Bencana dan rencana Kannia

2.2K 118 0
                                    

Ramaikan commentnya guys :D

-----------------

Sepertinya aku akan bermain-main bersama takdir dan karma

🍁🍁🍁

Kannia berlari terburu-buru menuju kelasnya. Dia baru saja dari kamar mandi. Jalannya yang menunduk dan terburu-buru mengakibatkan dia tertabrak oleh sesuatu. Lebih tepatnya seseorang. Kannia mendengus saat tahu siapa yang ditabraknya. Dia lagi dia lagi. Kannia yang malas meladeni cowok didepannya ini, memutuskan untuk pergi dari situ. Namun, langkah nya terhenti saat menyadari kaki-sepatunya menginjak sesuatu. Matanya membulat setelah tahu apa yang diijaknya. Sebuah i-phone berwarna gold keluaran terbaru yang tidak main-main harganya. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. Dilihatnya cowok didepan dengan takut-takut. Kannia menyadari aura kemarahan dari cowok itu.

"M-maaf." hanya kata itu yang keluar dari mulut Kannia. Cowok itu mengambil i-phonenya yang malang di lantai. Layarnya sudah retak mungkin saja sudah rusak parah.

"Lihat. LIHAT APA YANG LO LAKUIN." Vano membentak. Yah cowok itu adalah Vano. Cowok most wanted yang memiliki barang-barang yang mahal dan mewah.

"Ganti balik" lanjutnya. Kannia semakin bingung apa yang harus ia lakukan sekarang. Mengganti balik? dengan apa? bahkan handphonenya saja ia beli dengan uang tabungan selama satu tahun. Mana ada uang untuk menggantikan harga i-phone Vano yang harganya tidak sebanding dengan i-phonenya.

"Tapi aku gak punya uang sebanyak itu untuk menggantikan handphone Kakak." kata Kannia pelan. Vano yang menyadari ekspresi takut Kannia itu menyeringai. Sepertinya ide licik telah tercipta di otak Vano.

"Tidak masalah kalau bukan uang. Cukup dengan menjadi babu gue sebulan aja tidak masalah." kata Vano dengan senyum iblisnya.

"APA?! Tap-"

"Kalau gak mau ya gue bakal datang ke rumah lo dan meminta uang gantinya ke bokap lo." ucap Vano menghentikan protesan Kannia. Sekarang Kannia telah meratapi nasibnya yang malang. Dia akan jadi babunya Vano?Oh tidak. Tak terpikirkan sedikit pun ini akan terjadi padanya. Tapi dia juga tak akan membiarkan Vano datang ke rumahnya. Kannia tidak mau merepotkan kedua orang tuanya. Apa dia harus menerimanya?

"Oke" itulah keputusannya. Dia menerimanya. Tak ada salahnya kan kalau dia mencoba menerimanya. Toh juga cuma sebulan. Dia juga bisa memanfaatkannya untuk bisa dekat dengan Vano dan melancarkan tujuannya. Lalu, dia akan bersama dengan Rakka. Memikirkannya saja sudah membuatnya senyum-senyum sendiri. Dia berharap akan bahagia dengan Rakka kedepannya.

"Kenapa lo senyum-senyum gitu? Gila?" tanya Vano yang langsung dapat memudarkan senyum Kannia. Kannia mendengus kesal karena cowok didepannya ini telah merusak moodnya.

***

"APA?!" teriak Cessa keras yang menggema di seisi kantin. Kannia melotot ke arah Cessa yang berteriak keras dan menimbulkan tatapan tajam dari penghuni kantin. Cessa yang menyadari itu meminta maaf kepada semua yang ada di kantin.

"Yang bener aja lo? lo jadi babu Kak Vano?" tanya Cessa pelan seperti berbisik. Takut bila ada yang mendengarnya. Kannia hanya mengangguk sembari mengunyah sepotong siomay dalam mulutnya. Cessa hanya menggeleng tak percaya terhadap sikap ceroboh Kannia. Cessa tak habis pikir dengan sahabatnya itu. Segitu cintanya dia sama kak Rakka.

"Lo nggak perlu ngelakuin itu deh Kan. Lupain aja lah Kak Rakka. Masih banyak cowok yang lebih baik dari dia." kata Cessa memberi nasehat. Dia berharap setelah ini sahabatnya bakal membuka matanya. Namun nyatanya...

"Gue nggak bisa lupain Kak Rakka. Lagian gue juga pengen ngasih pelajaran sama tu Kak Vano agar lebih bisa menghormati orang lain. Percaya sama gue. Everything is fine." Jika sudah seperti ini, Cessa hanya diam tak ingin berdebat dengan kekeras kepalaan Kannia. Cessa hanya berharap bukan Kannia yang terluka nantinya. Ini adalah rencananya. Membuat Vano takluk padanya. Lalu meninggalkannya begitu saja. Kejam. Biarkan, itu semua demi cintanya.

