menyimpan kembali bindernya.

Suara dering ponsel Alya terdengar nyaring. Sesaat Alya hanya memandang ponselnya yang ia taruh di dalam ransel, lalu malah menutup resleting ransel itu tanpa berniat untuk mengambil ponselnya.

Alya memandang lurus ke arah jalan raya. Ia tampak linglung. Lio memandang Alya dengan tatapan bingung.

"Kenapa gak diangkat?" tanya Lio bersamaan dengan berhentinya dering ponsel milik Alya.

"Ah? Gapapa. Gak penting kok," ucap Alya. Tak lama kemudian ponselnya berdering lagi.

"Angkat, Al."

"Ngga mau."

"Angkat."

"Tapi—" ucapan Alya berhenti ketika tiba-tiba Lio merampas ransel Alya lalu mengambil ponsel Alya dari dalamnya. "Eh yayayayaya aku angkat!" seru Alya cepat-cepat sebelum Lio yang mengangkat telepon untuknya.

Lio tersenyum penuh kemenangan sebelum akhirnya menyerahkan ponsel tersebut ke pemiliknya. Alya memberengut sambil menggeser gambar gagang telepon berwarna hijau ke arah kanan.

"Halo?"

"..."

"Yaya."

"..."

"Iya iya! Lia pulang sekarang."

Alya mematikan sambungan telepon dengan kesal. Ia mendengus sambil menaruh kembali ponselnya ke dalam ransel.

"Ayo, aku antar pulang," ucap Lio sambil bangkit dari duduknya, terpaksa Alya akhirnya mengikuti Lio.

...

Sesuai yang diperintahkan Alisa, Mama Alya, akhirnya Alya menemani Kak Laras menyiapkan beberapa macam keperluan untuk penikahan Kak Laras dan Kak Aldi. Memang acara besok adalah tunangan, tapi segala hal untuk acara tersebut sudah siap. Jadi mereka tinggal menyiapkan perlengkapan pernikahan.

Kak Laras dan Alya telah pergi ke butik untuk membuat ukuran gaun yang akan dipakai Kak Laras nanti. Mereka juga pergi untuk memesan bunga dan kue pernikahan. Setelah berkeliling, akhirnya mereka memutuskan untuk mampir ke tempat makan terdekat, dan Kak Laras memilih untuk ke restoran mie.

Alya memakan mienya dengan lahap. Sudah lama ia tidak makan mie, karena memang ia dilarang untuk makan mie banyak-banyak.

"Pelan-pelan makannya Alya," ucap Kak Laras dengan lembut.

Kutukan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang