"Thur ini udah gede banget! Udah kelihatan banget." Adu Kinzy ketika keluar dari kamar pada Arthur yang sedang memakai ikat pinggangnya di ruang tengah.
Di kehamilannya yang sudah menginjang usia 14 minggu, tentu saja itu sudah agak kelihatan dari cetakan pakaiannya yang tengah dipakai. Dan kini, baju seragam yang Kinzy pakai sudah dapat mencetak buncit perut Kinzy, walaupun belum terlalu ketara.
"Lo juga ngapai pake baju ukuran kecil gitu? Kegenitan!" Ucapan Arthur yang bertema seperti ini tentunya dapat memancing amarah Kinzy.
"HEH SEMBARANGAN KALO NGOMONG! INI TUH BAJU GUE DARI KELAS SEBELAS! INI NGGAK GUE KECILIN, YA!" Semprot Kinzy tegas.
"Yaudah, iya. Biasa aja, Bu!" Balas Arthur sambil berjalan menuju kamar mereka. "Lo pake baju gue waktu kelas supuluh aja."
"Emang muat?" Arthur hanya menggedikkan bahunya yang dapat dilihat Kinzy dari belakang.
"Gak tau sih. Kayaknya kegedean." Jawab Arthur enteng.
"Yah, tenggelam dong guenya?"
"Yang penting lu pake baju, Nyil."
Tak butuh waktu lama bagi Arthur untuk mengambil seragam kelas sepuluhnya dibawah tumpukan baju yang tak terlalu banyak. Setelah mendapatkannya, Arthur pun memberikannya kepada Kinzy.
Kinzy pun menerimanya dan hendak berbalik menuju ke kamar mandi agar mengganti bajunya disana. Karena Arthur masih berada di dalam kamar.
"Lu ngapain lagi ke kamar mandi, Markonah?! Udah disini aja, gue gak bakal ngintip. Gue mau nyari sweeter dulu. Toh lu juga make tank bottom." Arthur gemas pada Kinzy.
"Tank top, Saprudin!" Balas Kinzy ketus.
Kinzy mulai membuka kancing bajunya membelakangi Arthur, sedangkan Arthur sibuk mencari sweeter mana yang cocok buat Kinzy agar istrinya itu tidak kelihatan lucu ketika memakai seragam yang kebesaran.
Ketika sudah mendapatkan sweeter yang cocok Arthur pun menanyakan Kinzy, "udah siap belum, Zy?" Tanya Arthur yang juga membelakangi Kinzy. Merka saling membelakangi.
"Tunggu, bentar." Sahut Kinzy. Tak berapa lama, "udah. Ini gak kebesaran, Thur?" Kinzy pun berbalik menghadap Arthur.
Arthur menatap bajunya yang dipakai Kinzy sebentar, "kebesaran sih. Tapi perutnya jadi gak kelihatan." Ucap Arthur kemudian. "Nih pake sweeter aja, biar gak kelihatan aneh."
"Apa nggak dimarahin guru ntar kalo pake sweeter?" Maklum, Kinzy siswi juara bertahan.
"Halah, ujian udah siap satu minggu yang lalu kali, Nyil. Toh masih class meeting juga. Nih," Arthur memberikan sweeternya pada Kinzy.
Kinzy menerimanya lalu memakainya sambil dibantu oleh Arthur. Arthur bantu merapihkan rambut Kinzy yang sedikit berantakan.
"Udah 'kan? Gue laper nih." Ucap Arthur.
"Tunggu dulu," ucap Kinzy sambil berjalan kearah cermin full body mereka. "Iya, udah gak keliatan lucu lagi." Kinzy tersenyum dan diikuti Arthur dengan anggukan.
Mereka pun berjalan kearah dapur untuk sarapan.
***
"Lo beneran gak ikut lomba, Zy?" Tanya Yara yang sedang berjalan berdua bersama Kinzy. Baru balik dari toilet.
"Nggaklah, yakali gue ikut lari estafet. Kasian dia." Jawab Kinzy sambil mengingat ketika ia mengikuti lari estafet disetiap ada perlombaan. Tapi kali ini tidak.
"Dia siapa, Zy?" Tanya Yara polos.
Kinzy sempat mendesis geram mengingat kepolosan Yara. Syukurlah koridor kini sedang sepi. Karena siswa yang lain kebanyak sedang berada di lapangan menonton pertandinga. "Anak gue lah," bisik Kinzy pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Is A Good Papa [END]
General Fiction🍁 N E W V E R S I O N 🍁 **** Gimana pendapat lo kalau dengar kata 'bad boy'? Nakal? Always. Playboy? Mayoritas seperti itu. Merokok? Pasti. Suka bolos? Jagonya. Hm, tapi, bagaimana jika dia seorang Bad Boy pentolan sekolah, ternyata adalah seorang...