"Om, Tan, maaf,"
"Kinzy hamil."
Saat itu juga Arthur langsung merasakan kerah kausnya ditarik kencang lalu sebuah tonjokan keras mendarat dipipinya.
Arthur dapat melihat tatapan tajam dari ayah mertuanya itu.
"INI SEMUA PERMAINAN KALIAN 'KAN?! KALIAN SENGAJA DENGAN SEMUA INI BIAR KALIAN BERSATU!" Bentak Hendri sambil menatap Arthur lalu putrinya, Kinzy.
Air mata Kinzy sudah menetes. Ia menggelengkan kepalanya untuk menyangkal pertanyaan ayahnya.
Hendri melepas cengkramannya pada kerah Arthur. Lalu berlih ke Kinzy, "Papah kecewa sama kamu!" Setelah itu Hendri berbalik hendak meninggalkan mereka.
Tapi langkah Hendri mendadak terhenti ketika mendengar, "Om bebas mukulin saya atau apapun itu. Asal jangan buat Kinzy makin rapuh. Soalnya dia udah gak sendiri, Om."
Setelahnya Hendri melanjutkan jalannya.
Sementara Key, ia mengusap air mata putrinya dengan sayang. "Mamah percaya sama kamu. Mamah mau kamu tetap kuat jaga cucu Mamah." Ucap Key sambil tersenyum bangga.
Kinzy, hatinya menghangat karena masih dapat mendengar dukungan dari salah satu orang tuanya. Tapi tetap saja. Ia masih mengingat apa yang dikatakan ayahnya tadi.
Key beralih kepada Arthur. "Jaga putri Mamah, sama cucu Mamah, ya?"
"Pasti, Tant." Ucap Arthur tegas.
"Mamah, aja." Key menepuk bahu Arthur dan diangguki oleh Arthur dengan senyuman.
"Kalo gitu Mamah pergi dulu. Itu Papah udah bete banget pasti. Nanti Mamah usahain bujuk Papah. Oke?" Arthur mengangguk, tapi tidak dengan Kinzy.
"Makasih banyak, Mah." Ucap Arthur tulus.
Setelah itu Key pergi menyusul suaminya.
"Zy, kamu jangan terlalu mik--" Kinzy langsung menepis tangan Arthur yang hendak menyentuh lengannya. "Zy,"
Kinzy menatap Arthur tepat di manik pria itu. Lalu berbalik hendak meninggalkan Arthur dengan wajah masam.
Tapi tentu saja Arthur menahan pergelangan lengan kecil itu.
"Lepas," lirihnya pelan dan tajam.
Arthur diam.
"LEPAS ARTHUR!!!" Bentak Kinzy keras dengan air mata yang mengalir kian deras. Kinzy berusaha menepis cekalan Arthur.
Dan saat itu juga Arthur menarik paksa Kinzy masuk kedalam pelukannya. Sehangat mungkin Arthur menyalurkan kasihnya pada Kinzy. Tapi, Kinzy semakin memberontak didalam pelukan Arthur.
Takut sesuatu yang tak diinginkan mendadak terjadi, Arthur pun melepas pelukannya dengan lembut yang menatap Kinzy lirih.
"GUE BENCI SAMA LO! DAN GUE BENCI SAMA ANAK INI!!!" Kinzy memukuli perutnya dengan brutal dan histeris.
"GUE BENCI! GUE BEN--" Arthur kembali membawa Kinzy kedalam pelukannya. Seperti tadi, Kinzy terus saja memberontak.
"Zy," Arthur masih memanggil Kinzy dengan lembut dan nada memohon. Dengan sabar Arthur menerima cakaran di wajah, leher, dan lengannya hingga Kinzy dapat merasakan rasa asin dan amis di lidahnya ketika ia menggigit lengan Arthur yang berusaha menenangkannya.
"LEPASIN GUE, GUE BENCI SAMA LO! HIKS!" Kinzy menarik napasnya sejenak. "LO UDAH REBUT MASA DEPAN GUE, LO UDAH NGANCURIN HIDUP GUE! ASAL LO TAHU, THUR, CUMA GUE SATU-SATUNYA HARAPAN ORANG TUA GUE. LO UDAH NGANCURIN SEMUA HARAPAN ITU!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Is A Good Papa [END]
General Fiction🍁 N E W V E R S I O N 🍁 **** Gimana pendapat lo kalau dengar kata 'bad boy'? Nakal? Always. Playboy? Mayoritas seperti itu. Merokok? Pasti. Suka bolos? Jagonya. Hm, tapi, bagaimana jika dia seorang Bad Boy pentolan sekolah, ternyata adalah seorang...