Sesaat setelah itu, seorang cowok datang ke meja mereka. Menyerahkan selembar kertas lalu pergi begitu saja tanpa berucap apa-apa. Kannia lalu membuka kertas itu dan membaca kalimat pesan didalamnya.

Ke meja gue sekarang. Vano

Cessa merebut kertas yang dibaca oleh Kannia. Pandangan Kannia tertuju pada meja Vano dan teman-temannya. Cessa menarik tangannya setelah Kannia akan bangkit dari duduknya.

"Gue gak papa. Lo tunggu sini aja." kata Kannia dan melepaskan genggaman Cessa. Kannia tahu betul Cessa khawatir padanya.

"Ada apa Kak?" tanya Kannia tepat di depan meja keempat cowok most wanted itu. Tatapan mulai mengarah padanya. Terlebih para fans mereka. Kannia memutar bola matanya jengah.

"Duduk" kata Vano tegas mengintrupsi. Dengan setengah hati Kannia duduk tepat disamping Vano.

"Berdiri lagi deh. Pesenin gue bakso dong." kata Vano dengan entengnya. Kannia mendengus kesal lalu pergi ke stand gerobak bakso. Dengan susah payah dan sabar dia mengantri dan berdesakan dengan siswa lain yang membeli bakso.

"Nih bakso Kakak." Kannia meletakkan semangkok bakso di meja Vano.

"Lama amat sih. Mie ayam aja deh. Gue gak nafsu lagi sama bakso." Kannia tercengang dengan ucapan Vano barusan. Dia yang sudah lama menunggu antrian dan sekarang Vano sudah tidak nafsu lagi. Benar-benar menguji kesabaran Kannia.

"Nih." Kannia memberikan semangkok mie ayam yang sudah dipesan Vano. Kannia akan mencekik Vano yang katanya tampan ini kalau dia bilang sudah tidak nafsu. Akhirnya Vano memakannya. Kannia merasa lega karena itu.

"Minumnya dong. Es jeruk ya." belum semenit saja Kannia merasa lega, dia sudah disuruh lagi.

"Temenin gue makan." kata Vano setelah Kannia memesankankannya es jeruk.

"Udah bel Kak. Aku mau ke kelas. Lagian temen kakak udah pada balik tuh." kata Kannia. Bel tanda berakhirnya istirahat telah berbunyi.

"Gue yang suruh mereka balik. Lo jamnya pak Didi kan? Dia nggak ngajar. Ada perlu sama bokap." kata Vano. Vano memang tahu kalau Pak Didi adalah teman papanya. Pak Didi yang mengawasi setiap gerak gerik Vano. Kebetulan Vano juga mendapat informasi kalau kelas XI-2-kelas Kannia sedang ada jamnya Pak Didi setelah istirahat. Semua tahu jika bokapnya Vano adalah donatur terbesar di SMA Pelita.

Kannia duduk disamping Vano yang sedang makan. Kantin masih ramai saja walaupun sudah jam masuknya pelajaran. Dan, Cessa sudah disuruh Kannia untuk balik ke kelas duluan.

Kannia menopang dagunya menatap Vano yang melahap mie ayamnya. Sembari berfikir dendam apa yang ada antara Vano dan Rakka. Pernah sekali Rakka bilang kalau Vano adalah penyebab adiknya meninggal. Kannia tak menyangka Vano tak hanya nakal tapi jahat.

"Biasa aja kali matanya. Kedip neng. Tau gue kalau ganteng." seru Vano tiba-tiba membuyarkan lamunannya. Kannia akui kalau Vano memang ganteng. Body yang perfect ditambah dengan hidung mancungnya dan bibir tipisnya. Kulitnya yang putih tanpa ada noda atau bekas jerawat di wajahnya dan tatapan tajamnya yang seakan magnet untuk mendapat pujian dari mana-mana.

"Udah kali lihatnya. Nanti demen lagi." Vano salah tingkah karena sedari tadi Kannia terus menatapnya.

"Idiih geer amat Kak. Aku cuma heran aja apa untungnya sih kakak selalu buat ulah di sekolah." kata Kannia. Bukan gue yang demen sama lo. Tapi lo yang akan jatuh sejatuh-jatuhnya sama gue batin Kannia.

"Gue gak akan kayak gini kalau gak ada sebabnya." jawab Vano setelah menyeruput habis es jeruknya. Kannia hanya ber'oh'ria menanggapinya. Tentu saja dia tidak mau terlalu jauh dulu ikut campur terhadap hidup Vano.

"Gue mau balik dulu. Bayar semuanya." kata Vano lalu beranjak berdiri dan meninggalkan kannia yang masih terbengong-bengong karenanya. Kannia menghentakkan kakinya kesal ke lantai. Apa dia harus membayar semangkuk baksonya juga yang tidak dimakannya? Kannia hanya berharap agar cepat-cepat menyelesaikan misinya.

---------

Voment? Banyakin ye ;)

Maaf bila masih ada typo, kesalahan EYD dan teman-temannya. Maklumin masih labil :v

WM

Step of Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang