🍁 T I G A 🍁

1M 72.1K 4.8K
                                    

"Arthur, biar gue aja yang bawa." Sedari tadi Kinzy masih belum berhenti membujuk Arthur agar membiarkannya membawa kopernya sendiri.

"Nggak, biar gue aja." Jawab Arthur terus berjalan menuju apartemennya sambil menyeret dua koper Kinzy dan menggendong tas ranselnya yang berisi bajunya sendiri.

"Tapi itu berat!" Kesal Kinzy.

"Udah tau berat, lo masih mau bawa." Ujar Arthur sambil mengisyaratkan Kinzy agar memasuki lift lebih dulu dan disusul olehnya.

"Ck, barang gue juga." Kinzy mengerucutkan bibirnya sambil memasuki lift.

Selama di dalam lift, mereka tidak ada yang membuka suara. Hanya Kinzy yang masih menggerutu dalam hati.

Lift berhenti tepat di lantai 9. Pintu lift terbuka dan mereka langsung keluar.

Masih tidak ada percakapan sampai di depan pintu apartemen. Hingga Arthur memecah keheningan.

"Nyil, ambilin kunci di kantong gue dong." Suruh Arthur pada Kinzy sambil menyodorkan bokongnya. Letak kantong yang dimaksud Arthur itu berada bagian bokongnya.

Kinzy hanya menatap Arthur bingung dan tampang wajah korban yang telah dinistakan.

"Nyil, di kantong gue!" Arthur semakin menyodorkan bokongnya yang tak terlalu montok dan tak terlalu tepos juga.

Kinzy memasang wajah garangnya dan Arthur tidak dapat melihat wajah Kinzy karena membelakangi Kinzy. Dengan geram, Kinzy langsung melayangkan telapak tangannya kearah bokong Arthur dan menamparnya keras.

Dengan tamparan yang sekeras itu Arthur hanya bereaksi, "sshh..." sambil mengusap-usap bokongnya yang sakit sekali sekaligus panas. "Lo apaan sih?!"

"Lo yang apaan--"

"Gue manusia! Lah elu?"

"Apa?! Mau bilang gue hewan?!" Kinzy mempelototkan matanya.

"Lo kok sewot sih? 'Kan gue cuma nanya balik. Siapa tau lo jawabnya permaisuri dari pangeran Arthur yang tampan." Ucap Arthur bangga sambil tersenyum dan menaik-turunkan alisnya menatap Kinzy.

Poker face.

Shit!

Setelah memasang poker face-nya Kinzy langsung mengambil kunci apartemen yang ada dikantong belakang Arthur dengan kasar. Bodo amat mau dibilang agresif atau apa. Yang jelas sekarang Kinzy sedang dalam keadaan lelah dan badmood.

"Nyil," Arthur menatap dengan tatapan kaget yang dibuat-buat.

Kinzy yang sebelumnya sedang sibuk dengan kunci langsung menoleh kearah Arthur dengan tatapan malas dan isyarat kenapa?

Arthur langsung tersenyum genit, "gapapa. Gue seneng aja lo agresif gini. Tipe gue banget." Arthur masih tersenyum genit.

"Gue lagi badmood. Don't look for trouble with me." Kinzy mengucapkannya datar dan terkesan menjengkelkan.

Mendengar itu Arthur hanya mebenahi raut wajahnya yang semula menampilkan senyum genit-kini sudah berubah dengan raut sok serius. Lalu ia menganggukkan kepalanya sambil kembali menggenggam koper Kinzy.

Kinzy memutar gagang pintu dan membuka pintu, lalu memasukinya lebih dulu. Sedangkan Arthur ikut mengekor dari belakang Kinzy.

Kinzy menghempaskan tubuhnya diatas sofa coklat yang berada didepan tv. Arthur juga ikut mengehempaskan tubuhnya, tapi sebelumnya ia meletakkan koper dan tas punggungnya dahulu disamping sofa.

"Disini ada dua kamar. Terserah lo mau make yang mana." Arthur membuka percakapan yang semula hening.

Kinzy tiba-tiba menatap Arthur dengan tampang yang sulit diartikan. Merasa ditatap, Arthur pun menolehkan kepalanya kearah Kinzy.

"Kenapa?" Tanya Arthur karena merasa Kinzy ingin mengatakan sesuatu.

"Eumm, gak jadi deh." Kinzy kembali mengalihkan pandangannya kearah lain.

Arthur merasa kurang puas dengan balasan Kinzy yang tidak bisa dinyatakan menjadi jawaban.

"Kenapa sih?" Tanya Arthur lagi. Kini ia sudah menengakkan badannya menghadap Kinzy. Ntah mengapa, ia sedikit penasaran dengan raut Kinzy tadi.

"Nggak ada!" Kini Kinzy menjawabnya dengan kesal.

"Napa sih elah?" Arthur menggerutu. "Jadi lo mau kamar yang mana? Gue bukannya gak mau sekamar ama lo. Tapi gue ngerti kalo biasa cewek yang dinikah paksa itu gak bakal mau tidur sekamar sama pasangannya." Nada Arthur terdengar acuh.

Kinzy kembali melirik Arthur. "Gue gak berani tidur sendiri." Ucap Kinzy pelan. Bahkan sangat pelan.

Arthur tidak dapat mendengarnya dengan jelas. Ia hanya mendengar dibagian 'berani tidur sendiri'.

Arthur diam. Dia masih mencoba menebak-nebak apa yang sebelumnya Kinzy katakan. Tak lama kemudian tawanya pecah.

Tawa yang keras itu awalnya sempat membuat Kinzy kaget. Namu langsung mengubah ekspresi kagetnya itu menjadi ekspresi kesal lalu memukuli lengan Arthur.

"Jangan diketawain!!!" Kinzy masih memukuli Arthur yang juga masih tertawa.

Arthur memegangi perutnya yang sedikit sakit karena kebanyakan tertawa. Arthur menyeka air matanya yang sempat keluar, "badan lo emang mini banget, kecil, tapi agak bantet sih emang." Arthur menjedanya dan membuat Kinzy semakin kesal. Kini korbannya adalah rambut Arthur.

"Lo diem gak!" Kinzy mengeratkan jambakannya pada rambut Arthur.

"Ternyata badan mini lo sempet buat gue mikir kalo lo itu galaknya minta ampun. Kayak kecil-kecil cabe rawit gitu. Ehhh, ternyata takut tidur sendiri juga." Arthur melanjutkan tertawanya.

"Terserah." Kinzy akhirnya berhenti memukuli Arthur dan melipat kedua tangannya didepan dadanya.

Sedangkan Arthur masih mencoba menghentikan tawanya. Dan akhirnya berhenti juga.

"Yaudah, ntar lo susun aja baju lo dilemari gue. Baju gue disana gak banyak, jadi masih muat." Lagi-lagi Arthur yang memecah keheningan.

"..." Kinzy hanya diam. Masih kesal.

"Nyil, gue lapar." Arthur mengusap perutnya menatap iba. "Di kulkas gak ada apa-apa. Karena satu minggu ini gue gak disini. So, gue mau pergi dulu nyari makan. Ntar gue bawain. Bye!" Arthur sudah berlalu dengan cepat.

Sepeninggalan Arthur, Kinzy meletakkan kedua tangannya di dada. Dan menarik napasnya dalam lalu menghembuskannya berat. Jantungnya berdetak kencang.

Tawanya...

***

Salam,

Kecoamerahmuda.

Bad Boy Is A Good Papa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang