10. disappointed

3.1K 101 0
                                        

Semua pertanyaan dikepala bermunculan. Ollin pingsan untuk kedua kalinya. Padahal Rendra hanya mencium Ollin, tepatnya ciuman dadakan. Karena ciuman itu terjadi secara tiba tiba, tanpa sebuah perencanaan.
Lalu disentuhnya kening Ollin yang entah sudah ke berapa kalinya. Terlihat berlebihan, tapi Rendra berharap Ollin baik baik saja. Sejujurnya dulu Rendra pikir cinta itu bulsyit, yang ada hanyalah penderitaan yang diatas namakan cinta. Karena saling menyakiti satu sama lain setelah cinta itu menghilang.

Tapi beberapa hari belakangan ini, Rendra berharap lebih pada sosok di depannya. Tak peduli apa tanggapan dunia. Rendra menginginkan wajah itu menghiasi hari-harinya. Terdengar egois, tapi Rendra tak peduli.

Hoam...
( Suara khas, bangun tidur)

Mata Rendra mengerling dengan bibir yang menyungging senyum sumringah. Perasaan lega hinggap di hatinya, saat melihat Ollin menggeliat sambil membuka mata.

"Selamat pagi, bagaimana keadaanmu sekarang? Udah enakan? Apakah tidurmu nyenyak?", Rendra memberondong Ollin dengan banyak pertanyaan.

Tak ada jawaban yang keluar dari bibir Ollin. Ia hanya melotot melihat Rendra didekatnya, satu selimut dalam satu ranjang.

"Apa yang kau lakukan disini? Kenapa berada di kamarku?", tanya Ollin ketus.

"Ti-tidak. Aku hanya tidur sambil memelukmu, agar kau merasa hangat. Karna dari tadi pagi kamu menggigil, padahal tubuhmu panas. Aku tidak tahu harus berbuat apa, seperti ini jadinya", jawab Rendra sambil menarik Ollin dalam pelukannya.

Jantung Ollin seketika mencelos. Sambil menahan nafas, dia berkata, "Tidak! Kau bohong!".

Ollin menyingkap selimut yang mereka pakai. Matanya membelalak, dia sudah berpakaian lengkap. Seingatnya, tadi pagi dia hanya menggunakan handuk. Jangan, jangan....

"Aku yang mengganti pakaianmu. Tadi pagi kamu pingsan dan hanya mengenakan handuk", ucap Rendra sambil tersenyum.

"Sial, apa maksudnya!", kata Ollin dalam hati.

Rendra melepas kaosnya, menampilkan dada bidang dan perut six pack-nya. Dia menarik kipas angin dan menyalakannya. Sepertinya dia kepanasan, terlihat dari keringat di tubuhnya.

Ollin bergerak turun dari tempat tidur. Namun sebuah tangan kekar menahannya.

"Kamu mau kemana?", tanya Rendra.

Ollin membalikkan badan dan melihat Rendra ikut bangun.

"Aku hanya ingin pipis", cicit Ollin malu.

Ollin segera melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Masuk kedalam dan menguncinya. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding sambil memegang dadanya. Jantungnya berdebar lagi. Hatinya menghangat menandakan perasaan senang yang membuncah. Ollin menyadari Rendra telah mengisi relung hatinya. Ollin tersenyum getir mengingat bahwa dia mulai menyukai Rendra, yang tak lain muridnya sendiri. Mereka benar,bahwa cinta itu buta, tak memandang usia.

※※※

Ternyata waktu telah menunjukkan pukul 12.00. Tak terasa hampir lima jam Rendra menemani Ollin.
Rendra menyodorkan semangkok bubur ayam pada Ollin.

"Makanlah..."
"Tadi aku membelinya sebelum berangkat kesini. Maaf, sepertinya bubur itu sudah dingin. Mau aku panaskan lagi?, tawar Rendra.

"Tidak usah. Ini masih enak", balas Ollin.

Sejujurnya Ollin merasa tak enak hati kalau merepotkan Rendra. Ollin harus sadar diri, bahwa mereka masih dalam keadaan canggung satu sama lain.

Ah, sial!
Kenapa jantung Ollin terus berdebar mendapat perlakuan lembut dari Rendra. Tiba-tiba wajah Ollin memerah saat mengingat ciuman kedua mereka. Ollin memakan buburnya dalam diam, berusaha menikmatinya.

He is my studentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang