Kacau

1.2K 67 2
                                    

Coba hitung sudah berapa kali kamu menyakitiku. Aku aja yang bodoh karena sudah sering kali memaafkanmu.

🍁🍁🍁

Continue to reading guys!!

----

"Dan lo" Vano menunjuk ke wajah Rakka,"Kemana aja lo selama ini? Gue udah cari lo kemana-mana. Pintar juga ya lo bisa mengganti semua identitas lo. Gue punya salah apa sama lo Seno?" Rakka terkekeh.

Dengan geram Vano melangkahkan kakinya mendekat ke arah Rakka, lalu mencengkeram kerah kemejanya. Satu pukulan mendarat di pipi kiri Rakka.

Kannia membekap mulutnya kaget melihat pergulatan didepannya. Kini Rakka telah tersungkur di tanah dengan lebam di wajahnya. Kannia menjerit lalu mendekat ke arah Rakka.

"Kak Rakka" ucap Kannia bergetar lalu membantu Rakka berdiri.

Vano berdecih. Rasa sakit itu ada. Vano kini merasakannya. Merasakan apa yang bernama patah hati. Merasakan juga apa itu penghianatan. Terlebih orang itu adalah mereka. Mereka yang disayangi bersekongkol untuk menyakiti hatinya. Dan itu berhasil.

"Hebat ya? Gue bangga sama kemampuan kalian. Selamat. Kannia...  Lo udah berhasil. Berhasil buat gue bodoh karena wajah polos palsu lo itu. Shit!" Vano berteriak dengan kerasnya. Urat lehernya menegang. Sejenak dia memejamkan matanya. Meresapi setiap sakit di ulu hatinya.

Kannia masih tetap pada posisinya, menunduk dengan memapah tubuh Rakka yang ringkih. Kannia menerima semua amarah Vano. Tak ada niatan dirinya untuk membantah karena semua itu benar adanya.

Vano tertawa kaku, tawa yang terdengar menyakitkan. Mungkin dia sedang menertawakan dirinya sendiri yang teramat malang. Sangat menyakitkan. Ingin sekali dia membunuh orang sekarang. Tanpa mengucap sepatah apapun, Vano berlari meninggalkan tempatnya berpijak.

***

"Udah lah Kan, jangan murung terus. Lo masih punya waktu buat jelasin semuanya ke Kak Vano" kata Cessa berusaha menenangkan sahabatnya itu. Kannia masih menatap kosong hamparan taman buatan Sarah di sebelah rumahnya.

Hari ini Vano melaksanakan Ujian Nasional pertama. Otomatis untuk kelas sepuluh dan kebelas diliburkan. Sedari kemarin Kannia terus menghububungi Vano namun sepertinya ponselnya sengaja dimatikan. Kannia tahu Vano marah. Itu semua karena perbuatannya. Kannia tak menyalahkan Rakka atas pertengkarannya ini. Dialah yang harus disalahkan, karena cintanya pada Rakka dulu.

"Ke toko buku yuk. Kemarin gue lihat ada banyak novel terbaru" Cessa terus berusaha membujuk Kannia agar tidak terlihat murung seperti itu. Jiwa Kannia entah hilang kemana.

"Nggak mau"

"Ayolah Kan. Lo nggak bisa murung gini aja. Lo juga harus mikirin kesehatan lo" omel Cessa. Decak sebal terdengar dimulutnya. Keras kepala batin Cessa.

Hening sejenak. Cessa sudah menyerah. Sepertinya Kannia memang enggan untuk beranjak dari duduknya. Galau? Iya Kannia sedang galau. Seperti kebanyakan remaja lainnya. Kini giliran Kannia yang merasakan apa itu galau.

"Masalah dalam hubungan itu selalu ada. Tinggal gimana cara orang itu menyelesaikannya. Terpuruk dan galau bukan cara yang baik untuk menyelesaikannya"

Cessa memegang pundak Kannia,"Semua berasal dari lo dan lo juga yang harus mengakhirinya"

"Maksud lo?"  tanya Kannia.

"Sekarang waktunya lo buat berjuang. Emang cowok aja yang bisa berjuang. Semangat Kannia sayang" Cessa menggoyang-goyangkan tangan sahabatnya itu. Kannia terdiam. Kata bijak dari Cessa begitu mengena di hatinya. Cessa bener. Gue harus segera selesaikan semua ini. Maafkaan gue Kak Vano Kannia membatin.

Step of Heart [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang