Baru saja kembali ke apartemen setelah beberapa hari berada di rumah sakit, Kinzy langsung mengambil dudukan diatas sofa. Bayi perempuan yang berada di gendongan Kinzy sedikit menggeliat ketika ibunya meletakkannya dengan lembut di atas sofa, tepat di samping ibunya.
Kinzy terus tersenyum menatap wajah polos gadis kecilnya itu. Hingga senyuman itu kemudian hilang ketika datangnya ayah si bayi dengan wajah serius dan selembar map di tangannya. Arthur pun mengambil dudukan di atas sofa yang berada di seberang Kinzy.
"Zy, maaf. Aku gak bisa." Arthur mengeluarkan berkas-berkas dari map yang tadi ia bawa. Lalu meletakkannya di atas meja tepat dihadapan Kinzy.
Surat Gugatan Cerai.
Kinzy beralih menatap Arthur. Dan Arthur membalasnya dengan tatapan datar.
"Aku udah kirim itu ke pengadilan," lalu Arthur memberikan selembar ampol untuk Kinzy. "Ini surat pemanggilan buat kamu. Sidangnya lusa, kamu harus datang."
Arthur berdiri, lalu berjalan mendekati bayi yang berada di samping Kinzy. "Maafin papa." Arthur kemudian mencium dahi bayi itu lama. Arthur kembali berdiri menghadap Kinzy. "Masalah materi, kamu bisa tulis berapa keperluan kamu disini." Arthur memberikan selembar cek pada Kinzy.
"Sampai jumpa di pengadilan." Ucap Arthur sambil berbalik meninggalkan Kinzy.
Kinzy yang sedari tadi risau dalam tidurnya, tiba-tiba tersentak.
"Zy, kenapa?" Suara Arthur tiba-tiba terdengar di telinga Kinzy.
Kinzy sontak menjauh dari Arthur yang sedang berada disebelahnya. Kinzy dapat melihat raut khawatir Arthur yang bersatu dengan kerutan heran di dahinya.
"Kamu kenapa?" Tanya Arthur lagi. Tapi Kinzy hanya diam sambil memikirkan apa yang baru saja terjadi. Hingga wanita itu pun tersadar kalau tadi hanya mimpi. "Zy?"
Kinzy pun membalas tatapan Arthur yang sedari tadi menatapnya dalam.
"Kamu mimpi?" Tanya Arthur lagi.
Kali ini Kinzy menjawabnya dengan anggukan. Arthur menganggukkan kepalanya lalu membawa Kinzy kedalam belukannya tanpa bertanya lebih jauh seburuk apa mimpi Kinzy. Bukannya mimpi buruk tidak boleh diceritakan kepada siapa pun?
Di pelukan Arthur, Kinzy dapat merasakan kehangatan dari Kulit Arthur yang tak dilapisi kain. Kinzy terus diam tanpa berbuat apa-apa. Kini pikirannya sibuk membahas tentang mimpinya tadi.
Arthur kini mengusap-usap lembut kepala Kinzy, hingga Arthur kembali tertidur. Tetapi Kinzy sudah seperti hantu. Yang menatap kosong tanpa ekspresi, persis seperti patung.
Berlanjut hingga pukul setengah sembilan. Kinzy sudah mengakhiri acara patungnya. Ia melirik jam dinding yang dipajang untuk melihat waktu.
Kinzy kemudian melepaskan tangan Arthur yang masih bersarang di atas perutnya. Tentu saja itu mengusik tidur Arthur. Arthur pun ikut menggeliat kemudian membuka matanya. Arthur tidak memerlukan stabilisasi pada matanya lagi, Arthur langsung mencari jam untuk melihat waktu.
Masih tengah sembilan, toh lagi libur. Pikir Arthur. Ia tidak ingat kalau mereka sedang pergi ke Bali dan menginap di hotel. Lantas, Arthur kembali memejamkan matanya. Sedangkan Kinzy sudah berjalan kearah jendela kaca yang memenuhi sisi barat daya kamar lalu membuka gorden yang menutupi jendela itu.
Menginap di hotel keluarga Le Meridien Jimbaran, dengan kamar tipe Aqua Studio Suite Lagoon View, pemandangan lagoon pool langsung memanjakan mata Kinzy dengan indah. Kinzy memperhatikan sejenak pemandangan yang akan selalu ia lihat untuk beberapa hari kedepan. Setelahnya, Kinzy pun berbalik menuju lemari. Tempat pakaian yang sudah mereka susun rapih kemarin malam sebelum tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy Is A Good Papa [END]
General Fiction🍁 N E W V E R S I O N 🍁 **** Gimana pendapat lo kalau dengar kata 'bad boy'? Nakal? Always. Playboy? Mayoritas seperti itu. Merokok? Pasti. Suka bolos? Jagonya. Hm, tapi, bagaimana jika dia seorang Bad Boy pentolan sekolah, ternyata adalah seorang...