🍁 S E M B I L A N B E L A S 🍁 1/2

724K 50.5K 1.5K
                                    

Di kehamilannya yang sudah menginjak usia delapan minggu, perut Kinzy kini sudah terlihat menonjol. Kinzy terus memperhatikan perutnya yang terpatri indah didepan cermin tanpa ditutup oleh baju. Lalu mengusapnya dengan lembut. 

Memang terasa sangat berat bagi Kinzy untuk menerima janin tak bersalah ini, tapi rasanya tak tega juga untuk melepaskannya. Ia keburu mencintai janin ini. Ah, lama-lama Kinzy tidak sabar untuk segera bertemu dengan buah hatinya ini.

Ditengah senangnya Kinzy melihat dirinya pada cermin, tiba-tiba ia merasakan tangan dingin yang lebar bersentuhan langsung dengan kulit perutnya sambil mengusapnya lembut. Kinzy dapat melihat Arthur pada cermin yang memeluknya dari belakang. Rambut Arthur masih sedikit basah. 

"Udah selesai?" Tanya Arthur masih mengusap-usap perut Kinzy lembut. Dan sukses membuat Kinzy merasa sangat nyaman sekaligus merasa grogi. Kemarin-kemarin ia mengejek Arthur dengan mengatakan pemuda itu jelek. Sekarang Kinzy yang grogi karena diperlakukan dengan romantis oleh seorang pemuda rupawan. Mana Kinzy juga tidak menutup perutnya dengan baju, membiarkannya begitu saja agar dapat dilihat dengan jelas oleh Kinzy didepan cermin.

"Zy?" Panggil Arthur karena Kinzy tak kunjung menjawabnya.

"Eh?" Gumam Kinzy bingung.

"Udah siap?" Tanya Arthur lagi. 

Kinzy pun langsung mengangguk. Arthur pun menurunkan baju Kinzy yang semula disingkap untuk menutup perut Kinzy dan menghangatkan anaknya didalam sana.

"Ayo," Arthur menarik tangan Kinzy. Tapi Kinzy menahannya. Lantas Arthur pun mengeryitkan dahinya.

Kinzy tak menjawab, ia hanya melepaskan tangannya dari genggaman Arthur dan berjalan kearah kamar mandi. Lalu keluar dari sana sambil membawa handuk kecil ditangannya.

Gantian Kinzy yang menarik tangan Arthur dan membawanya ketempat tidur, lalu mendudukan Arthur diatas tempat tidur. Arthur hanya menurut.

Arthur tahu apa yang akan dilakukan Kinzy, dan ia hanya membiarkannya. Jarang-jarang Kinzy melakukan hal ini. Biasanya istrinya itu hanya merepet, ngambek, marah, nangis, dan belajar. Sekali-sekali menerima servis special seperti ini sepertinya sangat tidak buruk.

Kinzy pun meletakkan handuk diatas kepala Arthur, lalu membiarkannya.

"Rambut lo masih basah. Keringin gih." Lalu Kinzy pergi meninggalkan kamar mereka dengan santai.

Arthur hanya menatap kepergian Kinzy dengan wajah yang tak terdefenisikan.

Yang benar saja, ia sudah merasa sangat senang melihat Kinzy yang ia kira akan mengeringkan rambutnya. Dan,

HELL!

Kinzy hanya membawanya terbang sebentar lalu menjatuhkannya lagi sesuka hati. Ingin rasanya Arthur berteriak ke telinga Kinzy mengatakan, 'GUE MANUSIA, BUKAN FLAPPY BIRD!'

Tapi tentu saja perkataan itu ia telan sendiri dengan pahit. Ditengah makian Arthur di dalam hati tiba-tiba saja Kinzy memanggilnya dengan suara yang sangat keras.

"ARTHUUUUURRR! INI KAMAR MANDI KOK BAU ROKOK?!"

'aduh mampus' Arthur pun langsung mendatangi Kinzy masih dengan handuk yang hinggap dikepalanya.

Kini Arthur sudah berdiri disebelah Kinzy. Arthur menatap Kinzy dengan tatapan memelas.

"Ngaku lo! Lo nyebat 'kan?" Kinzy memplototkan matanya tajam pada Arthur.

Jawaban Arthur pun mengangguk seraya berkata, "enggak."

"Pilih satu, ngangguk atau enggak?"

Arthur malah menggeleng.

Kinzy sudah tahu kalau Arthur memang merokok. Yang Kinzy butuhkan saat ini hanyalah pengakuan dan Arthur tidak melakukan itu.

Lama-lama daya baterai ponselnya lebih lama tahan ketimbang emosinya ketika menghadapi Arthur.

***

Salam,

Kecoamerahmuda.

Bad Boy Is A Good Papa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang